Sengkarut Persoalan Agraria Di Lokasi Wisata Premium Labuan Bajo NTT

Jakarta, Inako
Labuan Bajo dan sekitarnya yang terletak di Pulau Flores Kab Manggarai Barat saat ini menjadi tujuan pariwisata dunia berkelas Bali dan Mandalika NTB. Presiden Jokowi telah menganggarkan alokasi dana dengan jumlah fantastis untuk membangun sarana dan prasarana wisata Kabupaten Manggarai Barat sebagai destinasi wisata kelas premium.

Pada kekinian, Labuan Bajo layaknya seorang gadis berbetis jenjang hingga leher tida kurang jenjangnya, pipi merona, rambut hadir persis yang pernah kau impikan, tak terhingga meski hanya hanya mata, menikam dia berkali-kali, sayangnya pesoalan agraria di tanah surga wisata baru itu, disinyalir menyimpan bibit kista horor yang siap meledak kapan saja.
Jika perkara kepastian agraria tidak segera dibenahi, menjulangkan ekonomi masyarakat setempat sebagaimana tujuan yang ditoreh para pemangku kepentingan, hanya awan pikiran semata, semakin jauh berlayar, tujuan takkan pernah sampai.
Ujung Pangkal dari sengkarut persoalan kepemilikan tanah di Labuan Bajo terdiri dari;
"kepemilikan tanah ganda, dokumen kepemilikan bodong, sengketa ulayat, sengketa tanah, sertifikat overllap, sertifikat ganda pada bidang yang sama, banyaknya sertifikat yang dibatalkan oleh pengadilan, dugaan praktek syarat gratifikasi pada proses penerbitan sertifikat, pungli pada proses sertifikasi , dugaan perampasan tanah masayarakat kecil, kasus warkah yang bocor kemana-mana, proses penebitan sertifikat yang lama dan pelayanan kantor BPN Kab. Manggraai Barat yang amburadul dan kacau balau", terang Yohanes Erlyanto Semaun, Ketua Forum Masyarakat Peduli " Tanah GE" kepada inakoran.com/InaTV minggu (18/8/2019)
Sementara menurut Dr. Aartje Tehupeiory S.H, MH, Pakar Hukum Agraria sekaligus Dosen Pascasarjana UKI, Jakarta, menjawab Inakoran.com/InaTV Minggu (18/8) menyatakan; "Perlu Penegakan Hukum Terhadap Praktek Mafia Tanah. Dengan rekomendasi segera dilakukan Penataan di bidang Peraturan Perundang-Undangan Tentang Penyelesaian Sengketa Tanah mulai dari Undang2, Peraturan Pemerintah, Peraturan Daerah sampai dengan Surat Keputusan Bupati".
"Pemerintah Daerah, lanjut Aartje alumni S3 dari Universitas Indonesia itu, sebagai mediator tidak memihak, komitmen kuat dari DPRD untuk membantu Masyarakat. Akses Masyarakat terhadap Tanah dan Sumber daya alam tidak boleh putus.
Para pihak harus membangun komunikasi yg intensif. oleh sebab itu Perlu adanya Peran semua Pihak yaitu pihak yang memerlukan tanah, Masyarakat yang tanahnya terkena pembangunan, Pemerintah daerah dan pimpinan informal/Ketua-ketua Masyarakat hukum adat.
Keputusan diambil dengan suka rela tidak dimanipulasi. Terakhir Kerja sama pihak-pihak terkait dengan menguatkan Komitmen aparat Penegakkan Hukum yaitu BPN, Kepolisian, Kejaksaan untuk melindungi Masyarakat dalam bukti kepemilikan hak atas tanah yg mempunyai etikat baik".
Simak juga pernyataan Prof. Gayus terkait Mafia tanah yang sering berselingkuh ungkapnya dalam video berikut, jangan lupa "klik Subscribe" agar terhubung dengan info menarik lainnya.
TAG#Labuan Bajo, #BPN
198732354
KOMENTAR