Riset: Jumlah Perokok Di Yogyakarta Capai Angka 31,6 Persen

Binsar

Friday, 02-11-2018 | 07:18 am

MDN
Ilustrasi [ist]
“TAR dihasilkan dari proses pembakaran rokok yang dapat memicu berbagai penyakit berbahaya pada tubuh, bukan nikotin. Tapi yang mesti diketahui juga, nikotin ini juga tidak bebas risiko,”

 

Yogyakarta, Inako –

Riset Kesehatan Dasar yang dilakukan Kementerian Kesehatan tahun 2013, terkait prosentasi perokok di tiap daerah menunjukkan, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) masuk ke dalam 15 besar angka perokok tertinggi di Indonesia, yaitu sebesar 31,6%.

Lembaga bernama KABAR (Kegiatan Koalisi Indonesia Bebas TAR) yang diketuai Dr. drg. Amaliya, mengatakan, perlu sebuah solusi untuk mengurangi jumlah perokok secara perlahan.

Dari penelitian yang mereka lakukan, didapati banyak fakta menarik di lapangan seputar perokok, antara lain ditemukan banyak perokok yang merasa kesulitan untuk berhenti. Mereka juga mengaku telah banyak mencoba beragam metode berhenti merokok, seperti cold turkey, bantuan dengan permen, hingga terapi konseling.  

“Namun, masih banyak yang belum berhasil. Ini memang membutuhkan solusi lain untuk membantu mereka (perokok) agar dapat berhenti secara perlahan,” terang Amaliya dalam Diskusi Publik tentang Tembakau Alternative di Sekip Room, Gadjah Mada University Club, Bulaksumur, Yogyakarta, Rabu (31/10/2018).

Peneliti Yayasan Pemerhati Kesehatan Publik (YPKP) Indonesia ini menyebut selama roadshow  yang digelar Kabar sejak April lalu masih banyak mendapati mispersepsi soal kandungan berbahaya pada rokok di masyarakat. Banyak yang mengira kalau nikotin adalah kandungan yang paling berbahaya pada rokok, padahal sebenarnya yang paling berbahaya itu TAR. 

“TAR dihasilkan dari proses pembakaran rokok yang dapat memicu berbagai penyakit berbahaya pada tubuh, bukan nikotin. Tapi yang mesti diketahui juga, nikotin ini juga tidak bebas risiko,” jelasnya.

Menurut Amalia metode harm reduction (pengurangan risiko) yang ada pada produk tembakau alternatif seperti rokok elektrik dan produk tembakau yang dipanaskan bukan dibakar dapat mengeliminasi TAR, sehingga risiko kesehatannya menjadi lebih rendah.

 

“Oleh karena itu, ada baiknya kita mempertimbangkan metode pengurangan risiko ini sebagai metode yang dapat membantu mengurangi angka perokok di Indonesia,” lanjutnya.

Senada dengan Amaliya, Dosen Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Padjadjaran Dr Ardini Raksanagara proses pemanasan pada produk tembakau alternatif dapat mengeliminasi TAR. Dengan terleminasinya TAR, maka risiko terhadap paparan penyakit berbahaya seperti jantung dan kanker juga tereduksi secara signifikan.

“Metode ini patut diperhitungkan mengingat potensi manfaat yang dimilikinya. Meskipun berhenti merokok adalah jalan terbaik, tapi produk ini dapat menjadi pilihan bagi mereka yang kesulitan atau belum berkeinginan untuk berhenti merokok,” jelasnya. Kabar Roadshow sebelumnya telah berlangsung di empat kota, yaitu Jakarta, Bandung, Bali, dan Palembang.

 

Baca juga :

 

TAG#DIY, #rokok, #Hasil riset

198737900

KOMENTAR