Terkait Minta Pembubaran, Istana Sebut Pembentukan Tim Asistensi Hukum Tak Ada yang Salah

Sifi Masdi

Tuesday, 14-05-2019 | 08:34 am

MDN
Ali Mochtar Ngabalin [ist]

Jakarta, Inako

Wakil Ketua Komisi III DPR F-Demokrat Erma Suryani Ranik meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) segera membubarkan Tim Asistensi Hukum yang dibentuk Menko Polhukam Wiranto karena dinilai tidak berguna. Sebagai pihak dari Istana, Staf Ahli Kedeputian IV Kantor Staf Kepresidenan (KSP) Ali Mochtar Ngabalin menilai tidak ada yang salah dengan Tim Asistensi Hukum bentukan Wiranto.

"Tim asistensi ini adalah orang-orang profesional, jauh dari kepentingan politik, jauh dari prinsip pangkat dan jabatannya, karena mereka-mereka ini adalah beliau-beliau yang amat sangat terpelajar, ada profesor, dekan, pemuka pendapat, ini macam-macam (dari berbagai unsur)," ujar Ngabalin saat dihubungi, Senin (13/5/2019).

"Jadi saya yakin beliau-beliau memberikan masukan, mengasistensi (membantu) pemerintah dalam hal ini adalah Pak Menko Polhukam dengan pikiran-pikiran yang jernih, pikiran-pikiran yang bisa membantu pemerintah, membantu Menko Polhukam dalam mengambil kebijakan yang terkait dengan situasi keamanan dalam negeri pasca pemilihan umum kemarin. Di mana salahnya?," lanjut Ngabalin.

Ngabalin juga menegaskan, fungsi Tim Asistensi Hukum Menko Polhukam ini tidak tumpang-tindih dengan tupoksi yang dimiliki Polri dan Kejaksaan Agung. Tim tersebut hanya memberikan masukan kepada pemerintah terkait ucapan dan narasi para tokoh yang dinilai dapat memecah belah bangsa dan mengancam keamanan negara.

"Nggak (tumpang-tindih), emang Tim Asistensi Hukum sudah melakukan apa? Sudah punya power apa? Nggak ada power-nya itu, tidak ada regulasi yang memerintahkan mereka melakukan seperti (yang dilakukan polisi dan kejaksaan). Ini namanya tim asistensi, asisten, membantu memberikan masukan. Maka itu ada pakar hukum pidana, ahli tata bahasa untuk menelaah ucapan, diksi, narasi yang dipakai oleh tokoh, sudah itu saja. Memberikan kajian masukan kepada pemerintah itu saja," tegasnya.

Penegasan dari Ngabalin tersebut menjawab tudingan Erma yang sebelumnya menilai tugas dari Tim Asistensi Hukum tumpang-tindih dengan tupoksi Polri dan Kejaksaan Agung. Dia pun meminta Erma untuk lebih mendalami lagi tugas dari Menko Polhukam.

"Mestinya Ibu Erma harus memahami, mendalami lagi lebih dalam karena tugas dan kerja Menko Polhukam, itu adalah mengkoordinir semua menteri-menteri dan instansi lembaga pemerintah yang ada di bawah koordinasi Menko Polhukam. Mestinya ibu itu (Erma) tahu, apa urusannya DPR minta dibubarkan," tuturnya.

Menurut Ngabalin, pasca-Pemilu 2019 banyak ucapan, narasi, dan diksi dari para tokoh yang bernada provokatif, hasutan, dan kebencian. Kondisi inilah yang membuat Wiranto membentuk Tim Asistensi Hukum untuk menelaah ucapan para tokoh tersebut.

"Coba dibayangkan, belum apa-apa KPU itu mau dilegitimasi, belum apa-apa KPU itu dituduh curang, Bawaslu tidak dipercaya, semua narasi dan diksi yang dikemukakan pasca-pemilu itu keluar dari mulut-mulut para tokoh, para opinion leader, narasi-narasi dan diksi yang dikeluarkan itu bernada provokatif, bernada hasutan, bermuatan kebencian," ungkapnya.

Ngabalin pun mengaku heran jika tugas dari Tim Asistensi Hukum ini tumpang-tindih dengan Polri dan Kejaksaan Agung.

"Bagaimana mungkin tim asistensi itu disejajarkan dengan Polri sebagai institusi negara yang atas perintah dan regulasi undang-undang itu sebagai penegak hukum dan keamanan dalam negeri, jauh langit dengan bumi lah, masak sih beliau (Erma) nggak mengetahui. Polisi punya kewenangan untuk bisa melakukan apa saja terkait dengan setiap orang yang melakukan pelanggaran terhadap setiap hukum, yang bisa memecah belah, mengganggu keamanan negara," jelasnya.

 

 

 

KOMENTAR