Selamatkan Hutan Rakyat, Lembaga Pengelola Hutan Desa Tolak Otorita Pariwisata Labuanbajo

Hila Bame

Friday, 29-01-2021 | 19:30 pm

MDN
Kawasan Duli-Matakode asri dan indah. Hutan lestari dan aneka satwa endemk hidup di kawasan ini. Jangan biarkan investor merusak tanah para leluhur masyarakat adat Lancang ini (ist)

 

Jakarta, INAKORAN

 

Lembaga Pengelola Hutan Desa (LPHD) Duli-Matakode  Labuanbajo, menolak lahan adat di lokasi Duli-Matakode  milik rakyat dijadikani lokasi Otorita Pariwisata yang digagas pemerintah pusat, demikian rilis Lembaga Pengelola Hutan Desa (LPHD) yang diterima INAKORAN.COM Jumat, (29/1/21). 

 

Belakangan ini masyarakat Labuan Bajo diramaikan oleh kehadiran  Badan Pengawas Otorita Parawisata (BPOP) di kawasan Duli-Matakode dan sekitarnya. Kehadiran  badan ini terjadi pro dan kontra. Ada yang mendukung kehadiran badan ini tetapi ada juga pihak yang menolak.  Kelompok yang menolak terutama datang dari masyarakat adat.

 

Ramai di media massa memberitakan bahwa lokasi BPOP di kawasan Duli-Matakode dan sekitarnya seluas 400 hektar. Tetapi kepastian lokasi ini masih diminta klarifikasi apakah betul di lokasi kawasan Wae Mata, Duli-Matakode dan sekitarnya atau tidak, ujar Koce Janggat, warga Labuan Bajo.


BACA: 

Hak Ulayat, mendapat pengkuan dalam UUD 1945, Kata Dr Aartje Tehupeiory Pakar Hukum Agraria


Tetapi jika lokasi BPOP ini berada di lokasi Duli-Matakode maka kami dari Lembaga Pengelola Hutan Desa (LPHD) Duli-Matakode  akan tolak mentah-mentah. Alasan utama, hutan lindung dan keberadaan  aneka hayati di kawasan itu  akan punah dan Labuan Bajo akan terjadi bencana alam, demikian kata Mikhael Antung  Sekjen LPHD Duli-Matakode.  LPHD adalah lembaga yang keberadaanya berdasarkan SK  Kelurahan Nomor Bu.028/2081/2032.b/XII/2020.

 

Kawasan Duli Matakode  adalah tanah leluhur masyarakat adat Lancang. Tanah ini diserahkan kepada negara sejak dulu kala demi menjaga kelestarian alam dan aneka binatang endemik yang hidup di kawasan  itu.

 

Untuk menjaga kelestarian hutan dan satwa endemik di kawasan itu, pihak LPHD sudah mengajukan proposal ke Departemen Lingkungan Hidup dan Hutan untuk menjadikan kawasan itu dibawah program Hutan Desa.

 

Pengelolaan  LPHD bertujuan untuk menata kawasan itu dan memanfaatkan bagi kepentingan masyarakat. Diharapkan pengelolaan kawasan itu bermanfaat bagi masyarakat dan tetap menjaga kelestarian hutan dan satwa di dalamnya, ujar Antung.

 

Jika BPOP berada di kawasan itu maka hutan lestari nan indah beserta aneka satwa endemik dikhawatirkan akan punah,,” tambah Antung.  “Biarkan tempat itu seperti sedia kala dan tempat asri dan dijadikan bagian alami kota Labuan Bajo” tambahnya

 

Kekhawatiran lebih jauh bahwa para investor yang digandeng BPOP menyebabkan para masyarakat setempat menjadi penonton dan hanya bekerja sebagai karyawan saja. Padahal itu tanah leluhur kami, tambah  Antung.

 

Kekhawatiran  lain dengan memperhatikan banyak  daerah wisata  di Indonesia yang dikendalikan  oleh para investor Jakarta sementara masyarakat setempat sebagai penonton saja. Misalnya di Bali, hampir kota parawisata di Bali dimiliki para investor dari Jakarta,  sementara  rakyat Bali dipinggirkan. Selanjutnya  masyarakat adat Bali tercabut dari akar,  terpaksa bertransmigrasi di Sumatera, Kalimantan dan ke berbagai daerah di Indonesia, ujar Deny Nggana, simpatisan pemberdayaan masyarakat adat.

 

Atas dasar itu pihak LPHD akan segera surat resmi kepada BPOP Labuan Bajo dan tembusan kepada  Presiden, Menteri Pariwisata dan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan di Jakarta, ujar Antung. Kami minta masyarakat adat bergandengan tangan untuk menjaga kelestarian alam dan tanah leluhur kita, tambahnya lagi.

 

KOMENTAR