PCNU & Proyeksi Peta Pilkada Indramayu 2020

Johanes

Friday, 15-11-2019 | 00:00 am

MDN
Wakil Sekretaris PWNU Jawa Barat, Adlan Daie

Oleh. : Adlan Daie

Wakil Sekretaris PWNU Jawa Barat.

Indramayu, Inako

Pilkada Indramayu  tahun 2015, diikuti dua pasangan calon yaitu pasangan Hj Ana Shopanah - H Supendi (ANDI) yang diusung partai Demokrat, Gerindra dan PKS serta di back up jaringan partai Golkar.  Pasangan Toto Sucartono-Rasta Wiguna (TORA) diusung koalisi PDI Perjuangan, PKB dan Nasdem. Hasilnya, berdasarkan basis data resmi KPU Indramayu  pasangan ANDI  meraih prosentase  angka  elektoral sebesar 55,95% dan pasangan TORA  sebesar  44,05%, selisih tingkat kemenangan ANDI sebesar 11,91%. Dari sisi angka elektoral pasangan ANDI meraih 452277 suara, pasangan TORA meraih  356040 suara, selisih keunggulan elektoral pasangan ANDI sebesar 96237 suara.

Pemetaan dari sudut jumlah daftar pemilih tetap (DPT) Pilkada Indramayu tahun 2015 sebesar 1386605 pemilih dengan jumlah partisipasinya sebesar 840291 pemilih,yakni 59,73%, akumulasi dari  prosentase partisipasi pemilih laki-laki sebear 57% dan pemilih perempuan 61%. Sementara pemilih yang tidak berpartisipasi menggunakan hak pilihnya sebesar 38% dari jumlah daftar pemilih tetap (DPT), yakni 558437 pemilih, di atas angka elekroral perolehan pasangan ANDI.

Memang sulit membedah "kedalaman" data-data  elektoral di atas kecuali dengan methode  survey  "exit poll" saat hari "H" pencoblosan untuk memgetahui besaran prosentase "motif" dan dorongan "dipilih" dan "tidak dipilihnya" kedua pasangan diatas dari sisi  "effect"  figur pasangannya, programnya, partai pengusungnya, branding isunya, jalinan kekerabatannya, soliditas jaringan tim suksesnya, tekanan politiknya, tingkat "rasa senang" dan level "kebosanannya"

Rendahnya antusiasme partisipasi pemilihnya hingga melampaui angka elektoral pasangan pemenang juga tidak dapat disimpulkan apakah "kegagalan" KPU Indramayu dalam massifikasi sosialisasinya ataukah menandai bahwa rakyat Indramayu "ogah", tidak merasa berkepentingan dengan Pilkada dan dipandang tidak terkait dengan hajat hidup dan kepentingan sosial ekonomi sehari-hari mereka.

Dengan "mencoba" menyandingkan data elektoral Pilkada Indramayu tahun 2015 diatas dengan data Badan Pusat Statistik (BPS) Indramayu tahun yang sama, tahun 2015, penulis sedikit menemukan gambaran sosiologis peta elektoral kedua pasangan diatas. Misalnya, kecamatan-kecamatan yang dimenamgkan pasangan ANDI secara demografis "disumbang" dari rumpun "pemilih pertanian" dengan lahan garapan sawah yang relatif luas. Sebaliknya, kecamatan-kecamatan di mana pasangan ANDI kalah (dimenangkan pasangan TORA) relatif kecil jumlah rumpun pekerja pertanian dan lahan sawah garapannya. 

Variabel-variabel lain akan diuraikan lebih detail dalam tulisan secara khusus untuk menggambarkan 'benang merah"  elektoral kedua pasangan di atas melalui pendekatan tingkat IPM, jumlah tempat-tempat ibadah, majelis taklim, jumlah pengangguran, jumlah angkatan kerja berpendidikan dan lain-lain  di level tingkat kecamatan.

Dari peta demografis elektoral itulah  kerangka proyeksi   peta elektoral Pilkada Indramayu tahun 2020 dapat dikonstruksikan secara demogratis dengan menginjeksikan konten baru "kasus OTT" Bupati Indramayu dalam update riset opini publik untuk deteksi dini bukan saja peta potensi elektoralnya melainkan problem-problem yang dihadapi masyarkatnya, tentu kelak menjadi tanggungjawab pemimpin terpilih dalam  mendesain program solusinya.

Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Indramayu sebagai organisasi keagamaan dan sosial kemasyrakatan ('jam'iyah diniyah wal ijtimaiyah") sisi "sosial kemasyarakatan" nya harus mampu meletakkan diri sebagai  "agent social change',  pelopor gerakan masyarakat sipil untuk perubahan sosial agar pilkada Indramayu 2020 tidak sekedar berjalan "LUBER"  (langsung, umum, bebas, rahasia) akan tetapi  memastikan berlangsung secara  jujur dan adil (Jurdil) hingga suara rakyat benar benar "suara Tuhan", bukan "suara oligarkhi' politik.

PCNU Indramayu harus memulai langkahnya dengan melalukan survey non partisan untuk peta penggalangan gerakan masyarakat sipil mulai jaringan mahasiswa petani, nelayan dan lain lain hingga pendidikan "pemantau" di level Tempat Pemungutan Suara (TPS)  berbasis aplikasi "smart phone"  dalam kerangka menjaga kemuliaan "suara" pilihan rakyat untuk selanjutnya bertransformasi menjadi perubahan model kehadiran "pemerintah" pada rakyatnya sebagai pelayan publik. 

Misalnya, Jika layanan jasa swasta semacam JNT, JNE dan TIKI saja mampu memberikan "layanan prima" kepada masyarakat hanya dengan cukup menunggu di rumah,   bagaimana mungkin pemerintah yang memiliki segala instrument dan SDM masih saja "memaksa" rakyatnya "bersusah payah" sekedar urusan KTP, KK dan layanan dasar lainnya? Di sinilah PCNU harus aktif mengingatkan bahwa tugas utama pemimpin adalah "tashorruful imam 'ala al roiyah manutun bi maslahah", yakni memudahkan maslahat bagi rakyat yang dipimpinnya.

TAG#Indramayu, #Pilkada, #PCNU

190232382

KOMENTAR