SAH! 19 Tahun Usia Minimal Kawin Perempuan dan Laki-Laki

Hila Bame

Tuesday, 17-09-2019 | 17:29 pm

MDN
Dian Kartikasari, S.H, Sekjend Komisi Perempuan Indonesia

Jakarta, Inako

Penghapuskan praktik perkawinan anak merupakan bentuk upaya Negara untuk menjamin hak anak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang, mendapatkan perlindungan dari kekerasan serta diskriminasi, dan sebagaimana diamanat dalam Undang-Undang Dasar Negara RI Tahun 1945, UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (UU Perlindungan Anak), dan Konvensi Hak Anak yang telah diratifikasi pada tahun 1990.

Upaya pencegahan perkawinan anak juga telah diintegrasikan ke dalam salah satu indikator Kabupaten/Kota Layak Anak, yang saat ini telah diinisiasi oleh 435 kabupaten/kota, demikian rilis Koalisi Perempuan Indonesia (KPI)  yang diterima redaksi Inakoran.com Selasa(17/9/2019). 

 

Proses dialog yang luar biasa dalam pembahasan RUU Perubahan atas UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan berjalan dengan lancar dan dinamis.

 

Sebelum keputusan dalam sidang paripurna ke – 8 pada 16 September 2019, terdapat 4 (empat) tahapan pertemuan sidang dalam panitia kerja (PANJA) yang dilakukan dengan agenda :


1.    Penjelasan Tim Pengusul serta penyerahan Naskah Akademik dan Draft RUU Perubahan atas UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan kepada Badan Legislatif pada 20 Agustus 2019;
2.    Pembahasan Harmonisasi di Badan Legislasi dan Pandangan Fraksi atas Draft RUU Perubahan atas UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan pada 2 September 2019;
3.    Pembahasan tingkat pertama Draft RUU Perubahan atas UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan antara Panja dan Pemerintah yang digawangi oleh KPPPA pada tanggal 12 September 2019;
4.    Pembahasan Draft RUU Perubahan atas UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan tingkat dua dan pengesahan dalam sidang paripurna pada 16 September 2019.

Dukungan yang juga sangat luar biasa dari sebagian besar fraksi dengan posisi 10 fraksi yang mempunyai pandangan yang beragam atas batas usia perkawinan, dimana komposisi 8 fraksi menyetujui menaikkan usia perkawinan bagi perempuan adalah 19 tahun disamakan dengan laki-laki, dengan pertimbangan catatan yaitu harus disertai upaya-upaya yang lebih strategis, diantaranya sosialisasi dan pembinaan kepada masyarakat.

Sedangkan terdapat 2 fraksi  lain yang menyetujui menaikkan batas usia perkawinan perempuan dari 16 tahun menjadi 18 tahun, dan laki-laki menjadi 18 tahun.

Hal lain yang menjadi kesepakatan adalah usulan perubahan tidak hanya pada Pasal 7 ayat (1), namun juga Pasal 7 ayat (2) yang menetapkan bahwa kewenangan pemberian dispensasi hanya diberikan kepada Pengadilan baik Pengadilan Agama maupun Pengadilan Negeri, dan menghapuskan frasapejabat lain”, karena akan menimbulkan multi tafsir Dispensasi juga hanya dapat diajukan bila ada alasan mendesak disertai bukti-bukti yang cukup.

Selanjutnya pemberian dispensasi oleh Pengadilan wajib mendengarkan pendapat kedua belah calon mempelai. Ketentuan ini dimaksudkan untuk mencegah praktek perkawinan paksa serta sekaligus untuk menerapkan hak partisipasi anak, dimana pendapat anak harus didengarkan bila berkaitan dengan hal-hal yang menyangkut kehidupannya.

Adapun hasil kesepakatan dalam Rapat Baleg atas pembahasan RUU tentang Perubahan atas UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan adalah sebagai berikut:

1.  Ketentuan Pasal  7  diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: 

Pasal 7
(1)    Perkawinan hanya diizinkan apabila pria dan wanita sudah mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun. 
(2)    Dalam hal terjadi penyimpangan terhadapketentuan umur sebagaimana dimaksud pada ayat (1), orang tua pihak pria dan/atau orang tua pihak wanita dapat meminta dispensasi kepada Pengadilan dengan alas an sangat mendesak disertai bukti-bukti pendukung yang cukup.
(3)    Pemberian dispensasi oleh Pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib mendengarkan pendapat kedua belah calon mempelai yang akan melangsungkan perkawinan.
(4)    Ketentuan-ketentuan mengenai keadaan seorang atau kedua orang tua calon mempelai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) dan ayat (4) berlaku juga ketentuan mengenai permintaan dispensasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dengan tidak mengurangi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (6). 

        Koalisi Perempuan Indonesia dan Koalisi 18+ menyampaikan penghargaan dan apresiasi atas kerja DPR RI dan Pemerintah dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.

Kami berharap dengan adanya perubahan UU Perkawinan terkait batas usia dapat menurunkan angka perkawinan anak di Indonesia dan menghentikan perkawinan anak serta menghasilkan generasi emas yang terbebas dari stunting.

Ke depan, diharapkan KPPPA segera menyusun Peta Jalan dan Strategi Nasional Penghapusan Perkawinan Anak sebagai implementasi perubahan UU Perkawinan, demi mewujudkan Sumber Daya Manusia Unggul.

 

TAG#KPI

190215425

KOMENTAR