Turunkan Tensi Kedua Negara, Biden dan Xi Jinping Akan Bertemu Akhir Tahun

Binsar

Thursday, 07-10-2021 | 08:29 am

MDN
Seorang pejabat senior AS, Rabu, mengatakan Presiden AS Joe Biden dan pemimpin China Xi Jinping sepakat untuk mengadakan pertemuan virtual pada akhir tahun. [ist]

 

 

Jakarta, Inako

Seorang pejabat senior AS, Rabu, mengatakan Presiden AS Joe Biden dan pemimpin China Xi Jinping sepakat untuk mengadakan pertemuan virtual pada akhir tahun.

Kesepakatan itu diumumkan setelah pembicaraan antara Penasihat Keamanan Nasional AS Jake Sullivan dan diplomat top China Yang Jiechi di Swiss.

Saat ini, Washington dan Beijing sedang berupaya mengelola persaingan dan ketegangan yang meningkat antara dua ekonomi terbesar dunia itu.

Menurut Gedung Putih, selama pembicaraan di Zurich, Sullivan mengangkat "sejumlah bidang" yang menjadi perhatian AS seperti pelanggaran hak asasi manusia Beijing terhadap minoritas Muslim Uyghur di wilayah Xinjiang, tindakan keras terhadap demokrasi Hong Kong, dan situasi di Laut Cina Selatan dan Taiwan.

 

 

Sullivan menambahkan, kedua negara memiliki "kepentingan untuk bekerja sama untuk mengatasi tantangan transnasional yang vital.

“Sullivan menjelaskan bahwa sementara kami akan terus berinvestasi dalam kekuatan nasional kami sendiri dan bekerja sama dengan sekutu dan mitra kami, kami juga akan terus terlibat dengan RRT di tingkat senior untuk memastikan persaingan yang bertanggung jawab,” kata Gedung Putih, merujuk singkatan dari People's Republic of China.

Sementara itu, siaran kantor berita resmi China Xinhua mengatakan kepada Sullivan bahwa konfrontasi akan menyebabkan kerusakan serius bagi kedua negara dan dunia.

Amerika Serikat diminta untuk tidak ikut campur dalam "urusan dalam negeri" China, mengacu pada isu-isu seperti Taiwan, Hong Kong dan Xinjiang.

Pertemuan tingkat tinggi itu mengikuti percakapan telepon pada awal September antara Biden dan Xi, di mana mereka membahas perlunya memastikan persaingan tidak mengarah ke konflik.

Pertemuan di Zurich berlangsung saat ketegangan meningkat atas tekanan militer China yang meningkat di Taiwan.

Menurut China, Taiwan adalah sebuah pulau demokratis yang dianggap sebagai provinsi pemberontak.

Pada hari Senin, 56 pesawat militer China memasuki zona identifikasi pertahanan udara Taiwan, rekor satu hari sejak Taipei mulai mengungkapkan angka tersebut pada September tahun lalu, membuat Gedung Putih mengungkapkan keprihatinan atas tindakan provokatif tersebut.

Langkah China mungkin juga merupakan reaksi terhadap latihan militer yang melibatkan tiga kapal induk AS dan Inggris, kapal perusak Pasukan Bela Diri Maritim Jepang dan pasukan angkatan laut negara lain di perairan barat daya Okinawa.

 

 

Sullivan juga menjelaskan selama pembicaraannya dengan Yang bahwa Amerika Serikat akan menentang tindakan sepihak untuk mengubah status quo di Taiwan, kata pejabat pemerintah AS.

Taiwan dan Cina daratan telah diperintah secara terpisah sejak mereka berpisah akibat perang saudara pada tahun 1949.

Amerika Serikat mengalihkan pengakuan diplomatiknya dari Taipei ke Beijing pada 1979. Tetapi Washington mempertahankan hubungan substantif meskipun tidak resmi dengan Taiwan dan memasok pulau itu dengan senjata dan suku cadang untuk mempertahankan kemampuan pertahanan diri yang memadai.

KOMENTAR