Polisi Langkahi Kasus Perdata Terkait Sengketa Lelang Perkebunan Sawit TBS

Binsar

Tuesday, 27-02-2024 | 08:58 am

MDN
Aparat Kepolisian dari Polres Kuansing, Riau saat berada di area PT Tri Bakti Sarimas (TBS), beberapa hari lalu [foto: Tim Komunikasi TBS]

 

Pucuk Rantau, Inakoran

 

Situasi di perkebunan kelapa sawit PT Tri Bakti Sarimas (TBS) di Pucuk Rantau, Kuantan Singingi atau Kuansing, Riau, hingga Senin (26/2/2024) sore mencekam. Di saat proses hukum perdata sedang berlangsung dan belum berkekuatan hukum tetap di pengadilan, Polda Riau gerak cepat menyelidiki kasus pidana terkait sengketa lahan TBS pasca-lelang oleh BRI.

 

Lebih dari 2.000 pekerja perkebunan TBS pun ketakutan atas kedatangan aparat polisi sejak Sabtu malam, akhir pekan lalu. Mereka semakin resah setelah tentara dan polisi juga tiba di perkebunan itu, Senin (26/2/2024).  Di antara aparat itu, tampak Kepala Polres Kuansing, AKBP Pangucap Priyo Soegito, dan Komandan Kodim Inhu-Kuansing, Letkol Kav. Dani Prasetyo Wibowo.

 

Beberapa pekerja merasa terintimidasi. “Aneh ya, para aparat itu datang ramai-ramai seperti mengintimidasi. Padahal, sengketa lahan kami masih dalam proses sidang perdata, baik di PTUN Pekanbaru, maupun di PN Jakarta Pusat. Polisi mestinya tau, bahwa seharusnya menunggu hasil sidang perdata, baru menyelidiki kasus pidananya,” kata seorang petugas keamanan TBS.

 

Pada Sabtu tengah malam, polisi memasang plang di lima titik bertuliskan “Perkebunan Sawit ini dalam proses penyelidikan Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Riau berdasarkan: LP/B/7/I/2024/SPKT/Polda Riau, tanggal 5 Januari 2024”.  Penyelidikan didasari laporan PT Karya Tama Bakti Mulia (KTBM), anak perusahaan konglomerasi raksasa First Resources.

 

Selain itu, aparat juga memasang garis polisi di areal perkebunan. Pada ruas jalan yang menjadi poros transportasi utama dari dan ke perkebunan itu, dipasangi penghalang dengan penjagaan ketat aparat. Padahal perkebunan itu adalah sumber ekonomi bagi lebih dari 2.000 keluarga pekerja sejak TBS beroperasi pada 1986. Aktivitas mereka terancam dengan pasal-pasal pidana.

 

 

Kuasa hukum TBS, Andry Christian dari MAHANAIM Law Firm, menilai tindakan aparat itu berlebihan, melangkahi proses hukum acara perdata yang sedang berjalan, dan bersifat intimidatif.

 

Areal perkebunan TBS, yang terdiri dari 14 bidang seluas 17.600 hektar itu, masih menjadi obyek perkara perdata antara TBS dan KTBM, yang sedang berjalan di PTUN Pekanbaru dan PN Jakarta Pusat.

 

Menurut Andry, terhadap obyek kasus perdata itu, polisi seharusnya tidak melakukan penyelidikan pidana jika kasus perdatanya belum berkekuatan hukum tetap (inkracht). Hal itu sesuai Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 1 Tahun 1956 junto Pasal 131 UU Nomor 1 tahun 1950 Tentang Susunan, Kekuasaan dan Jalan Pengadilan Mahkamah Agung Indonesia.

 

Andry mengutip Pasal 1 Perma No.1/1956, “Apabila dalam pemeriksaan perkara pidana harus diputuskan hal adanya suatu hal perdata atas suatu barang atau tentang suatu hubungan hukum antara dua pihak tertentu, maka pemeriksaan perkara pidana dipertangguhkan untuk menunggu suatu putusan pengadilan dalam pemeriksaan perkara perdata tentang adanya atau tidak adanya hak perdata itu”. Menurut Andry, penyidik Polda Riau mengabaikan peraturan Perma tersebut.

 

Selain itu, Andry juga mengutip UU No 1/1950. UU itu berbunyi, “Jika dalam jalan pengadilan ada soal yang tidak diatur dalam Undang-Undang, maka MA dapat menentukan sendiri secara bagaimana soal itu harus diselesaikan.” 

