“Sang Juru Bicara”, Panggilan Melayani dan Menjaga Pancasila

Hila Bame

Friday, 21-12-2018 | 17:32 pm

MDN
Ansy Lema (dok pribadi)

 

Kupang Inako

Yohanis Fransiskus Lema, S. IP, M.Si atau lebih dikenal dengan Ansy Lema adalah anak muda NTT kelahiran Kota Kupang yang merintis karir politik dan berkiprah di Jakarta. Ansy Lema berdarah campuran Ende Flores dan Belu Timor. Kakeknya dari garis keturunan ayahnya berasal dari Ende Flores, sementara neneknya, Helena Bui Teu, putri Paulus Maukura dan Yuliana Bolokau berasal dari Suku Kemak dan tinggal di Sadi Atambua. Sebelum menjadi Politisi, Ansy Lema tercatat sebagai aktivis mahasiswa 98. Ia juga dikenal sebagai Pendiri Forum Kota (Forkot), elemen pergerakan aktivis mahasiswa 98 yang melawan Soeharto dan rezim totaliter Orde Baru. Ansy Lema “anak kandung” reformasi. Selama mahasiswa, Ia aktif dalam politik pergerakan mahasiswa. Ansy Lema pernah menjadi Ketua Senat Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Nasional (Unas), Jakarta dan Pengurus Pusat Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI).


Kehidupan Ansy Lema boleh dibilang dinamis. Ia tak hanya mampu menekuni satu bidang saja. Selain pernah merambah dunia akademik sebagai Dosen politik di sejumlah kampus di Jakarta, Ansy Lema pernah menjadi Pengamat Politik juga Presenter program-program dialog (Talk-Show), sekaligus Pembaca Berita di stasiun televisi nasional milik negara, TVRI nasional. Selama menjadi presenter, Ansy Lema dikenal lugas dalam memandu dialog-dialog politik tanah air. Pada Pemilihan Gubernur-Wakil Gubernur NTT 2013, Ansy Lema didaulat sebagai moderator Debat Calon Gubernur-Wakil Gubernur NTT. 


Pun ketika dirinya banting stir ke dunia pengamat, Ansy Lema mampu memberikan kajian dan analisis politik dengan konten-konten berkelas. Kultur diskursus sejak mahasiswa adalah modal dasar Ansy Lema menjadi Pengamat Politik. Ia dibesarkan dalam era pergerakan mahasiswa yang kental dengan proses dialektika. Tak heran jika ia kerap tampil sebagai Analis Politik Nasional di berbagai stasiun TV nasional, semisal Metro TV, TV One, CNN, Kompas TV, Berita Satu TV, Jak TV, TVRI dll. Kemampuannya menyodorkan dalil politik argumentatif di ruang dialog, membuatnya disegani lawan bicara. Baginya, demokrasi sehat-bermartabat mensyaratkan adanya masyarakat-pemilih cerdas-tercerahkan secara politik. Untuk itu, proses edukasi-literasi politik harus terus dilakukan. Ruang publik mesti senantiasa diisi dengan gagasan-gagasan cerdas-bernas mencerahkan. Ansy Lema juga kerap menulis untuk sejumlah media nasional maupun lokal. Pada akhirnya, kemampuan analisis dan komunikasi politiknya yang tajam dan lugas dengan teknik public speaking yang logis dan sistematis mengantarnya sebagai Analis Politik, sekaligus Konsultan Politik yang banyak dicari. 


Pada Pilkada DKI 2017 lalu, ketika Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok bertarung merebut kursi DKI I, sosok Ansy Lema dipercayakan sebagai Juru Bicara (Jubir) Ahok. Ansy Lema dan Ahok memang telah mengenal satu sama lain, jauh sebelum Gubernur fenomenal itu dikenal luas publik seperti saat ini. Penampilan Ansy Lema yang memukau saat debat di beberapa stasiun TV nasional kala itu, membuat tak sedikit orang yang akhirnya jatuh hati padanya. Ansy mampu menjernihkan nalar publik dengan  political value yang juga menjadi kekhasan Ahok. Sebagai Jubir Ahok, Ansy Lema “pasang badan” untuk membela kebijakan Gubernur DKI Jakarta itu. “Membela Ahok bukan semata membela teman. Ahok harus dibela karena ia sungguh pemimpin dengan integritas dan kapasitas hebat, yang melayani rakyatnya dengan sepenuh hati”, ungkap Ansy Lema.


