Perkembangan Teknologi & Pergaulan Bebas Dinilai Sebagai Pemicu Pernikahan Dini

Binsar

Monday, 10-06-2019 | 17:17 pm

MDN
Ilustrasi [ist]

Jakarta, Inako –

Pengamat Sosial Universitas Gadjah Mada (UGM) Hempri Suyatna mengatakan, ada beberapa penyebab terjadinya pernikahan dini di Indonesia. Saah satunya adalah  perkembangan teknologi dan pergaulan.

“Nikah dini sebenarnya hasil dari pola pikir yang kurang rasional. Nikah dini dianggap sebagai jalan keluar dari persolan hidup dan jalan keluar pergaulan bebas, tetapi kenyataannnya justru sebaliknya," papar dosen Fisipol UGM ini.

Hempri menambahkan, pernikahan dini akan memunculkan sejumlah risiko antara lain menurunnya kesehatan reproduksi, beban ekonomi yang makin bertambah berat, kekerasan dalam rumah tangga, perceraian dan bunuh diri.

Untuk itu pernikahan dini harus dicegah dengan meningkatkan kesadaraan laki-laki dan perempuan sejak masih remaja. Sebab, usia remaja merupakan masa transisi di mana anak masih suka meniru dan suka mencoba hal-hal yang baru. 

“Umumnya, anak remaja masih tergantung pada lingkungan sosial dan belum mampu mandiri, tetapi sudah ingin dilepas oleh orang tuanya untuk belajar mandiri," katanya.

Menurutnya, pesatnya kemajuan teknologi selain membawa dampak positif berupa kemudahan dalam mengakses informasi, juga berdampak negatif.

Badan Pusat Statistik (BPS) merilis angka persentase pernikahan dini di Tanah Air terus meningkat. Tahun 2018 angka pernikahan dini naik menjadi 15,66% dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai14,18%.

Kepala BPS Suhariyanto mengatakan, kenaikan persentase pernikahan dini tersebut merupakan catatan tersendiri bagi pemerintah yang sedang terus berusaha memperbaiki Indeks Pembangunan Manusia (IPM)

Menurutnya, berdasarkan data BPS, mereka yang digolongkan pernikahan dini adalah perempuan yang menikah pertama di usia 16 tahun atau kurang. Dari catatan BPS, provinsi dengan jumlah persentase pernikahan muda tertinggi adalah Kalimantan Selatan sebanyak 22,77%, Jawa Barat (20,93%), dan Jawa Timur (20,73%). 

Sebagai perbandingan, pada 2017 persentase pernikahan dini di Jawa Barat mencapai 17,28%.‎ Angka itu lebih rendah dari Jawa Timur (18,44%) dan Kalimantan Selata‎n (21,53%). Dengan demikian, peningkatan persentase pernikahan muda pada 2018 di Jawa Barat jauh lebih signifikan dibandingkan provinsi lainnya.

Suhariyanto menambahkan, pernikahan di usia muda berpengaruh signifikan pada tingkat kematian bayi dan angka harapan hidup. Menurutnya, seorang ibu yang siap secara fisik dan mental akan menekan tingkat kematian bayi.

"Bayangkan jika seseorang menikah secara dini, psikologi dan kesehatan ibu akan buruk. Ketika buruk, dia berpengaruh pada tingkat kematian bayi sehingga angka harapan hidup berkurang‎," tutur pria yang akrab dipanggil Kecuk itu saat konferensi pers di Jakarta kemarin.

Hanya saja, ujar Kecuk, BPS tidak mengetahui detail apa saja yang menyebabkan angka pernikahan muda meningkat. "Saya kira perlu dilakukan sosialisasi terutama mengenai program keluarga berencana. Sebab saat ini, jumlah anak pun mengalami peningkatan, sudah bukan dua anak lagi," katanya.

Pada kesempatan itu, BPS juga merilis angka IPM Indonesia pada 2018 yang mencapai 71,39. Angka ini meningkat 0,58 poin atau tumbuh 0,82% dibandingkan 2017.

Meski begitu, angka ini lebih rendah dari target Anggaran dan Pendapatan Belanja Negara (APBN) 2018 sebesar 71,5. BPS menyatakan, meningkatnya angka pernikahan muda menjadi salah satu penghambat laju IPM nasional 2018.

"Secara keseluruhan, IPM terus mengalami peningkatan sejak tahun 2010. Tapi jika dibandingkan dengan target APBN, memang lebih rendah. Namun selisihnya cukup tipis," ujar Kecuk.

Peningkatan IPM 2018 didorong pertumbuhan di semua komponen, yaitu umur harapan hidup saat lahir (tumbuh 0,19 %), harapan lama sekolah (tumbuh 0,47 %), rata-rata lama sekolah (tumbuh 0,86 %), pengeluaran per kapita per tahun (tumbuh 3,7 %). Selain itu, disparitas status pembangunan manusia di provinsi pun mengecil.

“Hal ini terlihat dari Provinsi Papua yang naik statusnya menjadi sedang atau 60,06. Ini menyebabkan Papua menjadi provinsi dengan pertumbuhan IPM tertinggi yaitu 1,64 %," kata Kecuk.

 

KOMENTAR