Organisasi Perempuan Desak DPR untuk Sahkan RUU P-KS

Sifi Masdi

Thursday, 28-03-2019 | 23:35 pm

MDN
Dari ki-ka: Ratna Batara Munti, Vitria Lazzarini, Badriyah Fayumi, moderator, Rahayu Saraswati Djojohadikusumo, Dio Ashar Wicaksana, Asfinawati, nara sumber dalam Diskusi Publik RUU P-KS, Gedung DPR, Jakarta, Kamis (28/3/2019) [inakoran.com]

Jakarta, Inako

RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (P-KS) masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) sejak 2015  dan bahkan saat ini draf sudah ada di Badan Legislatif (Baleg). Namun pembahasannya selalu ditunda sampai hampir berakhir masa bakti anggota DPR RI saat ini belum juga disahkan.

Hal ini diungkapkan dalam diskusi publik   dengan tema “Tantangan Mewujudkan Masyarakat Indonesia Tanpa Kekerasan: Mencari Solusi dalam RUU Penghapusan Kekerasan Seksual” di Kompleks MPR/DPR RI, Senayan, Jakarta, Kamis (28/3/2019). Diskusi ini didukung oleh Jaringan Kerja Prolegnas Pro Perempuan (JKP3), Kalyanamitra, KPPRI (Kaukus Perempuan Parlemen RI), KPPI (Kaukus Perempuan Politik Indonesia), dan MPI (Maju Perempuan Indonesia).

Diskusi ini menghadirkan sejumlah pembicara, antara lain, Ratna Batara Munti dari Asosiasi LBH APIK Indonesia/Kord JKP3, Rahayu Saraswati Djojohadikusumo (KPPRI/Panja Komisi VIII DPR RI), Dio Ashar Wicaksana (Ketua Harian MAPPI – Fakultas Hukum, Universitas Indonesia), Vitria Lazzarini (Psikolog dan Angggota JKP3), Badriyah Fayumi (Ketua KUPI), dan Asfinawati (Ketua YLBHI). Ikut hadir dalam diskusi ini adalah caleg dari PDIP, Golkar, Gerindra, PKPI, dan PSI.

Menurut Rena Herdiyani, Wakil Ketua Bidang Keorganisasian Kalyanamitra, desakan untuk mengesahkan RUU P-KS ini karena angka kekerasan seksual dari tahun ke tahun semakin tinggi. Misalnya, menurut Catatan Tahunan Komnas Perempuan  2018,  pada tahun 2017 terdapat 5.649 kasus kekerasan seksual. Ini berarti setiap hari ada 15 orang perempuan  mengalami kekerasan seksual di ranah privat atau publik. Dan data tersebut belum termasuk kasus yang tidak dilaporkan. Karena itu, Rena mendesak DPR periode ini untuk segera mengesahkan RUU P-KS ini.

“RUU  Penghapusan Kekerasan Seksual harus disahkan di periode ini. Kalau harus menunggu periode berikutnya pasti pembahasannya akan lebih lama lagi dengan anggota legislatif yang baru,” ujar Rena dalam keterangan persnya, di Kompleks MPR/DPR, Kamis (28/3/2019).

Hal senada juga diungkapkan oleh Ratna Batara Munti, Koordinator Jaringan Kerja Prolegnas Pro Perempuan (JKP3). Ia mendorong kelompok masyarakat termasuk para calon legislatif yang bertarung di Pemilu 2019 ini untuk mengkampanyekan urgensi pengesahan RUU P-KS ini.

Menurut Ratna, terdapat tujuh terobosan hukum yang menjadi agenda prioritas yang perlu dikawal dalam advokasi RUU P-KS, antara lain: 9 bentuk kekerasan seksual yang belum tertampung dalam aturan UU yang ada, prinsip kewajiban negara untuk pemenuhan hak-hak korban, sistem pembuktian yang responsif gender, penanganan satu atap, juga perubahan mindset masyarakat agar tidak mudah memberi stigma terhadap korban termasuk mindset aparat penegak hukumnya.

“Kami mengajak masyarakat untuk turut mengkampanyekan pentingnya terobosan hukum ini dan bergerak bersama menagih komitmen anggota DPR untuk mengesahkannya demi menyelamatkan hidup perempuan-perempuan Indonesa,” kata Ratna

Simak juga video berikut terkait kekerasan seksual jangan lupa "klik Subscribe" agar selalu terhubung dengan info menarik lainnya.

KOMENTAR