Peduli pada Korban, PSI Sampaikan Empat Usulan untuk RUU TPKS

Timoteus Duang

Saturday, 02-04-2022 | 16:13 pm

MDN
Partai Solidaritas Indonesia (PSI) sampaikan empat usulan terkait RUU TPKS

 

Jakarta, Inako

Partai Solidaritas Indonesia (PSI) menyampaikan empat usulan untuk ditambahkan dalam draft Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) yang sedang dibahas di DPR.

Usulan itu disampaikan setelah PSI mendalami dengan saksama draft tersebut. Tujuannya agar RUU TPKS benar-benar berpihak pada korban.

Adapun empat usulan yang disampaikan PSI tersebut ialah, pertama terkait jenis tindak pidana kekerasan seksual.

PSI mengusulkan agar RUU TPKS mengatur tindak pidana: (i) perkosaan; (ii) eksploitasi seksual; (iii) pemaksaan perkawinan, termasuk pemaksaan perkawinan terhadap korban dengan alasan menutup aib yang makin memperburuk kondisi psikis korban; (iv) pemaksaan aborsi; dan (v) kekerasan seksual berbasis gender secara online, seperti revenge porn.

Kedua, pemenuhan hak korban atas kebenaran, keadilan, penanganan, perlindungan, dan pemulihan.

 

PSI mengusulkan agar pemerintah menetapkan standar minimum layanan pemulihan korban dan menaggung semua layanan Kesehatan yang diterima korban selama proses pemulihan. Selain itu PSI mengusulkan agar semua pemerintah kabupaten memiliki rumah aman bagi korban.

PSI juga meminta agar pemerintah mengecualikan korban kekerasan seksual dari pasal-pasal yang berpotensi mempidanakan korban seperti dugaan tindak pidana kesusilaan maupun pornografi. Penghapusan jejak digital dan hak korban untuk dilupakan harus diperhatikan pula.

Ketiga, terkait sanksi pidana.  PSI mengusulkan, pidana denda atas pelecehan seksual berbasis elektronik dalam Pasal 5 ayat (1) RUU TPKS agar diperberat menjadi maksimal Rp 750 juta.

 

PSI juga menyarankan pidana tambahan dalam Pasal 11 ayat (1) RUU TPKS. Yaitu, ditambahkan dengan kastrasi/kebiri kimia dan pemasangan alat pendeteksi elektronik seperti yang sudah diatur dalam Undang-Undang Perlindungan Anak.

Keempat, terkait akses hukum. Agar adil dan memastikan perlindungan terhadap korban serta membuka akses terhadap hukum seluas-luasnya, maka pengecualian terhadap kewajiban penyidik, penuntut umum, dan hakim memiliki pengetahuan, keterampilan, dan keahlian tentang penanganan korban yang berperspektif korban dan hak asasi manusia maupun telah mengikuti pelatihan terkait penanganan perkara Tindak Pidana Kekerasan Seksual dalam Pasal 16 RUU TPKS—harusnya berlaku juga pengecualiannya bagi pendamping hukum yaitu advokat dan paralegal, yang diwajibkan dalam Pasal 20 ayat (3) huruf (f) dan ayat (4) RUU TPKS.

KOMENTAR