Rahayu Saraswati Djojohadikusumo: RUU Penghapusan Kekerasan Seksual Diharapkan Segera Dibahas

Jakarta, Inako
Laporan Komnas Perempuan menyebutkan ada sekitar 400 ribuan kasus kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak pada tahun 2018. Jumlah itu belum termasuk kasus yang tidak dilaporkan. Oleh karena itu kehadiran Rancangan Undang-Undang (RUU) Penghapusan Kekerasan Seksual (P-KS) sangat dibutuhkan. Diharapkan Panja Komisi VIII DPR RI segera membahas RUU P-KS itu dalam waktu dekat.
Hal itu diungkapkan oleh Rahayu Saraswati Djojohadikusumo dari KPPRI sekaligus anggota Panja Komisi VIII DPR RI dalam Diskusi Publik dengan tema “Tantangan Mewujudkan Masyarakat Indonesia Tanpa Kekerasan: Mencari Solusi dalam RUU Penghapusan Kekerasan Seksual” di Kompleks MPR/DPR RI, Senayan, Jakarta, Kamis (28/3/2019). Diskusi ini didukung oleh Jaringan Kerja Prolegnas Pro Perempuan (JKP3), Kalyanamitra, KPPRI (Kaukus Perempuan Parlemen RI), KPPI (Kaukus Perempuan Politik Indonesia), dan MPI (Maju Perempuan Indonesia).

Anggota fraksi Partai Gerindra itu menambahkan bahwa saat ini terjadi kesalahpahaman terkait keberadaan RUU P-KS. Banyak yang mengira RUU P-KS sudah disahkan, padahal sama sekali belum dibahas di tingkat komisi.
“Saya lihat saat ini banyak masyarakat yang masih salah paham di mana RUU PKS ini sudah disahkan atau sudah mendekat pengesahan, padahal kenyataan RUU PKS ini belum disahkan. Di dalam draf yang ada belum ada sama sekali masukan-masukan dari fraksi-fraksi. Kita akan melakukan pembahasaan, sebab bagaimana pun juga negara harus hadir untuk melindugi para korban kekerasan (seksual),” kata Saraswati kepada inakoran.com, di Kompleks MPR/DPR, Jakarta, Kamis (28/3/2019).
Terkait dengan kahadiran beberapa anggato Caleg yang berasal dari beragam partai politik dalam diskusi publik tersebut, keponakan Prabowo Subianto itu mengatakan bahwa pembahasan RUU P-KS ini tidak ada kaitan dengan caleg yang ada sekarang. Sebab mereka baru akan menjadi anggota DPR pada bulan Oktober 2019 nanti.
“Jadi pembahasan RUU ini tidak ada kaitan dengan caleg sekarang. Sebab pengesahan RUU PKS ini selesai sebelum periode DPR sekarang berakhir, sementara caleg yang ada sekarang baru bisa bekerja setelah Oktober nanti. Dan berdasarkan jadwal pembahasan RUU nanti akan dilakukan pada bulan Mei setelah Pemilu,” tuturnya.
Kemudian terkait meningkatnya jumlah kasus kekerasan seksual, Saraswati menegaskan kalau saja tahun 2016 pemerintah menyatakan ada gawat darurat kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak-anak, mungkin jumlah kasusnya berkurang. Oleh karena itu, ia mendesak pemerintah untuk mengambil langkah yang tepat.
Menurut Saraswati, langkah yang ditempuh pemerintah adalah mengambil kebijakan anggaran yang bisa memberikan perlindungan terhadap perempuan dan anak. Selain itu, pemerintah juga memberikan pendidikan kepada aparat penegak hukum agar mereka memiliki perspektif korban dan perspektif gender.
“Pendidikan kepada aparat penegak hukum bertujuan agar tidak lagi terjadi kasus seperi yang dialami oleh Baiq Nuril (seorang ibu di Mataram-NTB), dimana dia adalah korban, tetapi justru dia diviktimisasi dan bahkan dijadikan tersangka untuk undang-undang yang lain,” tegas putri Hashim Djojohadikusumo ini.
TAG#Diskusi Publik, #RUU P-KS, #Kekerasan Seksual, #DPR, #Rahayu Saraswati Djojohadikusumo
190231676
KOMENTAR