Nina, Kritik Ketua Nasdem, dan Ketidakpuasan Publik

Oleh: H. Adlan Daie [Pemerhati politik dan sosial keagamaan]
Minimal ada tiga bentuk kritik terhadap Nina Dai Bahtiar, Bupati Indramayu dalam dinamika politik Indramayu periode satu bulan terakhir.
Dalam teori sosiologi politik Jurgen Habermas, bentuk bentuk kritik kepada Nina harus dikelola secara demokratis agar rakyat tidak mudah "menghukumnya" untuk tidak memilihnya kembali dalam pilkada 2024.
Tiga varian bentuk kritik terhadap Nina tersebut, yaitu:
Pertama, kritik tegas dan lugas dari H. Husen ibrohim, ketua DPD Nasdem Indramayu terhadap Nina, bupati Indramayu dalam sambutannya meresmikan kampung Nasdem di Patrol Indramayu (Ring satu, 4 juli 2022).
Kritik H. Husen Ibrohim khas politisi berlatar belakang pengacara, cenderung "ganas", tidak basa basi dan tidak "plintat plintut" umumnya politisi flamboyan bermindset "pokir".
"Pemimpin seperti Nina Agustina jangan berharap akan terpilih kembali sebagai bupati Indramayu pada pilkada 2024", ujar H. Husen Ibrohim dalam sambutannya.
Ini bukan sekedar nada "ringtone" kecewa terhadap Nina yang didukungnya pada pilkada 2020 lalu, lebih dari itu, dalam konteks sebagai ketua Nasdem, pemegang salah satu gerbong politik, ini sebuah "ancaman" gerakan politik sipil yang tidak main main.
Baca juga
PDIP Siapkan 4 Nama Jadi Menteri PAN-RB
Kedua, bersamaan dengan kririk keras dan lugas H. Husen Ibrohim di atas beredar luas dan berantai di media sosial "polling" dengan pertanyaan tunggal: "apakah anda puas terhadap kinerja pemerintah Indramayu?"
Hasil polling di atas per tanggal 5 juli 2022 (pukul 10. 00 Wib) dengan jumlan 600 "vote" nitizen , 88, 3 % menyatakan "tidak puas", 6,3% menjawab "puas" dan sisanya "tidak menjawab".
Penulis sangat mengerti metode "polling" bukanlah methode "kredibel" untuk mengukur survey opini publik baik dari sisi methodologi maupun "pilihan acak sampling respondennya.
Akan tetapi dalam teori "psyikhologi massa" Prof. Sarlito, lungkapan lketidakpuasan publik di media (dulu lewat surat pembaca "koran") adalah ungkapan melampaui "ambang batas" kejengkelan publik atas pemimpinnya.
Dalam tradisi demokrasi "ambang batas" kejengkelan publik sulit dihentikan "kawat kawat" politik berduri.
Baca juga
Menteri Minta Perguruan Tinggi Cetak Entrepreneur Tangguh Inovatif
Ketiga, jika benar Nina menelpon seorang wartawan hanya karena mengutip kritik seorang Akademisi, Dosen UNJ, Ubaidilah Badrun yang tidak setuju dengan kebijakan Nina bagi bagi motor untuk 317 kepala desa dibanding untuk subdisi pupuk petani (Tjimanoek. Com. 19 Juni 2022) cara Nina tersebut tidak tepat, jauh dari janji kampanye nya untuk hadir sebagai "pemimpin bukan penguasa".
Pemimpin dengan tampilan sebagai "penguasa" bukan sekedar tidak sesuai "fitrah" demokrasi, lebih dari itu, dalam konteks kritik di atas pilihannya hanya pertama rakyat makin "memuntahkan" ketidak puasannya dan kedua ujungnya seperti kata H. Husen Ibrohim di atas rakyat "menghukumnya" tidak akan memilih kembali 2024.
Karena itu, Nina harus memiliki "kouta" kesabaran politik mengelola kritik rakyat, tidak mudah marah marah. Inilah resiko pemimpin dipilih secara demokratis.
Salah satu sifatnya dalam diksi agama adalah "tabligh", yakni kemampuan komunikasi, senang bertransaksi gagasan, piawai sharing dan loby pikiran untuk solusi maslahat publik.
Baca juga
Pemerintah Harus Perkuat Edukasi Publik terkait PeduliLindungi
Pertanyaannya secara retoris dalam tulisan singkat ini apakah tiga varian kritik di atas hanyalah "gimmiek" politik ataui gestur politik seperti umumnya manuver para politisi mudah layu sebelum berkembang sebagaimana layunya aksi politik "interpelasi" DPRD?
Waktulah kelak akan menjawabnya peradaban politik apa kelak yang akan diwariskan para politisi hari ini apakah jejak digital "selfi selfinya" atau "legacy" kemanusiaan yang adil dan beradab.
Di tangan para politisilah kata Lord Action, poliitisi moralis Inggris abad 19, politik bisa menjadi jalan mulia bagi perabadan atau justru kemuliaan politik ditindih nafsu kolektif para politisi.
Wallahu a"lamu bish showab!!!
TAG#politisi moralis, #husen ibrohim, #nina dai bahtiar, #bupati indramayu
198743645

KOMENTAR