Viktus Murin: Politik Bukanlah Dunia Yang Suci

Binsar

Sunday, 05-05-2019 | 09:04 am

MDN
Viktus Murin (kedua dari kiri) Diskusi Kebangsaan yang diselenggarakan sebagai rangkaian HUT ke-3 Forum Komunikasi Tokoh-tokoh Kristiani Pilihan Majalah Narwastu (Forkom Narwastu), Jumat (26/4/2019) malam di Graha Bethel Cempaka Putih Timur. [Inakoran.com

Jakarta, Inako –

Tokoh Kristiani Tahun 2018 Pilihan Majalah Narwastu, Viktus Murin mengatakan, politik bukanlah dunia yang suci. Pasalnya, dalam dunia politik selalu tersedia ruang bagi siapa pun untuk melakukan manipulasi, entah untuk kepentingan pelaku politik atau sebagai sebuah strategi dalam sebuah pertarungan politik.

Dengan kata lain, dalam dunia politik, kata Viktus, selalu ada kemungkinan untuk tipu menipu. Dalam konteks itu, seorang Kristiani, yang telah memilih politik sebagai jalan pengabdian, dituntut untuk memiliki dua karakter ini yakni cerdik dan tulus.

Kedua nilai itu, tandas Viktus tertera jelas dalam Alkitab yang mengatakan “hendaklah kamu cerdik seperti ular dan tulus seperti merpati".

Hal tersebut disampaikan Viktus Murin, dalam Diskusi Kebangsaan yang diselenggarakan sebagai rangkaian HUT ke-3 Forum Komunikasi Tokoh-tokoh Kristiani Pilihan Majalah Narwastu (Forkom Narwastu), Jumat (26/4/2019) malam di Graha Bethel Cempaka Putih Timur.

 

Viktus Murin saat menjadi Narasumber FGD dengan Tema Pencak Silat Road to Olympic, di Merapi Merbabu Hotel, Yogyakarta, Senin (29/4/19) [Inakoran.com/Ina TV]

 

Diskusi kebangsaan yang membedah situasi Indonesia pasca Pilpres dan Pileg 2019 itu menampilkan pula beberapa Narasumber; Yohanes Handojo (Ketua Vox Point Indonesia), Grace Natalie (Ketua Umum PSI), dan Prof. Dr. Marten Napang, S.H., M.H., M.Si. (Ketua Forkom Narwastu, yang juga pakar hukum dan demokrasi, sekaligus Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin Makassar). Diskusi dipandu oleh Albert Siagian (Mantan Wakil Ketua Umum DPP GAMKI dan Pengurus Forkom Narwastu).

Viktus Murin, Aktivis Mahasiswa 1998 yang juga Presidium GMNI periode 1999-2002 itu mengatakan, adalah baik apabila umat Kristiani ikut terlibat aktif dalam kehidupan politik kebangsaan. Namun, keterlibatan itu mesti dibekali dengan energi hikmat kebijaksanaan. Menurut Viktus yang juga Direktur Lembaga Kajian dan Aksi Kebangsaan (LKAK), umat Kristiani hendaknya juga mengikuti keteladanan Para Pendiri Bangsa yang lebih mengutamakan sikap hikmat kebijaksanaan saat mendirikan Negara Proklamasi 17 Agustus 1945.

Mengenai dampak era media sosial, Viktus Murin yang juga Wakil Sekjen DPP Partai Golkar mengingatkan, sebagai manusia yang berakhlak budi dan beriman, hendaklah bangsa Indonesia menggunakan medsos secara bijaksana.

"Teknologi itu baik bermanfaat dan baik adanya, sepanjang manusia mampu mengontrol penggunaan teknologi secara bijaksana untuk kemaslahatan umum. Jangan sampai kita malah didikte oleh teknologi, sebab hikmat kebijaksanaan itu hanya dimiliki manusia. Teknologi tidak punya hikmat kebijaksanaan, jadi jangan sampai kita menjadi hamba teknologi," tandas Viktus, yang juga pernah menjadi Tim Ahli Menpora RI pada era Menpora Adhyaksa Dault (2004-2009).

