Strategi PT Garuda Indonesia Meraih Keuntungan

Jakarta, Inako –
PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk memiliki cara tersendiri untuk meraih keuntungan di awal tahun 2019 ini. Salah satunya adalah dengan memangkas sejumlah penerbangan sepanjang kuartal I 2019. Pihak Garuda menjelaskan, langkah itu dilakukan sebagai cara untuk efisiensi demi meraup keuntungan di awal tahun.
Maklum, dalam lima tahun terakhir maskapai penerbangan pelat merah ini hampir selalu merugi pada awal tahun. Tiga bulan pertama setiap tahun memang dikenal sebagai musim sepi alias low season.
Bila diurutkan, pada kuartal I 2015 rugi Garuda Indonesia sebesar US$33,75 juta. Kemudian, jumlahnya membengkak pada kuartal I 2014 menjadi US$163,89 juta.
Beruntung, perusahaan berhasil mengantongi laba bersih pada kuartal I 2015 sebesar US$11,39 juta, kuartal I 2016 US$1,02 juta. Namun, Garuda Indonesia kembali merugi pada kuartal I 2017 sebesar US$100,64 juta dan berlanjut di kuartal I 2018 sebesar US$65,34 juta.
Direktur Niaga Garuda Indonesia Pikri Ilham Kurniansyah mengatakan manajemen lebih selektif dalam menyediakan rute penerbangan pada awal 2019. Perusahaan lebih mengutamakan permintaan pasar.
"Januari sampai Maret selama lima tahun pasti rugi karena kami (sebelumnya) selalu melakukan pendekatan bisnis as usual, yang penting terbang aja terus," ucap Pikri, Rabu (24/3).
Ia mengatakan tahun-tahun sebelumnya lebih mengedepankan jumlah penerbangan dibandingkan dengan keterisian pesawat. Walhasil, beban biaya yang ditanggung pun meningkat.
"Mazhab lama kalau terbang tinggi maka utilitas tinggi, jadi biaya turun karena jual murah, tapi tidak bisa begitu lagi," tutur dia.
Masalahnya, pemberian tiket murah dengan berbagai promo pun tak juga dilirik banyak orang. Ia mencontohkan konsumen yang membeli saat low season hampir sama setiap tahunnya.
"Jadi dia-dia lagi. Yang terbang itu-itu saja. Anak sekolah juga tidak terbang. Sekarang kami sesuaikan, jadi bisa cut loss. Ini strategi baru kalau low season tidak perlu terbang terus-terusan," papar Pikri.
Ia mengklaim langkah ini menjadi penopang utama keberhasilan perusahaan meraup laba pada kuartal I tahun ini sebesar US$20,48 juta.
Total beban usaha Garuda Indonesia memang berkurang meski tipis. Pada kuartal I 2018 bebannya sebesar US$1,05 miliar, sedangkan tahun ini US$1,04 miliar.
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Keuangan Garuda Indonesia Fuad Rizal menyatakan penurunan beban perusahaan salah satunya karena biaya yang dikeluarkan untuk membeli avtur juga lebih kecil dari sebelumnya mencapai 20 persen. Padahal, harga minyak mentah dunia naik 11 persen.
"Untuk strategi kami ini diharapkan bisa berlanjut, sehingga bisa mempertahankan profitability naik," ujar Fuad.
Manajemen menargetkan menorehkan laba bersih sebesar US$7 juta sepanjang 2019. Angka itu setara Rp98 miliar jika dikonversi dengan asumsi rupiah Rp14 ribu per dolar Amerika Serikat (AS).
"Tapi internal kami aspirasinya Rp1 triliun, sebelum kuartal dua (selesai) kami harusnya naikkan proyeksi full year, sekarang target masih pakai yang lama (US$7 juta)," pungkasnya.
TAG#Garuda Indonesia, #Keuntungan
190232851
KOMENTAR