RTI Gelar FGD : Mengawal Visi Pertanian Presiden Terpilih

Jakarta, Inako
Rumah Tani Indonesia mengelar Focus Group Discussion dengan tema "Mengawal Visi Pertanian Presiden Terpilih" yang dilaksanakan di Hotel Ibis Cawang, Jakarta, Kamis (12/9/2019).
Direktur Eksekutif Nasional Rumah Tani Indonesia, Jones Batara Manurung mengatakan bahwa program Reforma Agraria yang dilakukan selama 5 tahun pertama Joko Widodo belum berjalan maksimal.
Program redestribusi tanah sebagian besar belum terealisasi dari target seluas 4,5 Juta Ha.
“Salah satu perhatian kami dalam visi pertanian Jokowi adalah redestribusi tanah yang diperuntukkan bagi petani. Berdasarkan data yang dirilis Dirjen Penataan Agraria 2018 yang direalisasikan baru 196.483 Ha dari target 4,5 juta Ha yang diinginkan,” ujarnya melalui siaran pers yang diterima redaksi Inakoran.com Kamis (12/9).
Selain itu, lanjut Manurung, bahwa Sumber Daya Manusia disektor pertanian masih rendah yang berdampak pada kurangnya penggunaan sains dan teknologi dalam pengelolaan pertanian. hal ini berimplikasi pada rendahnya produktifitas.
“Dari sisi pendidikan petani kita mayoritas hanya tamatan Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah Pertama, hal ini menyebabkan petani kita bersaing di era industri 4.0,” pungkasnya.
Sementara itu, Kepala Bidang Penyelenggaran Pendidikan, Pusat Pendidikan Pertanian Kementerian Pertanian, Ismaya Nita Rianti Parawansa mengatakan bahwa Kementerian Pertanian saat ini sudah memilliki pendidikan vokasi serta pelatihan-pelatihan kewirausahaan di bidang pertanian.
“Sebagai komitmen untuk melahirkan petani-petani muda, petani yang melek teknologi informasi, kami telah mengtransformasi sekolah tinggi penyuluhan petanian (STTP) menjadi politeknik pembangunan pertanian (Polbangtan) dengan kurikulum sebagai lembaga vokasi,” jelas Rianti.
Pada saat yang sama Ketua Umum Gerbang Tani Indonesia, Idham Arsyad mengatakan bahwa selama ini Kementerian Pertanian selalu mempublikasi, produksi padi selalu surplus namun, beberapa bulan kemudian pemerintah melakukan impor beras.
“Berdasarkan data, sejak tahun 2011 hingga tahun 2018 produksi padi rata-rata setiap tahunnya adalah sebanyak 74.48 juta ton, jika dikonversi ke beras maka setiap tahunnya kita memiliki stok beras sebanyak 46,17 juta ton namun beberapa tahun terakhir Pemerintah Joko Widodo melakukan impor untuk menutupi kekurangan beras di Indonesia, ini tentu menjadi pertanyaan ?,” ujarnya bertanya.
Pada kesempatan itu hadir Ketua DPP Petani Nasdem, Syaiful Bahari mengatakan bahwa selama ini data pertanian Indonesia banyak yang tidak sesuai dengan fakta dilapangan yang mengakibatkan data produksi pertanian tidak sesuai target yang direncanakaan seperti data produksi beras.
“Selain itu Industri Pangan khususnya pada pasca panen belum terintegrasi, hal ini bisa dilihat dari terpisahnya antara pelaku usaha pertanian. Belum lagi Supply chain antara Industri Besar dan usaha kecil belum terhubung,” ujarnya.
TAG#rumahtani
190215545
KOMENTAR