Pengamat Militer Sayangkan TNI Tidak Koordinasi dengan Polri dalam Kasus Kekerasan di Boyolali

Timoteus Duang

Friday, 05-01-2024 | 13:28 pm

MDN
Connie Rahakundini Bakrie

 

JAKARTA, INAKORAN.COM

Pengamat pertahanan, militer, dan intelijen Connie Rahakundini menyayangkan keputusan oknum TNI AD yang diduga melakukan tindakan kekerasan kepada relawan Ganjar-Mahfud di Boyolali, Jawa Tengah.

 

Para pelaku seharusnya berkoordinasi dengan kepolisian sebelum mengambil tindakan.

Pasalnya, menertibkan suara knalpot brong yang dinilai mengganggu, yang keluar dari motor para relawan Ganjar-Mahfud, merupakan kewenangan Polri.

“Kalau memang isunya soal lalu lintas, dari pagi sudah berisik atau lain-lain, kenapa tidak telepon polisi?” ujar Connie dalam diskusi bertema “Knalpot Brong Vs Tentara” di Jakarta, Kamis (4/1/2024).

Baca juga: Ganjar-Mahfud Akan Bangun Puluhan Ribu Puskesmas Selama Lima Tahun

Selain Polri, pihak lain yang berwenang menangani suara knalpot brong adalah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

“Ada di dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 7 Tahun 2009 tentang ambang batas kebisingan bermotor, itu ada di KLHK,” tambah Connie.

Lebih lanjut, Connie mempertanyakan, kenapa dari dulu TNI tidak melapor knalpot brong ke KLHK.

Baca juga: Ketua TPN: Kalau Presidennya Pak Ganjar, Bansos Akan Lebih Besar dan Lebih Tepat Sasaran

“Jadi kalau dari zaman dulu knalpot brong sudah ada dan prajurit merasa terganggu, kenapa tidak dari zaman dulu batalyon AD lapor KLHK?” ujarnya.

Dosen Sekolah Staf dan Komando Angkatan Laut itu juga menyesalkan sikap Komandan Kodim 0724/Boyolali Letkol (Inf) Wiweko Wulang Widodo dalam kasus tersebut.

Menuru Connie, anggota TNI tidak mungkin berani bergerak sendiri tanpa perintah atasan.

Baca juga: Ganjar Pastikan Akan Bereskan Persoalan Pupuk Subsidi

“Menurut saya koreksi kalau saya salah, tapi di tentara itu tidak mungkin kalau tidak ada perintah atasan, tidak mungkin keluar dari satuan ke jalan raya.”

 

KOMENTAR