Pengadilan Ungkap Kronologis Kasus Hoaks Ratna Sarumpaet

Sifi Masdi

Tuesday, 26-03-2019 | 16:21 pm

MDN
Ratna Sarumpaet [ist]

Jakarta, Inako

Awal mula pengungkapan hoax penganiayaan yang didakwakan pada Ratna Sarumpaet dibeberkan dalam persidangan. Seorang saksi dari kepolisian, Niko Purba, menceritakan penyelidikan yang dilakukannya.

Niko merupakan penyidik di Polda Metro Jaya. Informasi awal yang didapat polisi disebut Niko berupa kabar penganiayaan terhadap Ratna di Jawa Barat.

"Mendapat informasi itu, kami mendalami agar fakta-fakta bisa diungkap," kata Niko saat duduk sebagai saksi dalam sidang lanjutan kasus hoax penganiayaan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), Jalan Ampera Raya, Jakarta Selatan, Selasa (26/3/2019).

Polisi mengecek foto-foto yang menunjukkan luka lebam Ratna yang beredar luas di media sosial maupun aplikasi perpesanan WhatsApp. Salah satu yang dicek polisi dari foto yang viral itu adalah latar belakang foto yang diduga polisi sama dengan latar di salah satu kamar pada Rumah Sakit Khusus Bina Estetika di Menteng, Jakarta Pusat.

"Dari wallpaper-nya itu sama dengan latar yang di RS. Saya konfirmasi, dia (pihak rumah sakit) menyatakan benar," kata Niko.

Selain itu, polisi mendapati sejumlah bukti bila Ratna berada di rumah sakit itu pada tanggal yang diklaim Ratna terjadi penganiayaan. Bukti-bukti itu semakin meyakinkan polisi bila Ratna tidak mengalami penganiayaan.

"Bukti yang diperoleh (dari rumah sakit), Ratna menjalani rawat inap dan operasi pada tanggal 21 sampai 24 September (2018)," ujar Niko.

"Dari keterangan saat interogasi, saya melihat dokumen jadwal operasi, dokumen kuitansi, dan struk debit," imbuh Niko.

Niko juga menyebutkan tentang adanya rekaman kamera pemantau atau CCTV (Closed-circuit Television) rumah sakit. Dari CCTV itu, Niko mengatakan Ratna tampak keluar dari rumah sakit pada tanggal 24 September 2018, yang semakin menguatkan keyakinan polisi bila Ratna tidak mengalami penganiayaan di Jawa Barat.

Dalam persidangan ini Ratna didakwa membuat keonaran karena menyebarkan hoax penganiayaan. Penyebaran hoax itu disebut jaksa dilakukan Ratna melalui aplikasi perpesanan WhatsApp, termasuk mengirimkan gambar wajahnya yang lebam dengan klaim akibat penganiayaan.

Padahal kondisi bengkak pada wajah Ratna merupakan efek dari operasi plastik. Jaksa mengungkap Ratna memotret dirinya saat menjalani perawatan medis, lalu menyebarkan foto ditambah keterangan soal terjadinya penganiayaan.

Akibat rangkaian cerita bohong tersebut, menurut jaksa dalam surat dakwaan, timbul kegaduhan dan/atau keonaran di kalangan masyarakat.

Atas perbuatannya, Ratna didakwa dengan Pasal 14 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana dan/atau Pasal 28 Ayat 2 jo Pasal 45 A Ayat (2) UU No 19 Tahun 2016 tentang ITE.

 

 

 

KOMENTAR