OJK Batasi Investor Koleksi Saham IPO

Sifi Masdi

Saturday, 24-11-2018 | 08:34 am

MDN
Gedung OJK [ist]

Jakarta, Inako

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berniat membatasi jumlah pemesanan penawaran umum perdana (initial public offering/IPO) saham ritel secara elektronik maksimal Rp 100 juta. 

Rencana tersebut tertuang di dalam draf Peraturan OJK tentang Penerapan Pelaksanaan Penawaran Awal, Penawaran, Penjatahan, dan Distribusi Efek Bersifat Ekuitas Berupa Saham Secara Elektronik. 

Saat ini, draft aturan tersebut masih menunggu masukan dari pelaku pasar.  Dalam aturan itu disebutkan definisi investor ritel adalah pihak yang menyampaikan pesanan atas efekyang ditawarkan dengan nilai pesanan paling tinggi Rp 100 juta. 

Selain itu, OJK juga berniat mewajibkan penggunaan aturan elektronik tersebut bagi penawaran umum saham mulai 2020, setelah sebelumnya sudah boleh dimanfaatkan sepanjang 2019.

Berdasarkan aturan yang masih berlaku saat ini dan dalam praktiknya di pasar, pemesanan IPO saham oleh investor ritel dan institusi tidak dibedakan dan jumlah maksimalnya tidak dibatasi. 

Bookbuilding dan Pooling

Periode pemesanan IPO saham saat ini terbagi menjadi dua bagian, yaitu masa penawaran awal (bookbuilding) yang juga dinamakan "penjatahan pasti", serta masa penawaran (pooling) yang juga dinamakan "penjatahan terpusat". 

Aturan saat ini memungkinkan investor ritel memesan pada saat bookbuilding, tetapi draft aturan tersebut berniat membuat penjatahan bagi investor ritel hanya dapat dilakukan pada masa pooling (penjatahan terpusat). 

Draft aturan tersebut juga berniat membuat investor ritel dipastikan mendapatkan jatah minimal sepertiga dari total penjatahan terpusat, yang besaran penjatahan terpusatnya tergantung dari golongan yang sudah disekat-sekat dalam aturan ini. 

Porsi sepertiga itu berasal dari klausul "Alokasi Efek untuk Penjatahan Terpusat sebagaimana dimaksudpada angka 1 dan 2 dialokasikan untuk Penjatahan Terpusat Ritel dan selain Penjatahan Terpusat Ritel dengan perbandingan 1:2 (satu dibanding dua)," dalam draft. 

Draft itu juga menyebutkan golongan IPO disekat menjadi lima, dengan golongan I untuk IPO di bawah Rp 100 miliar, di mana diatur batasan minimal penjatahan terpusat adalah 15%, sehingga penjatahan terpusat investor ritel adalah sepertiga dari 15% tersebut yaitu 5% dari nilai IPO Rp 100 miliar tadi. 

Golongan tertinggi adalah IV dengan nilai IPO di atas Rp 1 triliun, di mana minimal penjatahan terpusat adalah 2,5% atau Rp 50 miliar. 

Simulasi Penjatahan Terpusat Ritel

Dengan jumlah tersebut, maka porsi penjatahan terpusat bagi investor ritel hanya Rp 16,67 miliar (sepertiga dari Rp 50 miliar), atau 2,5% x Rp X triliun dibagi 3.  

Dengan demikian, draft aturan tersebut sudah menegaskan adanya minimal porsi investor ritel dalam setiap penjatahan, dibandingkan selama ini yang sama sekali tidak diatur.

Namun, belum jelas definisi penawaran umum saham elektronik tersebut akan menghilangkan mekanisme manual bagi nasabah ritel dan institusi yang masih berjalan saat ini. 

Selain itu, tidak dijelaskan mekanisme pemesanan efek saham dalam IPO bagi investor ritel yang nasabah yang ingin memesan lebih dari Rp 100 juta.  

Berdasarkan aturan yang masih berlaku saat ini dan dalam praktiknya di pasar, pemesanan IPO saham oleh investor ritel dan institusi tidak dibedakan dan jumlah maksimalnya tidak dibatasi.

TAG#OJK, #IPO, #Bursa Efek, #Investor, #Saham

163507258

KOMENTAR