Rupanya, tak hanya Ahok yang menangkap kecerdasan Ansy Lema dalam membangun argumentasi politik ketika beragam isu menyerbu sosok kontroversial itu hingga pada akhirnya harus masuk jeruji. Ansy Lema mampu menyodorkan politik rasional ke hadapan publik meskipun Ahok pada akhirnya kalah dalam pertarungan. Politik, bagi Ansy Lema, harus logis dan etis. “Itu mengapa, kontestasi politik harus selalu mengedepankan edukasi dan literasi politik, bukan semata mendulang suara pemilih”, jelas Ansy Lema.


Sama seperti Ahok, Gubernur Sulawesi Selatan Prof. Dr. Ir. Nurdin Abdullah pun akhirnya jatuh hati. Ansy ditarik ke Sulawesi Selatan menjadi Juru Bicara Sang Profesor dalam Pilkada Sulsel 2018. Kemenangan Prof. Nurdin dalam kontestasi Pilkada Sulsel tentu tidak terlepas dari campur tangan Ansy Lema. Ia adalah mitra diskusi yang baik bagi Prof. Nurdin, mantan Bupati Bantaeng dua periode, yang kini naik kelas menjadi Gubernur provinsi Anging Mamiri. Dari dua sosok pemimpin hebat ini, yakni Gubernur Ahok dan Gubernur Nurdin, Ansy Lema belajar bagaimana mengelola pemerintahan dan menjalankan politik untuk keadilan dan kesejahteraan masyarakat. Saat ini Ansy Lema adalah Staf Khusus Gubernur Sulsel. “Memimpin berarti melayani. Maka, politik adalah panggilan untuk melayani rakyat. Jadi pemimpin jangan minta dilayani, justru harus melayani rakyat”, pungkas suami dari Maria Immaculata Inge Nioty, perempuan berdarah Mukun Manggarai. 


Kini, lulusan Pascasarjana (S2) FISIP Universitas Indonesia (UI) ini memutuskan maju sebagai Calon Anggota Legislatif (Caleg) DPR RI Nomor Urut 2 dari PDI Perjuangan di Daerah Pemilihan (Dapil) NTT 2 yang meliputi 12 Kabupaten/Kota yang tersebar di empat pulau: Timor, Sumba, Rote dan Sabu. Dari aktivis mahasiswa, Dosen, jurnalis, penulis, Presenter televisi, Pengamat Politik, Konsultan Politik dan Juru Bicara, kini Ansy Lema beralih menjadi Politisi. Dari Aktivis Mahasiswa 98 yang berjuang lewat “Parlemen Jalanan”, kini Ansy mantap melangkah menuju Senayan. “Sang Juru Bicara” kini pulang kampung untuk menjadi Juru Bicara, Penyambung Lidah Rakyat NTT di Senayan.


Ansy Lema terpanggil menjadi politisi sebab ia menyadari bahwa kerja politik adalah tanggung jawab mulia karena bertujuan mewujudkan kesejahteraan-keadilan rakyat. “Politik sejatinya mulia, suci, yang kotor adalah pelakunya”, kata Ansy Lema. Menurutnya, politik ibarat pisau. Di tangan Dokter Bedah, pisau berguna untuk melakukan operasi demi kesembuhan pasien. Demikian pula di tangan Koki atau Juru Masak, pisau menghasilkan masakan lezat-bergizi. Namun, di tangan perampok dan pembunuh, pisau jadi sangat berbahaya dan menakutkan karena dipakai untuk membunuh.


Semua sepak terjang Ansy dalam politik adalah eksperimen demokrasi yang dilakukannya. Ansy Lema percaya, dalam era otonomi daerah dan desentralisasi, membangun dan memajukan Indonesia sama dengan membangun daerah. Daerah maju, Indonesia maju. Maka, jika Aceh maju, Papua maju, NTT maju, NTB dan Banten maju, berarti Indonesia maju. Namun baginya, syarat utama suatu daerah bisa maju adalah adanya pemimpin transformatif-inspiratif di daerah tersebut. Pemimpin adalah pionir, perintis, pemberi arah dan orientasi bagi suatu proses perubahan dan transformasi. Pemimpin daerah lewat keteladanannya harus mampu mentrasformasi birokrasi sehingga birokrasi bisa menjalankan tiga fungsi utamanya secara optimal, yakni sebagai agen pelayanan publik, agen pembangunan dan agen pemberdayaan masyarakat.


