Siswono Yudo Husodo: Kita Harus Waspada  Skenario Negara Besar Lemahkan Indonesia dengan Instrumen Moneter

Sifi Masdi

Monday, 30-07-2018 | 18:17 pm

MDN
Dari ki-ka: Panitia, Roman Lendong (ke-2), H. Anwar Abbas (ke-3), Basaria Pandjaitan (ke-4), Siswono YH (ke-5), Rm Handrianus (ke-6), panitia (ke-7), dan tokoh Hindu (ke-8) foto bersama usai seminar, Jakarta, Sabtu (28/7/2018) [inakoran/sifi masdi]

Jakarta, Inako

Mantan Menteri Perumahan Rakyat dan Transmigrasi Siswono Yudo Husodo mengatakan bahwa belakangan ini banyak pihak mulai khawatir dengan perkembangan nilai tukar rupiah  terhadap dollar AS yang semakin merosot. Karena itu, ia mendesak pemerintah untuk mengambil langkah-langkah di bidang ekonomi yang relevan.

“Kita perlu waspada kemungkinan adanya skenario permainan tertentu dari negara-negara besar yang ingin melemahkan Indonesia dengan menggunakan instrumen moneter,” kata Siswono dalam seminar di Gereja Katolik Cijantung, Jakarta Timur, Sabtu (28/7/2018).

Seminar  yang bertemakan “Merayakan Kebinekaan Indonesia” dihadiri oleh beberapa pembicara, antara lain Siswono Yudo Husodo, Sekjen MUI Dr. H. Anwar Abbas, Wakil Ketua KPK  Irjen Pol. Basaria Panjaitan, Pastor Paroki Cijantung Romo Handrianus CSsR, dengan moderator Roman Ndau Lendong.

Menurut Siswono, kondisi rupiah yang terus merosot tidak perlu ditanggapi secara berlebihan karena bangsa ini memiliki ketahanan politik, ekonomi dan sosial yang merupakan komponen penting dari ketahanan nasional. Bahkan ia merasa bersyukur dengan tingkat kemajemukan di Indonesia

“Kita patut berbangga dan bersyukur menjadi bagian dari negara bangsa Indonesia yang merupakan salah satu negara dengan tingkat kemajemukan yang tertinggi di dunia,”  tuturnya.

Ketua Yayasan Universitas Pancasila ini menambahkan bahwa negara kebangsaan Indonesia terbentuk dengan ciri yang sangat unik dan spesifik. Berbeda dengan Jerman, Inggris, Perancis, Yunani, Italia, yang terbentuk menjadi satu negara karena kesamaan bahasa.

Ia menyebut beberapa ciri keunikan bangsa Indonesia dibandingkan negara lain. Bangsa ini, terangnya, terbentuk dari banyak bahasa, etnik, ras, dan beragam agama.

“Semua agama  besar ada di sini, dengan mayoritas yang berbeda di banyak daerah. Ada Hindu, Budha, Islam, Katolik, Kristen Protestan, Konghucu. Mereka hidup berdampingan selama beraba-abad. Penyebaran dan pergantian agama di satu wilayah berlangsung damai dalam perjalanan sejarah panjang,”  tutur mantan politisi Golkar ini.

Terkait dengan kerukunanan kehidupan keberagamaan di Indonesia, politisi senior ini mengacu pada studi yang dilakukan PEW Research Center mengenai Religious Landscape Study 2015. Penelitan itu menyebutkan bahwa 95%  orang Indonesia menyatakan agama sangat penting dalam kehidupannya. Angka ini masih dibawah Etiopia 98% dan Senegal 97%. Sementara orang Amerika Serikat 53%, Italia 26%, Jepang 11% dan China 3% menyatakan agama sangat penting dalam kehidupan mereka.

Namun hal yang mengherankan, kata Siswono, meskipun Indonesia berada di level 95%,  tetapi tidak terjadi ‘perang agama’ dalam skala besar dan dalam waktu yang lama di Indonesia. “Jika ada konflik, itu cenderung isolatif dan berlangsung dalam waktu singkat, dan dalam banyak hal menjadi cover dari persoalan politik” tegasnya.

KOMENTAR