Politisi Busuk dan Pilkada Bertaruh Nyawa

Oleh. : Adlan Daie
Wakil Sekretaris PWNU Jawa Barat
Jakarta, Inako
Di Jawa Tengah, salah seorang bupati berakrobat politik membagikan bansos pada rakyat terdampak covid 19 dengan tampilan stiker foto dirinya. Di kabupaten lain Alat pelindung diri (APD) sengaja dibuat sama dengan warna partai sang penguasa sambil tebar spanduk tentang bahaya covid 19 lengkap dengan pajangan fotonya dalam ukuran besar.
Tentu tak ketinggalan iklan di media dan bahilo di titik titik jalan bertebaran pula branding bakal calon kepala daerah, sekali lagi, nyaris merasa tak terganggu mata hatinya oleh derita lahir batin publik terdampak massif covid 19.
Dalam perspektif George Orwell dalam bukunya "Animal Farm" (Diterjemahkan Mahbub Djunaedi : Binatangisme) perilaku politik di atas secara kategoris adalah contoh update paling kasat mata dari model tampilan politisi busuk, yakni potret politisi miskin empati dan rakus kuasa dalam konteks sosial hari ini tak terganggu nuraninya dan buta mata hatinya atas derita rakyat tercekik dampak covid 19.
Seolah olah derita rakyat terdampak covid 19 adalah satu hal dan berdansa-dansa politik diatas deritanya adalah hal lain, Jauh dari nilai nilai Pancasila meskipun mengklaim diri paling pancasilais. Berteriak religius meskipun paling sering mengotori nilai religiusitas.
Fenomena hadirnya politisi busuk di atas sekurang kurangnya dalam konteks update kekinian pemantiknya :
Pertama, secara regulatif efect negatif langsung dari kesepakatan politik yang ceroboh antara DPR RI dan kemendagri pada tanggal 14 Maret 2020 yang memutuskan pilkada hanya diundur hingga tanggal 9 Desember 2020 dan secara yuridis telah diformalkan dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang (Perpu) No. 2 tahun 2020 tentang penundaan pilkada yang di tanda tangani Presiden pada tanggal 4 Mei 2020.
Inilah seburuk-buruknya keputusan politik tentang pilkada karena niscaya rangkaian tahapannya di mulai bulan Juni 2020 dengan segala proses kerumunan partisipasi publik di dalamnya berhimpitan dengan kemungkinan memuncaknya wabah covid 19 sebagaimana diprediksi para ahli epidemologi yang justru kerumunan tersebut selalu diingatkan pemerintah sendiri untuk dihindari dalam kerangka memutus mata rantai penularan covid 19 yang potensial bertaruh dengan nyawa rakyat.
Kedua, politisi busuk di atas secara umum lahir dari proses kosmetika salon-salon kecantikan politik yang manipulatif dan membangun bidak bidak politiknya lewat otot-otot rekayasa sosial secara prematistik, miskin visi, fakir leterasi dan gagap.narasi. Politik dalam pemahaman mereka tak lebih adalah cara merebut dan mempertahankan kekuasan semata dibangun diatas kelihaian menghindar dari delik hukum formal akan tetapi abai terhadap nilai kepatutan dan kepantasan sosial sebagai basis nilai utama dari.kemulian politik.
Itulah yang dimaksud George Orwell dalam bukunya di atas sebagai kelompok binatangisme politik, yakni politisi busuk, tamak, rakus, nihil keadaban, defisit kesantunan dan miskin kepekaan sosial kecuali politik sepenuhnya adalah merebut dan mempertahanlan keluasaan. Dalam perspektif Al.qur 'an, politisi.busuk sifat utamanya adalah rakus untuk selalu bermegah megah dan senang berlama lama berkuasa hingga lupa bahwa liang kubur makin dekat jaraknya (Q.S. At Takastur, ayat 1 & 2).
Penulis tentu berharap dan secara maksimal melalui tulisan pendek ini mendesak KPU RI, pemerintah dan DPR.RI mengkaji ulang keputusan pilkada serentak 9 Desember 2020 di atas sebagaimana ruang kemungkinannya dibuka dalam Perpu di atas pasal 122 A, ayat 3, agar momentum pilkada benar benar menjadi pesta demokrasi rakyat bukan pemaksaan pesta ellite politik di atas derai derai air mata publik yang bertaruh nyawa ditengah dampak covid 19 yang mencekik leher kehidupan mereka.
BACA JUGA: Migrant-CARE: Desak Pemerintah Lindungi Hak Anak Buah Kapal(ABK) di Kapal Asing
Terhadap fenomena hadirnya politisi busuk di atas penting bagi kita bersama berkampanye massif untuk menghindarkan publik memilih mereka karena ambisi kuasa berlebih apalagi dibangun diatas otot-otot kekuasaan secara premanistik, miskin visi, fakir leterasi dan gagap narasi hanyalah melahirkan politisi nihil prestasi.kecuali rekayasa puja puji. Alamak. Ampuuuun Gusti !
Semoga bermanfaat.
TAG#Adlan Daie
190215398

KOMENTAR