 

Andry mengatakan, “Polisi telah terlibat terlalu jauh, melangkahi aturan yang ada tersebut. Polisi harus mundur, menunggu putusan perkara perdata itu inkracht.”

 

 

Kasus pidana yang ditangani Polda pascalelang sepihak oleh Bank Rakyat Indonesia (BRI) atas aset perkebunan kelapa sawit PT TBS di Kuansing patut dipertanyakan. Menurut Andry, ada apa dengan aparat penyidik Polda Riau, sampai mengabaikan proses hukum perdata yang sedang berlangsung, baik di PTUN Pekanbaru maupun di PN Jakarta Pusat. Kata dia, penyidik terkesan lepas kendali.

 

Penyelidikan oleh polisi menurut Andry didasarkan pada laporan KTBM pada 5 Januari 2024, bernomor LP/B/7/I/2024/SPKT/Polda Riau. Inti laporan itu, KTBM mengadukan telah terjadi kasus pencurian dan penggelapan tandan buah sawit di perkebunan PT TBS yang telah dibeli oleh KTBM melalui proses lelang sepihak yang dilakukan BRI di KPKNL Pekanbaru, 28 Desember 2023.

 

Menurut KTBM, pencurian dan penggelapan dilakukan pada 29 Desember 2023, sehari setelah lelang di KPKNL Pekanbaru. Aset TBS terjual dengan nilai Rp 1,9 triliun kepada KTBM. Manajemen TBS keberatan. Andry, menyebut lelang itu dilakukan sepihak, tidak melibat TBS, dan diikuti peserta tunggal yakni KTBM. “Hal terpenting, aset TBS dijual jauh di bawah nilai appraisal,” katanya.

 

Pihak manajemen TBS melalui kuasa hukumnya mengatakan, appraisal independen telah menakar nilai aset TBS itu yakni sekitar Rp 2,5 triliun.

“Tetapi mengapa justru BRI melepasnya dengan nilai jauh di bawah itu. Appraisal yang dilakukan BRI juga tidak transparan,” kata Andry.

 

PT TBS terlilit utang kredit pinjaman di BRI. Dalam korespondensi antara BRI dan TBS, sebenarnya BRI selaku kreditur telah memberikan keleluasaan terakhir kepada TBS selaku debitur. BRI dalam surat No.B.643-CRR/WRR/WRD/12/2023/ tanggal 19 Desember 2023 disebutkan, BRI tetap melakukan lelang aset TBS.  Namun, pembatalan lelang dapat dilakukan dengan syarat debitur membayar kewajiban minimal 20 persen dari total kewajiban.

 

Menurut Andry, TBS sudah menyatakan kesanggupan membayar sebesar 20 persen itu. Pembayaran dilakukan mulai akhir Desember 2023, sampai Januari 2024, mengingat waktu yang diberikan BRI sangat terbatas di akhir tahun. Namun, BRI tidak merespons surat kesanggupan itu, dengan tetap melelang atau menjual di bawah harga appraisal yakni senilai Rp 1,9 triliun pada 28 Desember 2028.

 

Proses lelang itu diperkarakan oleh TBS dan kini sedang berjalan di PTUN Pekanbaru dan PN Jakarta Pusat. Terkait hal itu, Andry mengingatkan aparat di Riau yang telah mengambil tindakan, sejak Minggu malam hingga Senin ini.

 

 

Pihak MAHANAIM Law Firm akan melakukan upaya-upaya hukum. “Sebab tindakan aparat itu sudah di luar kendali tugas mereka, yang seharusnya netral dan tidak terkesan memihak. Apa yang mereka lakukan adalah melanggar hukum, karena perkara perdata belum final, belum inkracht,” kata Andry.

 

Sebelumnya, Direktur Kriminal Umum Polda Riau, Kombes Pol Asep Darmawan mengatakan, Polda Riau telah menerima laporan yang dibuat KTBM, yang telah membeli lahan TBS. Asep mengatakan, kasusnya sudah naik sidik.

“Kita on the track dalam tugas-tugas kita. Kita sudah memeriksa sejumlah saksi dari pihak terlapor (TBS), dan pihak bank, KPKNL juga sudah kita periksa sampai di Jakarta, Semua sudah kita periksa,” kata Asep seperti dikutip media daring Riauin.com, 21 Februari 2024. Namun, Asep tidak menyebut apakah sudah memeriksa pihak KTBM atau belum.

KOMENTAR