Pembentukan Tim Gabungan Pemburu Harun Masiku Oleh Kemenkum Ham Tambah Panjang Daftar Dosa Yasona Laoly

Hila Bame

Monday, 27-01-2020 | 07:40 am

MDN

Oleh: Petrus Selestinus, S.H., Koordinator TPDI & Advokat Peradi

 

 

Jakarta, Inako

 

Rencana Menkum HAM RI membentuk Tim Gabungan Pemburu Harun Masiku untuk memburu Harun Masiku, tersangka kasus dugaan suap pengurusan Pergantian Antar Waktu (PAW) calon legislatif Partai PDIP, semakin liar dan menunjukan Menkum HAM Yasona Laoly salah tingkah dan semakin tidak fokus pada tugas utamanya, keterlibatannya pada kepentingan Harun Masiku dan  DPP PDIP lebih dominan akan menambah panjang dosa Yasona Laoly.

Padahal Harun Masiku bukanlah sosok seorang penjahat besar yang sangat membahayakan bagi keamanan negara, sehingga membutuhkan peran ekstra Kemenkum HAM. Seandainya-pun buronan KPK Harun Masiku ini dianggap berbahaya bagi negara, quod non, maka tugas memburu Harun Masiku sepenuhnya adalah tugas Polri bukan tugas Menkum HAM, tugas Menkum HAM sudah selesai yaitu mencekal Harun Masiku dan siap hadir kalau dipanggil KPK.


MEMBURU HARUN MASIKU BUKAN TUGAS YASONA LAOLY. 


Publik patut mempertanyakan apa urgensinya Yasona Laoly membentuk Tim Gabungan Pemburu Harun Masiku dengan melibatkan organ  Inspektorat Jenderal Kemenkum HAM, Direktorat Siber Bareskrim, Badan Siber dan Sandi Negara, Kementerian Komunikasi dan Informatika serta Ombudsman RI. Bukankah badan-badan ini memiliki peran berbeda, dan tidak memiliki wewenang menangkap tersangka buronan KPK Harun Masiku.


Yasona Laoly akan  sangat berdosa terhadap bangsa ini, jika hanya demi seorang Harun Masiku, Yasona Laoly tanpa malu-malu mencampuradukan tugas sebagai Ketua Partai dengan tugas sebagai Menkum HAM. Yasona Laoly tidak bisa membedakan kapan harus berrindak sebagai Ketua DPP. PDIP dan kapan bertindak sebagai Menkum HAM, ini namanya membonceng Institusi Kementerian Hukum dan HAM untuk kepentingan PDIP memburu Harun Masiku.


Pembentukan Tim Gabungan Pemburu Harun Masiku bisa dimaknai sebagai sebuah pengalihan isu atau upaya membela diri Yasona Laoly atas sebuah kebohongan publik pada tanggal 16 Januari 2020 bahwa Harun Masiku masih berada di Singapura, padahal menurut fakta dan sistim yang dimiliki Yasona Laoly, Harun Masiku tercatat sudah kembali ke Indonesia pada tanggal 7 Januari 2020, sehari sebelum OTT KPK pada tanggal 8 Januari 2020.


MENCAMPURADUKAN WEWENANG, MENEGASIKAN KPK. 


Pembentukan Tim Gabungan Pemburu Harun di bawah payung Kemenkum HAM, jelas meyalahi UU karena hendak mencampuradukan wewenang instansi lain (KPK), ada wewenang KPK untuk menangkap, tetapi Kemenkum HAM, ORI, Kemenkominfo juga mau menangkap. Ini jelas anomali dengan UU Administrasi Pemerintahan yang melarang pejabat mencampuradukan wewenang. Kemenkum HAM tidak boleh jadi alat Partai Politik dan menegasikan wewenang KPK untuk menangkap tersangka KPK Harun Masiku.


Harun Masiku tidak memiliki hubungan secara subordinasi dengan Kemenkum HAM, begitu pula PDIP tidak memiliki hubungan secara struktur dan operasional dengan Kemenkum HAM, oleh karena itu Institusi atau Organ-Organ Negara seperti Inspektorat Jenderal Kemenkum HAM, Direktorat Siber Bareskrim dan Ombudsman RI harus secara tegas menolak pembentukan Tim Gabungan Pemburu Harun Masiku karena tidak ada urgensi dan korelasinya dengan wewenang KPK memburu tersangka Harun Masiku. 


Inspektorat Jenderal Kememkum HAM sebaiknya fokus pada tugas-tugas pengawasan internal Kementerian Hukum dan HAM termasuk jika perlu membentuk  tim khusus untuk memeriksa Yasona Laoly dan Rony Sompy karena diduga melakukan kebohongan publik atau menyampaikan informasi tidak benar kepada publik dan mengacak-acak keberadaan Harun Masiku untuk mengganggu kinerja KPK. 

KOMENTAR