PSI Soroti Praktek Intoleransi

Sementara itu, Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Grace Natali dalam kesempatan itu mengatakan, sebagai partai baru yang bertumpu pada kekuatan politisi muda milenial, PSI bertekad untuk menjaga sikap ideologisnya yakni menolak politik intoleransi di Indonesia.

Selain itu, lanjut politisi perempuan yang dulu pernah menjadi presenter televisi ini, PSI bertekad untuk berjuang secara konsisten di lembaga DPRD provinsi dan kabupaten/kota dalam mengawal kepentingan rakyat. Dia menyatakan terima kasih kepada rakyat Indonesia, walaupun PSI tidak lolos ke DPR RI karena tidak mencapai batasan parlement threshold, namun sekita 3 juta rakyat Indonesia telah memberikan aspirasinya kepada PSI.

Mengenai kondisi pasca Pilpres, Grace mengaku optimistik dengan stabilitas politik nasional, mengingat dari hitungan cepat pasangan Jokowi-Ma'ruf telah berselisih cukup jauh dengan pasangan Prabowo-Sandi.

Dalam kesempatan yang sama, Ketua Vox Point Indonesia, Yohanes Handojo mengungkapkan optimismenya mengenai sikap elite politik dalam menjaga persatuan nasional.

Sedangkan Ketua Forkom Narwastu yang juga Guru Besar Ilmu Hukum di Unhas Makasar, Prof. Marthen Nappang, mengatakan, masyarakat tidak perlu kuatir dengan deklarasi kemenangan dari masing-masing kubu pasangan Capres-Cawapres.

"Sepanjang deklarasi kemenangan itu dilakukan sebelum pengumuman resmi dari KPU, maka hal itu masih merupakan wacana kompetisi politik dan demokrasi. Apabila deklarasi itu dilakukan setelah pengumuman KPU dan bertentangan dengan keputusan KPU, hal itu baru bisa dikatakan sebagai bentuk pelanggaran hukum atau konstitusi," pungkas Marthen Nappang.

Rangkaian acara HUT ke-3 Forkom Narwastu diawali dengan Ibadah Syukur. Pengkhotbah dalam ibadah syukur ini, Pdt. DR. Anna Nenoharan mengingatkan warga Kristiani untuk tetap menjadi terang dan garam dalam kehidupan kebangsaan.

 

Diskusi Kebangsaan yang diselenggarakan sebagai rangkaian HUT ke-3 Forum Komunikasi Tokoh-tokoh Kristiani Pilihan Majalah Narwastu (Forkom Narwastu), Jumat (26/4/2019) malam di Graha Bethel Cempaka Putih Timur. [Inakoran.com/Ina TV]

 

kemudian dilanjutkan dengan penotongan tumpeng ulang tahun, dan ditutup dengan diskusi kebangsaan membahas situasi Indonesia pasca Pemilu Serentak 2019.

Dalam khotbahnya, Pdt Anna Nenoharan mengingatkan agar umat Kristiani tetap menjaga persatuan dan kesatuan bangsa, walaupun terdapat perbedaan pilihan politik yang cukup tajam pada gelaran Pilpres.

"Tuhan memberikan kita hikmat sehingga kita harus mampu berhikmat untuk bangsa dan negara. Kita menunggu saja keputusan KPU siapa presiden kita pada lima tahun mendatang," pesan Anna Nenoharan.

Sementara itu Pemimpin Redaksi Narwastu, Jonro I. Munthe menegaskan diskusi yang diselenggarakan oleh Forkom Narwastu merupakan pelembagaan tradisi intelektual di kalangan tokoh-tokoh Kristiani dalam rangka berkontribusi untuk bangsa dan negara.

KOMENTAR