Neraca Politik Paket DMS - KH. Satori

Johanes

Wednesday, 15-01-2020 | 09:22 am

MDN
Wakil Sekretaris PWNU Jawa Barat, Adlan Daie

Oleh. : Adlan Daie
Wakil Sekretaris PWNU Jawa Barat

Indramayu, Inako


Tampilan foto berdua Daniel Muttaqin Safiuddin (DMS)- KH. Satori dengan pose kepalan tangan bersatu di halaman depan koran "Kreator Jabar" edisi 13 Januari 2020 memunculkan ragam tafsir politik di ruang publik, bahkan sejumlah pihak berpandangan inilah paket pasangan calon yang akan diusung partai Golkar dalam kontestasi Pilkada Indramayu 2020. Sebuah kemungkinan paket pasangan yang dapat kita letakkan dalam neraca politik untuk membaca baik keseimbangan power sharing-nya  peluang dan tantangannya.

Paket pasangan ini tidak tepat disebut komposisi nasionalis (abangan) santri sebagaimana konstruksi kategori Cliffort Gezt dalam bukunya The Religion Of Java.  DMS dari trah politik kakeknya dari jalur ayah dalam timbangan Dr. Abdul Munir Mulkhan dalam bukunya 'Runtuhnya Politik Santri' lebih tepat dikategorikan dalam rumpun politik santri. Kakeknya, H. Safiuddin adalah inisiator sekaligus ketua pertama Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII) dan ketua ormas Persatuan Umat Islam (PUI) di Indramayu pasca mengakhiri tugasnya sebagai birokrat di Kantor Urusan Agama Provinsi Maluku dan di kantor pusat Jakarta.

Di sisi lain, KH. Satori jelas mewaliki rumpun politik santri. Kiprahnya sebagai Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Indramayu, rekam jejak pendidikannya di pesantren Babakan Ciwaringin, Cirebon, jejak politiknya sebagai mantan anggota fraksi PKB DPRD Indramayu dan kini mengasuh pesantren Al Amin, Wirakanan, Kandanghaur Indramayu adalah representasinya sebagai santri baik dalam timbangan politik Cliffort Getz di atas maupun secara kultural sebagaimana didefinisikan Dr.Zamakhsyari Dhofir dalam bukunya 'Tradisi Pesantren'.

Jika pasangan ini diusung partai Golkar, partai  berpaham doktrin kebangsaan akan merekatkan anasir kebangsaan dan keagamaan bukan saja dalam bentuknya bersifat koalisi melainkan melebur dalam sebuah kerja kepemimpinan politik. Yakni kepemimpinan politik yang tidak dimaknai sekedar representasi, lebih dari itu, politik sebagai jalan mulia dihadirkan sebagai instrument maslahat publik. Inilah makna dari kaidah Tashurruful imam 'ala al roiyah manutun bil maslahah, sebuah kepemimpinan politik terikat ketat dengan tanggungjawabnya untuk maslahat publik.

Diluar kategori politik diatas, paket DMS - KH. Satori secara demografis mewakili unsur tua muda, secara kewilayahan mewakili timur barat Indramayu dan dalam konteks representasi organisasinya paduan ideal politisi dan Ulama. Karena itu kehadiran KH Satori tidak dapat dimaknai hanya melengkapi pasangan calon untuk DMS secara prosedural administratif.  KH.Satori adalah kebutuhan representatif untuk dihadirkan dalam paket pasangan DMS.

Sisi representasi KH Satori, pertama, untuk menjaga psikhologis elektoral wilayah barat Indramayu pasca terjeratnya H.Supendi, tokoh politik Barat dalam OTT KPK dan, kedua, menetralisir arus politik identitas yang menguat akhir-akhir ini bawaan yang tersisa dari kontestasi Pilkada DKI 2017 dan Pillpres 2019. 

Point yang  hendak ditegaskan dalam tulisan ini bahwa KH. Satori adalah takdir politik yang harus diletakkan Partai Golkar di tengah ikhtiar penyelamatannya dari stigma negatif publik akibat korupsi yang menjerat pucuk pimpinannya dengan segala efek hukum lanjutannya. KH. Satori dihadirkan dalam paket pasangan DMS, sekali lagi, bukan pelengkap politik, tapi mewakili variabel bersih, representasi barat Indramayu dan unsur Ulama. Variabel-variabel politik yang hanya dimiliki KH. Satori dalam khazanah tokoh-tokoh Partai Golkar Indramayu saat ini.

Pertanyaan spekulatif  di ruang publik, bagamana jika DMS dengan pertimbangan politik pribadi dan keluarga tidak ideal momentumnya untuk maju dalam kontestasi Pilkada Indramayu 2020? Lalu siapa kandidat yang paling layak diusung Partai Golkar? Tentu sulit merumuskan jawabannya mengingat tokoh-tokoh struktural  Partai Golkar hari ini standar politiiknya biasa-biasa saja, tidak cukup meyakinkan untuk memenangkan kontestasi elektoral dan secara kompetensi ketokohan tidak  memadai menghadapi tantangan dan problem sosial yang dihadapi Indramayu saat ini.

Partai Golkar, pemenang Pemilu 2019 di Indramayu memiliki kewajiban dan tanggungjawab tidak hanya melahirkan seorang bupati terpilih akan tetapi sekaligus terbaik di levelnya dengan kemampuan narasi publik yang menggerakkan dan menginspirasi. Di titik inilah, KH. Satori layak diposisikan sebagai calon bupati dari partai Golkar, kecuali jika jabatan bupati hanya dimaknai urusan gagah-gagahan protokoler dan tidak terkait dengan problem sosial Indramayu.

Semoga bermanfaat.

KOMENTAR