Persoalan Jiwasraya, Pemerintah Yang Beradab Semestinya Tidak Mengorbankan Rakyatnya

Jakarta, INAKORAN
Kisruh gagal bayar polis Asuransi Jiwasraya sampai saat ini belum terselesaikan. PT Asuransi Jiwasraya (PT AJS) merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atau Perseroan yang sahamnya 100% dimiliki oleh negara, dalam hal ini Pemerintah Republik Indonesia bersama PT AJS mempunyai total kewajiban/liabilitas sebesar 59,7 triliun kepada seluruh pemegang polisnya.
BACA:
Kasus Jiwasraya Menyeret WanaArtha Life: Apa Kabar OJK? Nasabah Dikorbankan Lagi?
Melihat realita yang terjadi pada kasus Jiwasraya, Wilson Lalengke, S.Pd., M.Sc., MA., sebagai Alumni PPRA-48 Lemhanas RI Tahun 2012 mengatakan bahwa,
"Karena Jiwasraya adalah perusahaan negara, maka Pemerintah Republik Indonesia sebagai penanggungjawab perusahaan perseroan, secara tegas diperintahkan oleh konstitusi untuk membayar hutang Jiwasraya itu kepada nasabah yang adalah rakyat Indonesia. Hal tersebut tertuang dalam pembukaan UUD 1946 alinea ke-4."
Lanjut Lalengke, Pemerintah sebuah negara beradab, yang menjunjung tinggi konstitusi dan perundangan, tidak akan pernah mengkhianati rakyatnya, apalagi mengorbankan rakyat. Ketidak-pedulian suatu pemerintahan terhadap nasib rakyat yang terzolimi oleh korporasi milik negara adalah suatu kejahatan dalam hidup berbangsa dan bernegara.
Pemerintah semacam itu dapat diminta pertanggungjawaban secara politik maupun hukum, termasuk hukum internasional karena terkait dengan perlindungan hak azasi manusia jutaan rakyat Indonesia yang tidak dipenuhi oleh Pemerintahan dimaksud," tegas Wilson Lalengke yang pernah menjabat Kepala Subbid Program pada Unit Kajian Kebijakan dan Hukum Sekretariat Jenderal DPD-RI.
Seperti yang diketahui, jauh sebelum tahun 1998 Perseroan Jiwasraya yang lahir sejak1859 hasil dari ambil alih perusahaan Hindia Belanda (NILLMIJ) Van 1859. Perusahaan asuransi jiwa dan jaminan hari tua Hindia Belanda ini, terdapat Penyertaan Modal Negara (PMN) sebesar 235 miliar.
Kemudian selama 22 tahun Perseroan Jiwasraya dibiarkan tanpa bantuan akses permodalannya, sejak krisis moneter yang melanda dunia hingga terjadinya resesi ekonomi dunia saat ini akibat Pandemi Covid-19.
"Artinya sejak 1998-2020 Perseroan Jiwasraya belum mendapatkan adanya tambahan PMN. Perseroan Jiwasraya dibiarkan menghadapi permasalahan dan menyelesaikan sendiri tanpa akses permodalan dari pemerintah. Besaran PMN yang dikelola oleh Perseroan Jiwasraya menjadi asset sebesar 17 triliun per tahun 2019."
Awal mula prahara gagal bayar polis Jiwasraya diketahui melalui surat konfirmasi dari Dirut Perseroan Jiwasraya yang berinisial HTS, kepada tujuh bank sebagai agen penjual produk asuransi. Statement HTS di ruang publik memicu rusaknya kepercayaan para pemegang polis terhadap entitas Jiwasraya atas ketidakmampuannya dalam membayar jatuh tempo polis bancassurance.
Dalam hal ini, belum diketahui apa motivasi Pak Dirut HTS yang berinisiatif mengambil keputusan membuat pengumuman gagal bayar polis tersebut. Langkah itu dilakukan secara maraton yang dipublikasikan lewat media pemberitaan online pada ruang publik, pengumuman gagal bayar polis senilai 802 miliar diketahui pada saluran pemasaran bancassurance, pada Oktober 2018.
Atas permasalahan tersebut Perseroan mengambil langkah penyelamatan dan penyelesaian dengan menyusun beberapa program diantaranya:
1. Opsi corporate action yakni mendirikan PT Jiwasraya Putera yang bertujuan sebagai sekoci penyelamatan arus kas bagi induknya. Setelah didapatkan izin pendirian dan beroperasi, namun pada implementasinya tidak sesuai harapan awal atau gagal. Berdasarkan hal tersebut, izin PT Jiwasraya Putera dicabut oleh OJK pada 25 September 2020, alasan pencabutan izin tersebut belum terkonfirmasi. Hingga tulisan ini disajikan belum ada penjelasan resmi dari OJK.
