Permintaan Jaksa Agung Tangani Sendiri Dua Oknum Jaksa Ter-OTT KPK Mencurigakan

Hila Bame

Saturday, 29-06-2019 | 15:55 pm

MDN
Petrus Selestinus S.H menjawab wartawan di depan Gedung MK ketika digelarnya sidang sengketa Pilpres 2019

Oleh: Petrus Selestinus S.H Koordinator  TPDI dan Anggota Peradi

Jakarta, Inako

Permintaan Jaksa Agung RI untuk  menangani sendiri dua oknum jaksa yang tercokok dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPA,  mencurigakan dan memalukan. 

KPK tidak boleh menyerahkan penanganan kasus OTT  2 (dua) orang Jaksa pada Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta kepada Jaksa Agung untuk ditangani sendiri, karena OTT yang dilakukan oleh KPK berbeda dengan OTT dalam pengertian "tertangkap tangan" menurut KUHAP dimana terangkap tangan bisa dilakukan oleh siapa saja yang menemukan sebuah kejahatan tengah terjadi. OTT KPK, merupakan sebuah sistim penindakan yang bekerja sejak tengah lama, karena yang hendak ditindak bukan hanya pelakunya melainkan sistem yang korup pada Instansi dimana pelakunya berasal-pun harus ditindak.

OTT sudah masuk dalam sebuah rangkaian penyelidikan bahkan sudah masuk dalam fase penyidikan, karena itu permintaan Jaksa Agung Prasetyo agar 2 (dua) oknum Jaksa dari Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta yang di OTT untuk ditangani sendiri, sebagai sikap yang mencurigakan dan memalukan.

Upaya Jaksa Agung Prasetyo meminta agar hasil OTT KPK terhadap 2 (dua) Jaksa ditangani sendiri akan menjadi preseden buruk dalam penegakan hukum, apalagi selama ini sumbangsih Kejaksaan Agung dalam pemberantasan korupsi khsusnya penindakan di internal Kejaksaan sagat rendah.

Hal itu terbukti dari minimnya penindakan terhadap praktek suap dan pemerasan dalam setiap tahap penanganan kasus pidana umum dan pidana khusus yang merugikan masyarakat pencari keadilan di daerah-daerah, tidak pernah diungkap atau nyaris tak terdengar. Praktek perlindungan korps secara berlebihan selama ini, membuat dua Institusi Kejaksaan sangat minim prestasi dan tidak memberi kontribusi signifikan dalam pemberantasan korupsi.

Oleh karena itu KPK tidak boleh dan tidak pada tempatnya menyerahkan penanganan kasus OTT 2 (dua) oknum Jaksa pada Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta untuk ditangani sendiri oleh Jaksa Agung. Permintaan untuk menangani sendiri oleh Jaksa Agung M. Prasetyo tanpa referensi alasan hukum apa meminta menangani sendiri 2 (dua) oknum Jaksa yang berada di bawah tanggung jawabnya, kecuali janji tidak akan kompromi dengan oknum siapapun yang melakukan kejahatan, ini adalah sebuah janji klise atau sudah usang tanpa bukti.

Karena faktanya praktek dimana oknum jaksa memeras pencari keadilan, jaksa meminta dibayar oleh pencari keadilan dalam berbagai modus operandi, masih terus terjadi dan memakan korban para pencari keadilan.

Ini adalah bentuk intervensi Jaksa Agung M. Prasetyo sekaligus tikdak menghormati independensi KPK,  demi melindungi korpsnya. Suburnya praktek suap dan pemerasan di kalangan oknum Jaksa terhadap pencari keadilan selama bertahun-tahun hingga saat ini masih sering dikeluhkan oleh masyarakat pencari keadilan, karena lemahnya kepemimpinan Jaksa Agung dan terkesan praktek suap dan pemerasan ini dibiarkan. Apalagi sistim penindakan di Kejaksaan Agung tentu berbeda dengan sistim penindakan KPK melalui sebuah OTT. 

Karena itu Jaksa Agung M. Prasetyo ujug-ujug minta agar penyidikan dan penuntutan ditangani sendiri merupakan peristiwa yang aneh dan mencurigakan, meskipun KPK berwenang melimpahkan proses penyidikannya kepada Polri atau Kejaksaan. Kalau saja Jaksa Agung mau tangani sendiri perilaku anak buahnya karena parktek suap dan pemerasan yang diduga dilakukan oleh oknum anak buahnya, maka Jaksa Agung sebenarnya dengan mudah bisa menangkap melalui OTT  terhadap praktek suap yang diduga dilakukan oknum-oknum Jaksa di setiap Kejaksaan di seluruh Indonesia dengan sagat mudah, tidak perlu ngemis-ngemis minta menangani hasil OTT KPK. Ini sepertinya ada sesuatu yan hendak ditutup-tutupi.


 

TAG#Kejaksaan Agung RI

198733969

KOMENTAR