Orba Gunakan Cap “Setan Gundul” untuk Pembangkang Pemerintah

Sifi Masdi

Tuesday, 07-05-2019 | 18:18 pm

MDN
Ilustrasi Setan Gundul [ist]

Jakarta, Inako

Frasa 'setan gundul' ternyata tak hanya muncul di dunia perpolitikan baru-baru ini saja. Julukan 'setan gundul' ini juga sempat muncul pada zaman Orde Baru (Orba). Ketika itu, Presiden Soeharto memakai cap 'setan gundul' untuk membungkam kelompok yang membangkang pemerintah. 

Semuanya bermula dari upaya Orba untuk menggembosi Partai Demokrasi Indonesia (PDI). PDI yang pada saat itu dipimpin oleh Megawati Soekarno Putri, termasuk partai yang dibenci oleh pemerintah Orba. Pasalnya, partai yang dipimpin puteri kandung Soekarno ini merupakan partai pesaing terberat dari Partai Golongan Karya (Golkar) yang lahir di era Orba. PDI dipandang sebagai partai yang bisa meraup suara kaum 'wong cilik'.

Oleh karena itu, pemerintah Orba pun mengatur siasat dengan menciptakan dualisme kepimimpinan pada tubuh PDI. Berdasarkan konggres yang digelar 20 hingga 23 Juni 1996 di Medan, Soerjadi terpilih menjadi Ketua Umum PDI. Soerjadi sendiri, merupakan Ketum PDI yang mendapat dukungan Orba. Padahal pada tahun tersebut Megawati masih menjabat sebagai Ketum. 

Lantas, dualisme kepimpinan dalam tubuh PDI ini berlanjut menjadi konflik antar pendukung ketum pada tahun 1996. Kejadian itu terjadi tepatnya pada 27 Juli 1996 atau dikenal sebagai peristiwa Kudatuli yang merupakan akronim dari tanggal kerusuhan. Para pendukung tiap ketum saling bentrok di kantor DPP PDI, Jalan Diponegoro 58, Menteng, Jakarta. 

Karena bentrokan semakin massif, efek kerusuhan meluas di beberapa kawasan di Jakarta, seperti di Salemba dan Kramat. Akibatnya beberapa kendaraan dan gedung di sekitar wilayah tersebut terbakar karena aksi kerusuhan. Akhirnya, pemerintah Orba menuding ada kelompok tertentu yang mendalangi peristiwa kerusuhan tersebut. 

Kemudian, kelompok itu mendapat cap 'setan gundul' dari pemerintah Orba. Diketahui, kelompok tersebut adalah Partai Rakyat Demokratik (PRD) yang dipimpin oleh Budiman Sudjatmiko. Budiman sendiri langsung ditangkap dan divonis 13 tahun penjara akibat kerusuhan ini. Beberapa teman aktivis PRD yang lain, seperti Coen Hasan Pontoh juga ikut dipenjara. 

Soal cap 'setan gundul' ini Coen menceritakan asal muasalnya dalam buku berjudul 'Jurnalisme Sastrawi' (2008). Dia menyebut, bahwa tuduhan itu merupakan siasat Orba untuk mencari kambing hitam dalam peristiwa Kudatuli. 

"Pemerintah Orde Baru mencari kambing hitam. Propaganda hitam pun ditebar ke seluruh penjuru angin, bahwa kerusuhan itu disebabkan 'perilaku setan gundul' atau 'organisasi tanpa bentuk' atau Partai Rakyat Demokratik tempat saya ada di dalamnya," tulis Coen. 

Selain itu, asal cap 'setan gundul' ini dijelaskan dalam buku 'Kemelut PDI di layar televisi: survei pemberitaan PDI di lima stasiun TV (1997) yang diterbitkan'oleh Institut Studi Arus Informasi. Disebutkan dalam buku itu, dalam versi Soerjadi, Soeharto menyatakan bahwa ada setan gundul yang membonceng kericuhan dalam tubuh PDI. Tuduhan tersebut disematkan kepada organisasi Majelis Rakyat Indonesia (MARI) yang menaungi sejumlah kelompok aktivis, mahasiswa dan buruh pro demokrasi, yang terlibat Prahara Kudatuli.

Sebelumnya, frasa 'setan gundul' jadi perbincangan hangat usai disebut-sebut oleh sejumlah politikus Indonesia. Cap 'setan gundul' ini ditempelkan kepada kelompok yang ingin merecoki kondisi perpolitikan Indonesia pascapilpres 2019.

Setidaknya, politikus Partai Demokrat, Andi Arief menyebut bahwa ada kelompok 'setan gundul' yang sudah membisiki capres 02 Prabowo Subianto soal kemenangan 62 persen. Menurutnya, setan gundul inilah yang mengacaukan hubungan tiap partai dalam Koaliasi Adil Makmur.

"Dalam Koalisi Adil Makmur ada Gerindra, Demokrat, PKS, PAN, Berkarya, dan rakyat. Dalam perjalanannya muncul elemen setan gundul yang tidak rasional, mendominasi dan cilakanya Pak Prabowo mensubordinasikan dirinya. Setan gundul ini yang memasok kesesatan menang 62 persen," kata Andi Arief, yang juga mantan aktivis Solidaritas Mahasiswa Indonesia untuk Demokrasi (SMID) yang berafiliasi dengan PRD, Senin (6/5/2019).

Pada hari yang sama, Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah turut melontarkan frasa 'setan gundul'. Menurutnya, setan gundul ingin merampas hak kebebasan berpendapat di Indonesia. 

"Itu tadi, setan gundul yang ingin merampas kebebasan media, ingin merampas kebebasan orang berbicara, itu setan gundul itu," kata Fahri yang juga mantan aktivis mahsiswa Islam era 90an, di Istana Negara, Jakarta, Senin (6/5/2019).

 

 

KOMENTAR