Sikap Anti Kritik Persit Kodim 1603 Sikka, Sebuah Upaya Pembodohan Terhadap Warga Sikka

Hila Bame

Sunday, 24-11-2019 | 07:40 am

MDN
Petrus Selestinus

Oleh: Petrus Selestinus, S.H., M.H., Koordinator TPDI & Advokat Peradi

 

Jakarta, Inako

Sebuah media ONLINE lokal di Sikka, Maumere terbitan 21 November 2019, telah menurunkan sebuah tulisan dengan judul "CEMARKAN NAMA BAIK PERSIT KODIM 1603 SIKKA, ABEL AKHIRNYA MINTA MAAF, sunguh-sungguh sebuah pemberitaan yang sangat menggangu akal sehat setiap orang yang membaca judul dan isi berita di atas.

Yang muncul dalam benak pembaca adalah pertanyaan-pertanyaan "apa gerangan" yang terjadi dengan seorang Abel Fernando, warga Rt.008/Rw.002, Desa Kajowair, Kecamatan Hewokloang, Kabupaten Sikka, sehingga harus meminta maaf kepada Persit Kartika Chandra Kirana (PKCK) Cabang XIV Kodim 1603 Sikka, yang bagi sebagian warga Sikka tidak paham apa makluk yang bernama Persit Kartika Chandra Kirana (PKCK) ini.

Isi berita media online lokal Edisi 21 November 2019, bahwa Abel Fernando akhirnya menyampaikan permintaan maafnya atas unggahan status di group facebook Forum Peduli Rakyat Sikka yang berkonten "organisasi Parsit Kartika Chandra Kirana (PKCK) Kodim 1603 Sikka tidak layak untuk mendapatkan juara pertama lomba kuliner berbahan lokal". Apakah hanya karena kritik sebagai bentuk partisipasi publik terhadap sebuah perlombaan yang juga milik publik Sikka, lantas untuk apa PKCK harus merasa nama baiknya dicemarkan, dimana letak pencemarannya, toh ini sebuah penilaian dari sebuah lomba milik publik yang legitimasinya terletak pada dukungan dan penilaian publik.

PKCK adalah organisasi para istri anggota TNI AD yang sudah berusia 76 tahun, usia yang tidak lagi muda, karena itu PKCK seharusnya semakin matang, berjiwa besar, tidak kerdil dan anti terhadap kritik. Sebagai sebuah organisasi yang sudah berumur 76 tahun yang didirikan dengan cita-cita yang sangat mulia yaitu untuk mengamalkan Pancasila, membina istri prajurit dan keluarganya di bidang mental, fisik, moril dan kesejahteraan sehingga dapat berpengaruh terhadap keberhasilan tugas prajurit, maka sikap PKCK Sikka yang menolak dikritik, jelas berpotensi memberangus dan mematikan partisipasi masyarakat dalam bentuk kritik yang justru sangat dibutuhkan oleh Pemerintah.

Apa yang terjadi dengan PKCK di Sikka hari-hari ini, justeru sesuatu yang berbanding terbalik dengan cita-cita dasar pendiriannya, bahkan bisa mencoreng wajah PKCK yang melekat dalam tubuh Institusi TNI-AD, karena anti kritik, salah mengartikan kritik  bahkan tidak mampu membaca kritik untuk kepentingan siapa. Abel Fernando menggunakan media sosial secara tepat, memposting berita yang bersifaf kritik positif dan konstruktif bahwa Persit Kartika Chandra Kirana Cabang XIV Kodim 1603 Sikka sebagai "tidak layak untuk mendapatkan juara pertama lomba kuliner berbahan lokal".

Sebagai warga Sikka, Abel Fernando punya hak untuk memberikan penilaian, apalagi yang dinilai adalah Keputusan Panitia Lomba Kuliner lokal yang penyelenggara nya adalah Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Sikka, bukan PKCK Sikka. Abel Fernando bahkan seluruh warga Sikka berhak memberikan komentar atau penilaian baik berupa pujian maupun kritik termasuk kritik soal ketidaklayakan pemberian gelar juara dimaksud, sampai menuntut pembatalan pemberian gelar juara dimaksudpun sah-sah saja, siapapun penyelenggaranya.

Apapun masalahnya, maka tidak pada tempatnya PKCK melalui anggota Babinsa diperintahkan menjemput Abel Fernando pada malam hari tanpa alasan yang jelas. Tindakan demikian dapat dikualifikasi sebagai penculikan dan/atau pengekangan kemerdekaan, karena memaksa orang lain untuk tinggalkan rumahnya pada malam hari oleh aparat yang tidak berwenang, tanpa alasan yang jelas dibawa ke Kantor Kodim yang bagi sebagian masyarakat awam Sikka sungguh menyeramkan, hanya untuk mendapatkan permintaan maaf melalui Polres Sikka. Peristiwa ini tidak boleh lagi terjadi, karena ini bagian dari sikap membungkam kritik dari publik dan melanggar hukum.

 

KOMENTAR