Selamatkan Hutan Rakyat, Lembaga Pengelola Hutan Desa Tolak Otorita Pariwisata Labuanbajo

Jakarta, INAKORAN
Lembaga Pengelola Hutan Desa (LPHD) Duli-Matakode Labuanbajo, menolak lahan adat di lokasi Duli-Matakode milik rakyat dijadikani lokasi Otorita Pariwisata yang digagas pemerintah pusat, demikian rilis Lembaga Pengelola Hutan Desa (LPHD) yang diterima INAKORAN.COM Jumat, (29/1/21).
Belakangan ini masyarakat Labuan Bajo diramaikan oleh kehadiran Badan Pengawas Otorita Parawisata (BPOP) di kawasan Duli-Matakode dan sekitarnya. Kehadiran badan ini terjadi pro dan kontra. Ada yang mendukung kehadiran badan ini tetapi ada juga pihak yang menolak. Kelompok yang menolak terutama datang dari masyarakat adat.
Ramai di media massa memberitakan bahwa lokasi BPOP di kawasan Duli-Matakode dan sekitarnya seluas 400 hektar. Tetapi kepastian lokasi ini masih diminta klarifikasi apakah betul di lokasi kawasan Wae Mata, Duli-Matakode dan sekitarnya atau tidak, ujar Koce Janggat, warga Labuan Bajo.
BACA:
Hak Ulayat, mendapat pengkuan dalam UUD 1945, Kata Dr Aartje Tehupeiory Pakar Hukum Agraria
Tetapi jika lokasi BPOP ini berada di lokasi Duli-Matakode maka kami dari Lembaga Pengelola Hutan Desa (LPHD) Duli-Matakode akan tolak mentah-mentah. Alasan utama, hutan lindung dan keberadaan aneka hayati di kawasan itu akan punah dan Labuan Bajo akan terjadi bencana alam, demikian kata Mikhael Antung Sekjen LPHD Duli-Matakode. LPHD adalah lembaga yang keberadaanya berdasarkan SK Kelurahan Nomor Bu.028/2081/2032.b/XII/2020.
Kawasan Duli Matakode adalah tanah leluhur masyarakat adat Lancang. Tanah ini diserahkan kepada negara sejak dulu kala demi menjaga kelestarian alam dan aneka binatang endemik yang hidup di kawasan itu.
Untuk menjaga kelestarian hutan dan satwa endemik di kawasan itu, pihak LPHD sudah mengajukan proposal ke Departemen Lingkungan Hidup dan Hutan untuk menjadikan kawasan itu dibawah program Hutan Desa.
Pengelolaan LPHD bertujuan untuk menata kawasan itu dan memanfaatkan bagi kepentingan masyarakat. Diharapkan pengelolaan kawasan itu bermanfaat bagi masyarakat dan tetap menjaga kelestarian hutan dan satwa di dalamnya, ujar Antung.
Jika BPOP berada di kawasan itu maka hutan lestari nan indah beserta aneka satwa endemik dikhawatirkan akan punah,,” tambah Antung. “Biarkan tempat itu seperti sedia kala dan tempat asri dan dijadikan bagian alami kota Labuan Bajo” tambahnya
Kekhawatiran lebih jauh bahwa para investor yang digandeng BPOP menyebabkan para masyarakat setempat menjadi penonton dan hanya bekerja sebagai karyawan saja. Padahal itu tanah leluhur kami, tambah Antung.
Kekhawatiran lain dengan memperhatikan banyak daerah wisata di Indonesia yang dikendalikan oleh para investor Jakarta sementara masyarakat setempat sebagai penonton saja. Misalnya di Bali, hampir kota parawisata di Bali dimiliki para investor dari Jakarta, sementara rakyat Bali dipinggirkan. Selanjutnya masyarakat adat Bali tercabut dari akar, terpaksa bertransmigrasi di Sumatera, Kalimantan dan ke berbagai daerah di Indonesia, ujar Deny Nggana, simpatisan pemberdayaan masyarakat adat.
Atas dasar itu pihak LPHD akan segera surat resmi kepada BPOP Labuan Bajo dan tembusan kepada Presiden, Menteri Pariwisata dan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan di Jakarta, ujar Antung. Kami minta masyarakat adat bergandengan tangan untuk menjaga kelestarian alam dan tanah leluhur kita, tambahnya lagi.
TAG#LPHD, #OTORITA LABUANBAJO, #HILA, #KOMODO, #DESTINASI WISATA, #KEMENPAREKRAF, #PARIWISATA, #LABUANBAJO, #HUTAN ADAT, #HUTAN ULAYAT, #TANAH ADAT, #AGRARIA
190215215
KOMENTAR