Pemprov Kaltim Tetapkan Program KB Sebagai Kebutuhan Pokok Kedua

Binsar

Wednesday, 03-10-2018 | 16:25 pm

MDN
Ilustrasi [ist]

Samarinda, Inako –

Pemakaian alat kontrasepsi Keluarga Berencana (KB) menjadi kebutuhan pokok kedua selain makanan, mungkin terasa aneh bagi sebagian masyarakat.

Namun, tidak demikian bagi masyarakat Kalimantan Timur. Pasalnya,  Kepala BKKBN Provinsi Kalimantan Timur Eli Kusnaeli telah menetapkan penggunaan alat kontrasepsi KB sebagai kebutuhan pokok kedua setelah makan, tempat tinggal, sandang, dan lainnya bagi semua pasangan keluarga di daerah itu.

"Orang perlu ber-KB karena banyak alasan, seperti demi kesehatan, ingin anak-anaknya hidup sehat, sejahtera, mendapat pendidikan layak, dan sejumlah alasan lain," katanya  di Samarinda, Selasa.

Ia mengaku, selama ini, pihaknya terus melakukan sosialisasi tentang manfaat KB sehingga semakin banyak masyarakat paham bahwa program KB bukan untuk membatasi anak, tapi untuk mengatur jarak kelahiran agar tidak terlalu dekat dan tidak terlalu tua melahirkan.



Ia yakin, dengan pemahaman itu, masyarakat bisa menerima konsep KB sebagai kebutuhan pokok kedua, karena mereka sadar bahwa jika terlalu banyak melahirkan dengan jarak yang rapat, maka konsekuensinya adalah terhadap kesehatan ibu.

Termasuk bagi ibu usia tua namun masih hamil, maka akan terdapat risiko kematian saat melahirkan, baik kematian bagi sang ibu maupun bayi yang akan dilahirkan.

Untuk itu, pihaknya juga gencar mengkampanyekan ke masyarakat menghindari 4T (empat terlalu), yakni melahirkan terlalu muda, terlalu banyak (anak), terlalu rapat jarak kelahiran, dan terlalu tua melahirkan.l

Hal itu dikatakan Eli saat menggelar Media Gathering Program Kependudukan Keluarga Berencana dan Pembangunan Keluarga (KKBPK) dalam rangka Hari Kontrasepsi Dunia 2018.

Dalam kegiatan ini ia didampingi Ketua Ikatan Bidan Indonesia (IBI) Provinsi Kaltim Encik Widyani. Menurut Encik, Program KB digalakkan karena untuk menghindari 4T tersebut.

Jika terlalu muda melahirkan (usia di bawah 20 tahun), umumnya kondisi panggul belum berkembang optimal, bahkan mental pun belum siap menjadi seorang ibu sehingga berisiko rumah tangga tidak harmonis.

Risiko lain ketika hamil muda adalah bayi lahir belum cukup bulan, perdarahan sebelum bayi lahir, perdarahan setelah bayi lahir karena rahim dan panggul belun berkembang sehingga mengakibatkan kesakitan dan kematian bagi ibu dan bayinya.

Sedangkan bagi ibu yang hamil terlalu tua, risikonya antara lain tekanan darah tinggi, ketuban pecah sebelum persalinan dimulai, persalinan macet karena ibu tidak kuat mengejan, perdarahan setelah bayi lahir, dan bayi yang dilahirkan memiliki berat badan rendah.

KOMENTAR