Soal Wacana Amandemen UUD, PDIP Pastikan Presiden Tetap Dipilih Rakyat

Sifi Masdi

Wednesday, 14-08-2019 | 08:43 am

MDN
Ketua DPP PDIP Ahmad Basarah [ist]

Jakarta, Inako

Wacana amandemen UUD 1945 langsung ditanggapi oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK). JK mengungkapkan risiko amandemen UUD yaitu membuka peluang presiden akan dipilih kembali oleh MPR. Namun PDIP sebagai salah satu partai yang mengusulkan amendemen UUD 1945, menegaskan usulan sebatas mengembalikan pembangunan model Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN).

"Adanya haluan negara ini akan tetap disesuaikan dengan ciri khas sistem presidensial pada umumnya, yaitu presiden dan wakil presiden dipilih secara langsung oleh rakyat, serta presiden dan wakil presiden memiliki masa jabatan yang tetap dan tidak dapat dijatuhkan hanya karena alasan politik," kata Ketua DPP PDIP Ahmad Basarah kepada wartawan, Selasa (13/8/2019).

Menurut Basarah yang merupakan Wakil Ketua MPR itu, MPR memiliki kewajiban untuk memastikan arah pembangunan negara sesuai dengan UUD 1945. Karena itu, lanjut dia, GBHN perlu kembali dihidupkan.

"Konsep lembaga tertinggi negara yang digagas saat ini diletakkan dalam kerangka bahwa MPR sebagai satu-satunya lembaga yang memiliki kewenangan untuk mengubah dan menetapkan UUD yang secara tata urutan peraturan perundang-undangan terletak paling tinggi dibandingkan peraturan perundang-undangan lainnya," ujar Basarah.

"Oleh karenanya, maka MPR memiliki kewajiban memastikan agar norma-norma dalam UUD tersebut dapat diturunkan menjadi kebijakan dasar pembangunan negara. Atas dasar itulah, maka sudah seharusnya haluan negara yang berupa haluan pembangunan nasional ini ditetapkan oleh MPR," imbuhnya.

Ia pun memastikan MPR tidak akan kebablasan dalam melakukan amendemen UUD 1945. Namun, kata Basarah, seluruh elemen masyarakat dan elite politik perlu memberikan masukan hingga terbentuk sebuah kesepakatan.

Sebelumnya, Wapres Jusuf Kalla bicara soal risiko yang terjadi terkait wacana amendemen UUD 1945. Salah satu risikonya, kata JK, bisa saja Presiden kembali dipilih MPR sebagai lembaga tertinggi negara.

"Itu rumit lagi, berisiko. Banyak perubahan yang rakyat belum tentu setuju. Contoh, presiden dipilih MPR karena lembaga tertinggi. Maka dia berhak memilih presiden. Kalau gitu lain lagi soal," kata JK di Kantor Wakil Presiden, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Selasa (13/8).

 

KOMENTAR