Puasa dan Nafsu Kekuasaan Politik

Junny Yanti

Tuesday, 25-02-2025 | 14:36 pm

MDN
Analis politik dan sosial keagamaan, H. Arlan Daie. (Foto:ist)

JAKARTA, INAKORAN.COM

Ramadhan 1446 H hadir secara "syar'i" dengan perintah wajib berpuasa, menahan diri dari makan, minum dan lain-lain yang membatalkan puasa.

Secara spritual lebih dari itu, puasa adalah jalan "rohani" untuk cegah dini atas godaan nafsu kekuasaan yang rakus.

Itulah tujuan "rohani" puasa Ramadhan, yakni "la'allakum tatyaqun" (Q.S. Al Baqarah, 183), meneguhkan kembali karakter mental yang tangguh, menahan diri dan "cegah dini" dari godaan kekuasaan yang "Attakastur" (Q.S. At takatsur, 1), yakni rakus, tamak dan nafsu "binatangisme".

Dalam ayat lain dengan menggambarkan tentang fir'un sebagai penguasa politik Al Qur'an menyebutnya dengan diksi "thaghut", melampaui batas.

Sewenang wenang dan otoritarian. Daya rusaknya dahsyat bagi sendi sendi kehidupan di "negeri" yang dipimpinnya (Q.S. Al Fajr, 10-12).

Dalam karya tesisnya berjudul " Analisis Kepemimpinan Fir'un Dalam Al Qur'an", Faisol Adhim, penulisnya, meletakkan Fir'un bukan sekedar "sosok personal" melainkan diksi simbolik tentang profil penguasa diktatoris sempurna, angkuh dan dlolim di ruang kepemimpinan politik.

Jadi, watak kekuasaan di level manapun dalam lintasan sejarah peradaban politik memang cenderung "attakatsur", otoriter dan sewenang wenang atau dalam konteks kisah fir'un di atas disebut "thaghut", melampaui batas. 

Lord Action, sejarawan moralis Inggris (1887) merumuskan watak dasar kekuasaan di atas dengan diksi terkenal "power tends to corrupt, absolute power corrupts absolutely", 

Artinya, kekuasaan cenderung koruptif makin besar kuasanya makin gila gilaan watak dan perilaku koruptifnya.

Mulai dari "ngakali" rakyat hingga teman seiring pun disingkirkan jika mengganggu jalan nafsu kuasa politiknya.

Sejarah peradaban kekuasaan politik mengajarkan kita misalnya musnahnya bangsa 'Ad , "Tsamud" dan tersungkurnya Fir'un  Q.S . Al Fajr 7) adalah contoh bahwa  nafsu "politik at takastur" dan "mengakali" kekuasaan untuk merawat kepentingan kekuasaannya sendiri hanyalah mempercepat galian lubang "jatuh terhina" se hina-hina nya ("asfala safilin")

Pun demikian berkali-kali sejarah politik modern memberi kesaksian betapa banyak politisi dan penguasa yang dulu dipuja puja dan di back up kekuatan "beton politik" lalu dengan mudah tersungkur dihujat rakyatnya sendiri justru karena alpa  "berpuasa", tidak membatasi diri dari kecenderungan politik "At takastur" atau berlebih lebihan.

Back up dan jaringan politik kuat dan kokoh yang dibangga banggakan rontok begitu mudah karena keangkuhan dan perilaku "binatangisme" kuasa politiknya. Jatuh hina, nista dan nestapa.

Dalam konteks itu puasa Ramadhan harus dihadirkan untuk melatih "cegah dini" akal akalan politik "menipu rakyat". Di era politik "post truth", sebuah cara pencitraan yang manipulatif tak jarang kemampuan "menipu rakyat" menjadi tolok ukur keberhasilan berpolitik.

Dengan kata lain Ramadhan bukan panggung selebritas politik untuk pamer keshalehan artifisial murahan, bagi bagi THR dengan selfi selfi secara narsis, tapi jalan spiritual rohaniah yang bersahaja, momentum ruang kontemplasi diri atas perilaku dan keasyikan tamak dan rakus.

Inilah makna spritual  politik dari tujuan "rohani"  berpuasa ramadlan, yakni "la 'allakum  tat taqun" bahwa puasa bagi para penguasa di level manapun dan kekuasaan versi apapun adalah sensor mental spritual untuk "isi ulang" kesadaran memproteksi diri dari godaan nafsu "politik At takastur", sewenang  wenang. 

Inilah puasa sebagai jalan rohani untuk proteksi dini dari watak kekuasaan yang "thaghut", melampaui batas untuk tidak jatuh dalam kehinaan yang nista. 

Selamat menjalankan ibadah puasa Ramadhan 1446H, semoga kita dilimpahi kekuatan lahir batin dan penuh khusyuk untuk menjadikan puasa.ramadlan sebagai "vaksin yang imun" dari watak kekuasaan yang berlebihan dan "binatangisme politik" yang primitif dan  angkuh.
Wallahu a'lamu bish shawab.

Ditulis oleh: H. Arlan Daie
Analis politik dan sosial keagamaan

TAG#Politik, #kekuasaaan

198743761

KOMENTAR