2. Program restrukturisasi polis-polis konsumennya akan dialihkan ke perusahaan baru.
Upaya penyelamatan dan penyehatan yang kedua yaitu melalui penyelesaian 'Rencana Penyehatan Keuangan Jiwasraya' (RPK-J) yang diusulkan Dewan Direksi Perseroan Jiwasraya bersama Kementerian BUMN. RPK-J diimplementasikan ke dalam program Restrukturisasi Polis-polis Konsumen yang akan dialihkan kepada Asuransi IFG Life sebagai penampung portofolio milik Jiwasraya.
Program restrukturisasi polis atau tindakan merevisi seluruh kewajiban Perseroan/liabilitasnya dari Pemerintah dihitung per 31 Des 2021 sebesar 59,7 triliun. Lalu total libilitas perseroan tersebut dipotong sebesar 40%nya sebagai akibat dari restrukturisasi polis, sehingga kewajiban Pemerintah terhadap pemegang polis menjadi berkurang sebesar 23,8 triliun atau menurun sebesar 35,8 triliun.
Dalam hal ini, Pemerintah menunjuk Badan Pembina Usaha Indonesia (BPUI) yang core bisnisnya sebagai perusahaan pembiayaan, kini ditunjuk sebagai induk holding peransuransian dan penjaminan. Untuk itu BPUI mendirikan asuransi baru yaitu perusahaan IFG Life (Indonesia Financial Group) yang ditargetkan sebagai penampung seluruh portofolio polis-polis milik Jiwasraya.
Pemerintah hanya menganggarkan PMN sebesar 22 triliun melalui APBN-P 2021 secara bertahap. Jika dilihat dari total liabilitas Perseroan sebesar 59,7 triliun, maka masih ada gep sebesar 37 triliun, tentunya ini tidak mencukupi kebutuhannya. Menurut Pemerintah dan Jiwasraya dalam beberapa statement mengatakan opsi ball-in, transfer, melalui revisi kewajiban Pemerintah atau dikenal program restrukturisasi polis-polis konsumen merupakan solusi terbaik diantara opsi-opsi lain.
Atas permasalahan tersebut, Badan Pemeriksa Keuangan RI (BPK RI) merekomendasikan kepada Menteri Keuangan selaku wakil dari Pemerintah agar:
- Menyusun mitigasi resiko atas potensi gugatan pemegang polis eksisting yang tidak bersedia mengikuti program restrukturisasi Polis PT AJS.
- Mengambil kebijakan pendukung atas potensi resiko keuangan beberapa BUMN yang terdampak signifikan dalam Program Restrukturisasi Polis PT AJS. Atas rekomendasi tersebut, menteri keuangan selaku wakil Pemerintah akan menindaklanjuti dengan menunggu hasil putusan pengadilan kasus PT AJS, dikutip dari sumber : BPK RI, LHP- LKPP Tahun 2020.
"Upaya penyehatan dan penyelamatan BUMN Asuransi Jiwasraya melalui program restrukturisasi polis-polis konsumennya menimbulkan paradoks. Yang pada akhirnya hanya mematikan core bisnis asuransi tertua milik negara dengan merugikan kepentingan para pemegang polisnya."
Dalam hal ini, Pemerintah berkewajiban bertanggungjawab terhadap pemegang polis dengan liabilitas Perseroan 59,7 triliun. Jika tidak, maka akan berpotensi adanya gugatan hukum dari pemegang polis kepada Pemerintah.
Pemerintah hendaknya mengevaluasi kembali usulan RPK-J oleh Dewan Direksi Jiwasraya bersama Kementerian BUMN dan melakukan check and balance terhadap sejumlah persoalan mendasar di Perseroan Jiwasraya.
Penulis berharap Pemerintah RI bersama Jiwasraya mampu menjalankan amanah Undang-undang No. 40 Tahun 2014 Pasal 1, Pasal 15, Pasal 53 ayat 1, 2, & 4 tentang Perasuransian dan berkomitmen secara sungguh-sungguh untuk menjalankannya. Hal ini untuk menghindari resiko terampasnya kepentingan publik dan kepentingan hajat hidup orang banyak khususnya para pemegang polis Jiwasraya.
**Penulis: Latin, S.E.
Eks Pekerja Jiwasraya-Pemegang Polis-Anggota PPWI
Email: fnkjgroup@gmail.com
TAG#JIWASRAYA, #KASUSJIWASRAYA, #Adele, #EasyOnme, #mbape
190232171
KOMENTAR