Novel Baswedan jadilah Negarawan

Ichsan

Thursday, 27-05-2021 | 07:30 am

MDN

Oleh: Muhammad Sutisna (Pemuda Indonesia)


Polemik mengenai alih status pegawai KPK menjadi ASN yang tidak ada ujungnya membuat saya menjadi geram. Karena lagi lagi ada pihak yang mencoba berlindungi dari nama besar KPK untuk melakukan playing victim, seakan-akan dirinya selalu menjadi korban, dan dalam hal ini selalu menuding pemerintah sebagai pelakunya. 

Padahal test wawasan kebangsaan yang hari ini menjadi pro kontra sebenarnya sudah sesuai dengan prosedur yang berlaku dan sudah dilindungi oleh payung hukum yang berlaku. Dimana dalam salah satu point  Undang-Undang  KPK Nomor 19 Tahun 2019, mewajibkan para pegawai KPK harus menyandang status Aparatur Sipil Negara (ASN) sebagai langkah untuk melakukan reformasi birokrasi yang modern.  Pelaksanaan test tersebut bekerjasama dengan BKN RI yang sudah sesuai dengan  Pasal 5 AYAT 4 Perkom KPK Nomor 1 tahun 2021 tentang tata cara pengalihan pegawai KPK menjadi Aparatur Sipil Negara. Dan salah satu  proses asesmennya adalah test wawasan kebangsaan yang dilakukan oleh para asesor.


Namun hal tersebut menimbulkan kegaduhan yang luar biasa dipublik, akibat dari tidak lolosnya 75 pegawai KPK dalam test wawasan kebangsaan. Lalu mereka melakukan playing victim dengan menganggap bahwa hadirnya test sebagai upaya untuk mematikan lembaga pemberantasan korupsi di Indonesia, dan membangun narasi seolah-olah KPK dilemahkan.  

Padahal ada 1351 Pegawai KPK yang mengikuti test tersebut, dan semuanya menjalani sesuai dengan prosedur. Dan yang namanya sebuah ujian saring masuk pasti tidak semuanya yang lolos. Sungguh logika yang tidak masuk akal, ketika dirinya tidak lolos malah menyalahkan pihak lain. 

Sebagai contoh ketika kita hendak masuk tempat kerja maupun melanjutkan studi kita akan melewati berbagai rangkaian test, dan sebelum melewati ujian tersebut. Akan mempersiapkan diri seperti belajar dengan tekun, mempelajari soal-soal yang kiranya akan kita hadapi pada test tersebut, dengan harapan bisa lolos. Namun ketika tidak lolos, pastinya yang harus di evaluasi adalah diri sendiri. Atau karena mungkin kurang persiapan, dan hal sebagainya.  Bukan malah menyalahkan panitia yang melaksanakan ujian tersebut, bahkan menudingnya sengaja tidak meloloskan kita. 

Kekisruhan KPK yang saat ini terjadi bukan hanya sekali dua kali saja, dan dilakukan oleh oknum yang sama pula. Dengan mengatasnamakan Wadah Pegawai KPK yang merasa posisinya suci dan lebih tinggi dari pimpinan KPK itu sendiri. seperti yang dilakukan oleh ratusan pegawai KPK pada 2019 yang menolak adanya revisi UU KPK, dengan membawa narasi yang sama, jangan sampai KPK dilemahkan. Akibat dari adanya penambahan Dewan Pengawas KPK yang dianggap sebagai upaya pelemahan tersebut dengan membatasi gerak dan kinerja dari KPK itu sendiri.  Padahal revisi UU tersebut bagian dari ikhtiar pemerintah untuk meningkatkan peran KPK agar lebih kuat secara organisasi. 

Karena bila merujuk pada ketentuan Konvensi United Nations Convention Against Corruption (UNCAC) 2003, Pada  Pasal 6 Konvensi tersebut menjelaskan bahwa negara dapat membentuk  badan yang dapat dimaknai sebagai kelembagaan dalam organ pemberantasan korupsi sesuai yang diperlukan. 

Sehingga Penambahan Dewan Pengawas pada organ pemberantasan korupsi secara yuridis dinilai tidak  bertentangan dengan kaidah hukum antikorupsi. Sebagai upaya untuk menciptakan sebuah pola check and balances di tubuh KPK. Karena tanpa adanya badan ini, kekuasaan KPK berpotensi menjadi absolut. Dan dalam negara demokrasi tidak ada yang namanya kekuasaan absolut, serta lembaga manapun baik dari eksekutif, legislative, hingga yudikatif memiliki tugas dan fungsinya masing masing. Karena KPK merupakan lembaga yang berdiri di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang menjunjung tinggi nilai – nilai demokrasi.


Hadirnya UU KPK yang baru saat ini sebenarnya juga berperan untuk mencegah pihak-pihak yang selama ini menunggangi KPK untuk dijadikan tameng dengan tujuan tertentu. Karena selama ini narasi yang dibangun adalah KPK selalu memiliki narasi tunggal dan tidak boleh ada yang membantah sedikitpun. Dan terkesan posisinya lebih tinggi dari negara. Dan yang menjadi kecurigaan bagi saya adalah kenapa para pegawai KPK yang tidak lolos test begitu ngotot dan memiliki narasi tunggal yang menurutnya dia sendiri yang merasa paling benar. Dengan menyampingkan narasi lainnya. Bahkan selalu berusaha mendominasi lembaga anti rasuah ini, menjadi kerajaan miliknya. 


Seperti apa yang diungkapkan oleh Jim Sidanius dalam bukunya yang berjudul Social Dominance Theory and The Dynamic of Intergroup Relation terkait teori dominasi sosial  yang menjelaskan bawa dalam setiap kelompok sosial yang luas, selalu terbentuk struktur hirarki  dimana terdapat individu dominan yang berada di tingkat hirarki. Sehingga manusia memiliki kecenderungan membentuk hirarki berdasarkan kelompok sosial dimana setidaknya terdapat satu kelompok yang menikmati status sosial yang lebih tinggi dan kekuatan yang lebih besar dibanding kelompok lain. Dan lahirnya Wadah Pegawai KPK yang menghasilkan individu dominan  yang bernama Novel Baswedan menjawab theori tersebut. Sehingga sangat wajar bila kelompok wadah pegawai ini selalu memiliki narasi tunggal yang selalu membenarkan tiap gerak dan kinerjanya. 


Oleh karena itu penting dilakukannya alih status pegawai KPK sebagai Aparatur Sipil Negara untuk meminimalisir dominasi dan narasi tunggal tersebut. agar KPK saat ini betul betul bisa fokus bekerja mengatasi berbagai macam persoalan serta kasus korupsi di Indonesia. Dan sampai saat ini KPK pun mash tetap eksis sesuai dengan tugas dan fungsinya. Tidak terbukti lemah, sekaligus membantah para pihak yang mensinyalir ketika adanya revisi UU KPK, sepak terjangnya akan meredup. 


Dan bagi para pegawai yang tidak lolos dalam test tersebut. Sudah saatnya bersikap negarawan dan menghentikan segala kekisruhan yang terjadi dengan tidak melakukan playing victim secara terus-menerus. Khususnya kepada Novel Baswedan yang seharusnya bersikap Negarawan agar bisa menyudahi segala kekisruhan ini. 

Karena Presiden Joko Widodo juga sudah memberikan solusi agar kekisruhan ini tidak terus berlanjut. Karena tentunya akan menganggu kinerja KPK itu sendiri. (*)

TAG#Opini, #Novel Baswedan

190215793

KOMENTAR