Mereligiuskan Visi Religius Partai Golkar

Johanes

Thursday, 30-01-2020 | 15:34 pm

MDN
Adlan Daie Penulis Buku 'Tafsir Politik H. Yance' [ist]

 

Oleh:  Adlan Daie, Penulis Buku ,Tafsir Politik H. Yance

Indramayu, Inako

Kasus OTT KPK yang menjerat pucuk pimpinan Partai Golkar dengan daya jangkau efek lanjutannya sulit diprediksi entah siapa lagi akan menjadi tersangka berikutnya telah meruntuhkan hak moralitas Partai Golkar mendengung-dengungkan visi religius di ruang publik kecuali memperbaiki diri dengan menghadirkan sosok calon bupati religius, yakni fasih menarasikan pesan-pesan agama untuk maslahat publik dengan kemampuan moderasi secara sosial dan keberanian eksekusi yang protektif dari anasir anasir koruptif.

Inilah makna sesungguhnya dari visi religius secara aplikatif dan implementatif. Relevan dengan definisi Earnshaw dalam bukunya Religious Orientation And Meaning In Life bahwa makna religius lebih dari sekedar memeluk agama melainkan dasar etik nilai agama dalam prilaku kehidupan sehari-hari. Dalam konteks ini Kasus OTT KPK harus dimaknai Partai Golkar sebagai cara tuhan mengingatkan kembali bahwa komitmen visi religius adalah sebuah harapan kolektif untuk politik maslahat bukan untuk politik muslihat

Gagasan Partai Golkar, pemenang Pemilu 2019 di Indramayu untuk memulai tradisi baru pola rekruitmen calon bupati dalam kontestasi Pilkada Indramayu 2020 secara  terbuka dalam timbangan Sigmund Nehmanm dalam bukunya Modern Political Parties harus dikaitkan dalam konteks penguatan komitmen mereligiuskan visi religius di atas, yaitu :

Pertama, untuk melepaskan diri dari rantai ikat dan sandra kepentingan elite partainya. Orientasi Partai Golkar sebagai bagian dari sistem demokrasi modern tidak direduksi seolah-olah mesin industri politik untuk produksi keserakahan para elit politiknya. Partai Golkar harus mengikatkan diri pada komitnen visi religius sebagaimana dikonstruksi Imam Al Mawardi dalam kitabnya Al Ahkam Al Sulthaniyah bahwa politik li hiddidz din  wa syiasatu Al dun ya, alat untuk menjaga marwah agama dan tata kelola urusan maslahat duniawi.

Kedua, rekruitmen secara terbuka diatas harus menjadi pintu masuk fit and profer untuk mengukur konsistensi Partai Golkar dengan visi religiusnya melalui performa personal calon bupati yang diusungnya, antara lain, jauh dari kemungkinan sengkarut kasus OTT KPK  dan memiliki kompetensi personal dari sisi kemampuan kepemimpinannya mereligiuskan visi religius.  

Dua variabel inilah secara minimalis tidak boleh direduksi sekedar aksesoris dari aspek rekayasa branding elektabilitas dan isi tas yang juga penting.

Tentu sambil menunggu gambaran utuh tentang siapa saja calon bupati yang mendaftarkan diri dalam proses terbuka Partai Golkar, KH. Satori, Ketua MUI Indramayu, adalah salah satu tokoh afiliatif Partai Golkar yang relatif memenuhi dua variabel kualifikasi di atas, yakni jauh dari kemungkinan terdampak kasus lanjutan OTT KPK dan memiliki kompetensi kepemimpinan yang memadai untuk menarasikan visi religius, baik aspek lahiriyah maupun aspek terdalam terkait prilaku sehari-hari.

Petuah bijak Abraham Lincon, Presiden legendaris AS penting diingat baik baik oleh para elit Partai Golkar dalam konteks kontestasi Pilkada Indramayu 2020 bahwa berbohong lebih menguras energi mental daripada mengatakan kejujuran.Tidak ada manusia yang sanggup mengingat dengan baik untuk bisa menjadi pembohong yang sukses.

Maka, sekali lagi, maknailah kasus OTT KPK yang menjerat pucuk pimpinan Partai Golkar sebagai cara Tuhan mengingatkan Partai Golkar untuk sama sekali tidak coba-coba mengusung calon bupati yang tersandra kemungkinan kasus lanjutan OTT KPK yang makin sengkarut tali temalinya untuk meneguhkan  kembali  komitmennya mereligiuskan visi religius Partai Golkar yang runtuh terkapar di titik nadir kepalsuan di ruang publik akibat OTT KPK.

Semoga bermanfaat.

KOMENTAR