Sebelum Pergi, Ia Membangun Batu Setantung

KUNINGAN, JABAR, INAKORAN
Sebelum Pergi, Ia Membangun Batu Setantung
Kini usianya 90 tahun. Sebelum menghembuskan nafas terakhir ia sudah mempersiapkan diri.
Jauh sebelum waktunya tiba, ia sudah mempersiapkan tempat peristirahatannya abadi. Ia memohon warganya untuk membangun sebuah bangunan "Batu Setantung" yang berlokasi di Curug Gong di lereng Ciremai, gunung tertinggi di Jawa Barat.

Kuningan Jawa Barat
Batu Setantung adalah bangunan makam. Bangunan ini sempat heboh karena berbagai kelompok radikal di Jawa Barat seperti Tasik, Ciamis, Kuningan berbondong bondong menuntut bangunan makam ini dirobohkan atau dihentikan.

Persoalan ini menjadi isu nasional sehingga menurunkan Komnas HAM dan berbagai pejabat tinggi Jakarta turun tangan.
Hampir seluruh rekam jejak perjuangan tokoh ini mengalami tantangan luar biasa.
Ia adalah Pangeran Djatikusumah, tokoh Sunda Wiwitan, yang bermukim di Cigugur, Kuningan Jawa Barat. Ia adalah cucu Pangeran Madrais.
Pangeran Madrais adalah tokoh hebat yang seluk beluk pergerakannya sudah direkam pemerintah Hindia Belanda. Banyak mahasiswa Indonesia meraih gelar doktor dengan mengkaji ajaran Madrais dan mereka mencari referensi di arsip universitas Leiden, Belanda.
Madrais sudah mengukuhkan ajaran dan pemikirannya lewat manuskrip yang jumlahnya sekitar 200 ribu halaman. Naskah ini sedang diselamatkan pihak Kedutaan Inggris dengan merekam lewat foto digital.
Naskah ini juga sudah diterjemahkan dari huruf Sunda ke huruf Latin dan sudah berlangsung 20 tahun, tapi belum juga selesai. Inti ajaran Madrais bertumpu pada Jati Diri Manusia dan Jati Diri Bangsa.
Artinya setiap manusia di muka bumi ini sejatinya sama, tidak ada perbedaan. Sama-sama perasaan takut, gembira, dan sama sama mengharapkan keselamatan dunia dan akhirat.
Tetapi hidup sebagai bangsa jelas memilki cara ciri sendiri. Orang yang hidup di dekat kutup seperti suku Eskimo berbeda dgn orang Indonesia yang hidup di daerah katulistiwa.
.png)
Demikian pula orang Arab di Timur Tengah dan orang Eropa tentu berbeda budaya, bahasa, pakaian dan adat istiadat dengan orang Indonesia. Tetapi ketika agama agama dari luar datang ke Indonesia, terjadi benturan hebat dan terus bergolak hampir sepanjang masa.
Nah itulah yang diperjuangkan Madrais dalam ajarannya. Ia mengatakan "meski kita tidak sepengakuan (beda keyakinan) tapi marilah kita sepengertian". Hidup berdampingan dan tanamkan sikap saling kasih dengan semangat toleransi.
Jika agama yang datang dari luar disertai ciri khas budaya asal muasal agama, maka benturan tidak terhindarkan!
Atas ajarannya ini dianggap berbahaya bagi pemerintah Belanda karena menekankan nasionalisme hingga dia diasingkan di Digul, Papua selama 7 tahun, awal abad 20.

KOMENTAR