NGO NTFP-EP : Studi Rantai Nilai Sagu dan Kontribusinya Terhadap Pengembangan Sagu Nasional

Jakarta, Inako
Bertempat di PARARA Ethical Store Jakarta Selatan, NGO NTFP-EP yg konsen pada Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) melaksanakan FGD tingkat nasional yang berlangsung pada selasa tanggal 10 Desember 2019.
FGD tersebut dihadiri para pihak kunci terdiri atas Walhi, INOBU, KEHATI, peneliti, media, pemerhati, petani, pelaku usaha, Dewan Ketahanan Nasional dan perwakilan pemerintah terkait di tingkat kabupaten dan pusat.
Kegiatan ini rangkaian sumbang saran dalam rangka memperkaya rekomendasi pengembangan sagu dari hasil riset sebelumnya..Ahli sagu IPB, Prof.Bintoro mengemukakan bahwa sagu kemungkinan akan tinggal nama jika potensi ini tidak dimanfaatkan dengan masifnya alih fungsi lahan sagu.
Melalui perjuangan panjang, kini sagu telah menjadi komoditi pangan strategis nasional setelah dimasukkan ke dalam RPJMN tahun 2020-2024 BAPPENAS. Sehingga peluang untuk mengajukan program pengembangan bagi daerah penghasil sagu terbuka lebar.
Olehnya karena itu, dibutuhkan koordinasi antar daerah penghasil sagu untuk merumuskan agenda strategis berdasarkan karakteristik wilayahnya. Sejalan dengan Otto Ihalauw asal Sorong Selatan menegaskan perlunya regulasi penetapan lahan sagu berkelanjutan.
Disela-sela diskusi, Pembantu Deputi Informasi dan Data Dewan Ketahanan Nasional, Brigjen TNI Dr. Budi Pramono mengemukakan bahwa sagu merupakan cadangan pangan strategis di masa depan yang mampu memenuhi 2 kali lipat kebutuhan pangan dari jumlah penduduk Indonesia saat ini jika dikelola dengan baik.
Lebih lanjut, Eni Darianti asal BB Biogen mengemukakan bahwa potensi genetik sagu perlu dieksplorasi sebagai upaya menjaga kekayaan plasma nutfah sagu.
Berkembangnya bioteknologi memungkinkan untuk menghasilkan produk turunan bernilai tinggi dalam bidang farmasi, kosmetik dan pangan fungsional.
Pemerhati sagu, Saptarining Wulan menekankan bahwa produk olahan sagu seperti beras analog, mie dan gula dapat meningkatkan nilai ekonomi sagu. Melalui subtitusi tepung sagu untuk pangan yang berasal dari tepung gandum yang selama ini diimpor dapat dikurangi, sehingga dapat meningkatkan penyerapan sagu dalam negeri dan menghemat devisa negera.
Penikmat kuliner sagu asal Sulawesi Selatan, Masluki yang hadir sebagai pemantik diskusi mengemukakan pentingnya menyusun agenda strategis pengembangan sagu secara nasional karena masih timpangnya realisasi hasil riset antara daerah satu dengan yang lainnya. Adobsi dan inovasi teknologi tepat guna dan ramah lingkungan dapat menjadi solusi.
Demikian pula Gusti Randy Pratama selaku peneliti rantai nilai sagu studi kasus di Kab.Kepulauan Meranti dan Sorong Selatan menguraikan masih banyaknya problem mendasar yang menjadi tantangan dalam meningkatkan nilai tambah sagu..Minimnya infrastruktur dasar seperti jalan, gudang, listrik dan air bersih menyebabkan biaya pengolahan sagu membengkak, bahkan umumnya dijual dalam bentuk tual maupun sagu basah yang harganya relatif murah jika dibandingkan dengan pati kering maupun produk olahan.
TAG#SAGU, #RUMAH TANI, #MAKANAN TRADISIONAL
198733289
KOMENTAR