Itu mengapa, keteladanan pemimpin menjadi kata kuncinya. Jakarta berubah maju karena kepemimpinan Jokowi dan Ahok, Bantaeng berkembang pesat karena ada Nurdin Abdullah, Bandung maju karena Ridwan Kamil, Surabaya jadi keren karena kepemimpinan Tri Rismaharini. Pemimpin adalah pencipta sejarah (the Historical Maker). Hanya pemimpin dengan integritas-kapasitas mumpuni yang mampu menghadirkan birokrasi bersih berorientasi melayani. 


Ansy Lema juga menyampaikan keprihatinannya mengenai masa depan Indonesia, terutama terkait adanya kelompok intoleran anti-Pancasila yang berniat mengganti dasar negara Pancasila dengan dasar negara agama. Ansy tidak khawatir dengan Pemilu tahun 2019 karena ia yakin Presiden Joko Widodo akan kembali dipercaya memimpin Indonesia. Namun, selepas era kepemimpinan Joko Widodo, yakni pada Pemilu tahun 2024, Indonesia berada di persimpangan jalan. Hingga kini, belum muncul sosok nasionalis-pluralis yang menonjol sehingga bisa diandalkan untuk mengganti Joko Widodo di tahun 2024. Sementara, tahun 2024 kelompok intoleran anti-Pancasila menargetkan mengambil alih kepemimpinan negeri ini. Karena alasan ancaman terhadap ideologi negara, Ansy Lema terpanggil untuk bisa berada di Perlemen untuk berjuang memertahankan ideologi negara Pancasila. “Sebagai aktivis 98 dan anak kandung reformasi, saya merasa terpanggil untuk berjuang memertahankan ideologi Pancasila kala Indonesia berada di persimpangan jalan pada tahun 2024 nanti. Namun, saya harus memanaskan mesin politik pribadi saya sejak tahun 2019 dengan menjadi anggota DPR RI, sehingga di tahun 2024, saya sudah lebih siap menjalankan perjuangan ideologis di level nasional”, jelas Ansy Lema. Di sisi lain, Ansy Lema menjelaskan tahun 2024, sejumlah anggota DPR RI senior asal NTT diperkirakan tidak akan lagi menjadi anggota DPR RI karena sudah 3 atau 4 periode menduduki kursi di Senayan. Itu mengapa, regenerasi wakil rakyat asal NTT di Senayan harus dipersiapkan sejak tahun 2019. Tahun 2024 adalah masa bagi generasi 98 untuk berkiprah menentukan masa depan bangsa.


Akhirnya, kemarin Ansy Lema adalah Juru Bicara Ahok dan Gubernur Sulsel Nurdin Abdullah, hari ini Ansy Lema pulang kampung memohon bapa, mama dan basodara samua untuk kasih doa restu dan mendukung dan mengantar Ansy Lema menjadi “Juru Bicara” rakyat NTT, penyambung lidah rakyat NTT di Senayan. “Tahun 1998, saya bersama mahasiswa dan rakyat mencipta sejarah besar negeri ini, yakni meletakkan tonggak peralihan era Orde Baru ke era Reformasi. 25 tahun kemudian di 2024, saya terpanggil untuk ikut membuat sejarah besar Republik ini, yakni menjaga dan memastikan bahwa Pancasila tetap menjadi ideologi negara”, terangnya. Ansy menambahkan, sejarah besar Indonesia selalu berulang antara 20 atau 30-an tahun. Tengok saja episode besar sejarah Indonesia. Era 08 Budi Utomo ke tahun 1928 Sumpah Pemuda, lalu ke era Proklamasi tahun 1945, era Orde Baru tahun 1965, era Reformasi tahun 1998. “Tahun 2024 akan menjadi tahun penentuan arah dan masa depan negeri ini. Dan saya, Yohanis Fransiskus Lema, terpanggil untuk menentukan arah dan masa depan Indonesia tetap dengan dasar negara Pancasila. Apalagi, pendiri Republik ini, Bung Karno mengakui bahwa dalam pengasingannya selama 4 tahun ke Ende, yakni sejak 1934-1938, Bung Karno menemukan ilham 5 butir nilai Pancasila. Ende adalah tanah leluhur saya. Itu berarti, rahim Pancasila ada di tanah NTT”, tutup Ansy Lema.

Simak video berikut ya ajakan Dr.Phil. Lily TJ dari Universitas indonesia, terkait ruh kebangsaan kita yang bhineka menghadapi pilpres 2019. Jangan lupa "klik subcribe" dan viralkan. makasih

TAG#Pilpres 2019, #Ansy Lema

190232117

KOMENTAR