Pemda Kotim Awasi Ketat Penggunaan Dana Desa Di Wilayah Itu

Binsar

Saturday, 22-12-2018 | 13:25 pm

MDN
Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Kabupaten Kotawaringin Timur, Hawianan [ist]

Sampit, Inako –

Penggunaan dana desa di Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim), Kalimantan Tengah, mendapat perhatian serius pemerintah daerah itu. Hal itu sangat beralasan, mengingat di sejumlah daerah, dana desa sangat rentan untuk digunakan tidak tepat sasaran oleh aparat desa sebagai pengelola dana yang diterima.

Terkait hal itu, dikabarkan ada desa di KotawaringinTimur (Kotim) yang sebagian besar dana desa dipakai hanya untuk membayar gaji rutin perangkat desa.

"Ini ironis sekali. Bahkan ada yang hanya mengusulkan siltap (penghasilan tetap) atau gaji, sedangkan untuk program pembangunan nyaris tidak ada. Masyarakat dirugikan padahal anggaran banyak. Bagaimana tanggung jawab kepala desa? Kepala desa banyak berjanji saat kampanye, setelah terpilih malah seperti itu," kata Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Kabupaten Kotawaringin Timur, Hawianan di Sampit, Jumat.

Hawianan yang belum lama menjabat, mengaku prihatin dengan kondisi ini. Karena itulah dia menggelar rapat evaluasi mengundang 17 camat, serta kepala desa dan perangkat desa dari 168 desa.

Masalah ini menjadi perhatian serius pihaknya. Bahkan saat rapat evaluasi di tingkat provinsi, masalah ini juga dipertanyakan sehingga cukup membuat ketidaknyamanan bagi pemerintah kabupaten.

Sejak tahun 2015, desa-desa di Kabupaten Kotawaringin Timur mendapat kucuran dana yang sangat besar dari dana desa (DD) yang dikucurkan pemerintah pusat, alokasi dana desa (ADD) dari pemerintah daerah serta dana bagi hasil. Setiap desa rata-rata menerima kucuran dana total di atas Rp1 miliar per tahun.

Hawianan mengaku tidak habis pikir ada desa yang nyaris sama sekali tidak ada menyerap anggaran untuk pembangunan desa. Tercatat ada enam desa yang nyaris tidak ada serapan anggaran untuk pembangunan. Kondisi ini sangat disayangkan karena berakibat terhentinya pembangunan di desa tersebut.

Seharusnya, kepala desa berinisiatif  berkonsultasi jika memang tidak paham prosedur. Keberadaan sarjana pendamping desa juga seharusnya bisa difungsikan untuk membantu jika aparatur desa mengalami kendala.

Secara khusus Hawianan juga meminta perhatian serius seluruh camat terkait masalah itu karena secara umum juga banyak desa yang serapan anggarannya baru sekitar 30 persen. Camat juga memiliki tugas dan tanggung jawab untuk mengawasi dalam rangka pembinaan terhadap desa jika terjadi kendala.

 

KOMENTAR