Pemaknaan Gempa Dari Sudut Pandang Kearifan Lokal Mentawai

Hila Bame

Monday, 18-03-2019 | 08:07 am

MDN
 Jalius Salebbay, M.T.1 Master Degree of Electrical Engineering -UKI (tengah; dok pribadi)

Oleh: Jalius Salebbay, M.T.1 Master Degree of Electrical Engineering -UKI Jakarta salebbay@gmail.com

Jakarta, Inako 

Pada awalnya, Gempa bumi  bagi masyarakat Mentawai merupakan berkah ataupun tanda-tanda penyakit, sehingga kami harus mengucapkan syukur atas itu. Berkah bisa berupa akan ada musim buah atau akan tumbuh jamur tanah yang bisa dikonsumsi masyarakat khususnya yang tinggal di deretan perbukitan.

Penyakit yang dimaksud bisa musim bocor atau penyakit kulit, sementara musibah bisa dimaknai berupa akan ada yang meninggal, baik dalam satu suku ataupun suku tetangga, bisa juga dimaknai adanya penyakit ternak yang akan menghabiskan seluruh peliharaan mereka.

Dari tanda-tanda ini kami akhirnya bisa waspada dan mempersiapkan diri dalam mengantisipasi semua yang akan terjadi dan itu diyakini pasti akan terjadi. Sehingga kami mengucapkan syukur atas peringatan itu, pemberi pesan 'gempa Itu sendiri' kami yakini Sebagai roh nenek moyang' taikabaga' yang selalu menjaga dan mengingatkan kami akan bahaya. Jadi gempa bukanlah musibah bagi kami namun sebagai penanda dari sang leluhur pemilik Bumi Sikerei.

Beberapa wilayah menyebut gempa itu dengan nama 'teteu' yang artinya kakek, jadi kalau gempa datang sama  artinya kakek leluhur datang berkunjung. 'Moile-moile' pelan-pelan adalah kata yang sering diucapkan ketika gempa itu datang, yang artinya tenang-tenang kami ada dan kami sehat 'Anaikai,  maroon/maroot kai.

Karena kami  menyadari akan datangnya guncangan itu, maka seluruh kontstruksi rumah 'Uma' di desain sedemikian rupa sehingga anti rubuh dan itu sudah turun temurun sejak dulu. Seluruh bahan pembuatan rumah terdiri dari kayu (Rangka ), Kayu/kulit kayu (dinding) , daun rumbia (atap) dan Rotan sebagai pengikat. Pemilihan bahanpun tidak sembarangan, harus kayu yang kuat dan anti rayap. Tidak menggunakan paku dan bahan seperti saat ini.

 


ilustrasi  (istimewa)
 

Bagaimana pemaknaannya saat ini?

Gempa menjadi sosok yang menakutkan, menjadi momok yang seram sejak gempa Aceh. Gempa tidak lagi dimaknai sebagai pesan dari leluhur namun lebih kepada musibah yang akan sewaktu waktu datang untuk 'membunuh' kami dalam sekejap. Dan terbukti saat ini, ketika gempa terjadi tidak ada musim buah atau penyakit ternak 'oiluk' yang ada dibenak hanyalah kumparan air yang membumbung tinggi dan siap menerjang.

Gempa telah menorehkan kisah sedih dan pilu terlebih ketika terjadi di Pulau Sikakap. Walaupun begitu, kami warga Mentawai tidak akan menyerah, kami sudah ditakdirkan hidup dan berteman dengan si 'Megathrust' dan kawanannya. 

Semoga saja dia tidak marah kepada kami dan kita semua. Namun jika itupun terjadi, kami akan tetap selalu kuat karena masih ada Tuhan, anda yang membaca goresan ini dan seluruh stakeholder yang berdiri bersama kami. Sura'sabeu.

Simak juga video liputan inakoTV terkait info Mentawai jangan lupa "Klik Subcribe" agar selalu terhubung dengan info faktual lainnya.

TAG#Kepulauan Mentawai

190233996

KOMENTAR