Suhu Bumi Alami Kenaikan, Salju di Pegunungan Jayawijaya Terancam Punah

Binsar

Saturday, 20-04-2019 | 08:50 am

MDN
Salju di Puncak Jaya Papua [ist]

Jakarta, Inako –

Salju biasanya diidentikan dengan Eropa. Anggaapn ini tentu benar adanya, lantaran di Eropa terdapat musim yang dikenal dengan nama  musim salju di mana hampir semua pegunungan pada musim itu selalu diselimuti salju.

Akan tetapi, Eropa tentu bukan satu-satunya benua di mana orang bisa menyaksikan salju. Pasalnya, di Indonesia orang juga bisa menyaksikan salju abadi. Hal itu dapat kita saksikan di pengunungan Jayawijaya, Papua.

Meski Indonesia bukan negara empat musim, namun di puncak Pegunungan Jayawijaya, bersemayam salju abadi, meski belakangan kondisi salju di puncak Jayawijaya itu semakin menipis.

Sebelumnya Puncak Jaya bernama Piramida Carstensz, nama tersebut disematkan setelah penjelajah Belanda Jan Carstenszoo, melihat gletser (padang salju) di puncak gunung pada tahun 1623.

Namun Gletser Puncak Jaya baru berhasil didaki pada awal tahun 1909 oleh seorang penjelajah Belanda, Hendrikus Albertus Lorentz, dengan enam orang suku Kenyah yang direkrut dari Apau Kayan di Kalimantan Utara. 

Puncak Jaya mempunyai ketinggian 4.884 meter di atas permukaan laut (mdpl). Mencapai tempat ini adalah impian bagi para pendaki di Indonesia bahkan di dunia, karena merupakan salah satu dari Tujuh Puncak Tertinggi di Dunia (Seven Summits).

Sebenarnya Pegunungan Jayawijaya memiliki beberapa puncak, namun puncak tertingginya adalah Puncak Jaya. Selain Puncak Jaya ada pula Puncak Mandala (4.760 mdpl), Puncak Trikora (4.730 mdpl), Puncak Idenberg (4.673 mdpl), Puncak Yamin (4.535 mdpl), dan Puncak Carstenz Timur (4.400 mdpl).

Lokasi sejumlah gletser di Puncak Jaya, seperti di Gletser Carstensz, Gletser Northwall Firn Barat, dan Gletser Northwall Firn Timur, baru-baru ini dikabarkan lenyap. 

Gletser di Puncak Trikora di Pegunungan Maoke, menghilang sama sekali dalam kurun waktu antara 1939 dan 1962. 

Sejak tahun 1970-an, bukti dari citra satelit menunjukkan gletser Puncak Jaya telah menyusut dengan cepat. Sementara Gletser Meren mencair antara tahun 1994 dan 2000. 

Sebuah ekspedisi yang dipimpin oleh paleoklimatologi, Lonnie Thompson, pada tahun 2010 menemukan bahwa gletser menghilang pada tingkat ketebalan tujuh meter per tahun dan lenyap ada tahun 2015.

Perkara akses menuju kawasan timur Indonesia layaknya pekerjaan rumah yang tak kunjung selesai. Biaya yang diperlukan jauh lebih besar ketimbang liburan ke Singapura bahkan Jepang.

Berdasarkan data yang dihimpun, biaya penerbangan termurah ke Timika dari Bandara Soekarno Hatta untuk tanggal 19 Januari 2019, dimulai dari harga Rp4,7 juta per orang. Itu artinya perlu menyisihkan uang lebih dari Rp9 juta untuk biaya penerbangan.

Sedangkan untuk melakukan sebuah pendakian, masih banyak hal yang perlu disiapkan. Mengutip dari berbagai sumber, untuk mendaki Pegunungan Jayawijaya perlu menyiapkan biaya sebesar Rp30-80 juta untuk Warga Negara Indonesia, sedangkan untuk Warga Negara Asing diperkirakan membutuhkan biaya sekitar US$10-20 ribu (sekitar Rp144-288 juta)

Selain itu, proses perizinannya juga terbilang rumit. Ada beberapa surat izin penting yang harus didapatkan dari beberapa instansi di Jakarta, Jayapura, dan Timika, seperti dari kantor Kemenpora, Kapolri, Badan Intelejen Nasional, kantor Kemen LHK, Federasi Panjat Tebing Indonesia, Bakorstranasda, Kapolda, EPO, PT Freeport Indonesia (PTFI). 

Jalur pendakian menuju puncak Jaya dimulai dari basecamp piramida Cartensz, kemudian menuju Danau Biru, Lembah danau-danau, Yellow Valley, dan terakhir adalah Puncak Jaya.

 

KOMENTAR