Pakar Nilai Petitum Gugatan Prabowo-Sandi Tidak Lazim dalam PHPU

Jakarta, Inako
Pakar hukum tata negara Bivitri Susanti mengkritisi 15 poin petitum yang masuk dalam permohonan sengketa pilpres 2019 pasangan capres dan cawapres nomor urut 02 Prabowo-Sandiaga.
Bivitri bertanya-tanya apakah petitum ini benar-benar disusun oleh tim hukum atau oleh Prabowo-Sandiaga sebagai pemohon principal.
"Muncul pertanyaan di benak saya, apakah gagasan-gagasan terobosan ini dari tim kuasa hukum atau permintaan pemohon principal? Karena seakan-akan bukan dibikin oleh orang hukum," ujar Bivitri dalam sebuah diskusi di Jalan Wahid Hasyim, Jakarta Pusat, Minggu (16/6/2019).
Misalnya, isi petitum yang meminta Mahkamah Konstitusi mendiskualifikasi pasangan calon Jokowi-Ma'ruf. Bivitri mengatakan, permintaan diskualifikasi tidak lazim masuk dalam Permohonan Hasil Pemilihan Umum (PHPU).
Petitum yang tidak lazim berikutnya adalah dengan meminta Hakim Konstitusi untuk memberhentikan komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU). Sementara di sisi lain, tim hukum Prabowo-Sandiaga juga meminta ada pemungutan suara ulang.
"Pemungutan suara ulangnya lazim sekali diletakkan dalam petitum. Tetapi yang tidak lazim, dia minta ganti dulu anggota KPU," ujar Bivitri.
Baca juga: Prabowo-Sandi Minta Pemilu Ulang di 12 Provinsi, Mayoritas Lumbung Suara Jokowi-Maruf
Direktur Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Universitas Andalas Feri Amsari juga menyampaikan hal yang sama. Feri mengatakan, berbahaya jika MK langsung mengabulkan petitum itu keesokan harinya.
"Petitiumnya meminta ada PSU (pemungutan suara ulang) dan minta komisioner KPU diberhentikan. Pertanyaan saya kalau komisioner dihentikan, siapa yang akan menyelenggarakan PSU? Kalau dikabulkan besok pagi, berat itu," kata Feri.
TAG#Sengketa Pilpres, #Gugatan, # Mahkamah Konstitusi, #Prabowo-Sandi
190232202
KOMENTAR