Ziarah Alam di Bukit Padar

Sifi Masdi

Saturday, 30-06-2018 | 11:17 am

MDN
Pemandangan di bukit Padar [inakoran.com/save dagun]

Labuan Bajo, Inako

 

“Perjalanan Padar adalah ziarah alam. Ketika manusia akhir hayat maka nafasnya pergi, ketika mendaki Padar, nafas kita berpacu”.

Subuh, Kamis, 28 Juni 2018, suasana Labuan Bajo masih senyap. Burung Peti Konkar (burung cicit yang hidup di alam Manggarai), yang selalu berkicau di tengah keheningan subuh, juga masih tidur.

Kami Merayab ke pelabuhan dan masuk kapal menuju Padar, Labuan Bajo, Manggarai Barat, NTT. Bulan purnama masih terang benderang, kapal mulai hidup mesin dan kami pun duduk tenang.

Begitu kami jalan, ombak hanya riak kecil dan kapal terus melaju. Kami bergerak ke arah barat seakan mengejar purnama sebelum ia masuk menuju horison.

Setelah perjalanan setengah, ombak mulai naik, angin tenggara yang terkenal ganas sedang pada posisi puncak. Ombak makin lama makin naik.

Meski kapten kapal tenang, kami para penumpang dililit perasaan takut. Kondisi mencekam, sunyi sepi, purnama sudah tenggelam di balik horison dan di ufuk timur mulai memerah, tanda sang surya mulai terbit.

Perjalanan itu satu keluarga besar, keponakan, tanta, paman dan saudara-saudari. Sebagian anggota keluarga tidak bisa berenang. Ketika detik-detik kapal diterjang ombak tinggi dan kapal mulai oleng, dalam hati mulai kalkulasi. Jika terjadi bencana, maka si A dan si B bakal segera dijemput malaekat maut karena mereka tidak bisa berenang.

Setelah berkecamuk pikiran aneh itu, ombak mereda, dan sampailah kami di bibir pantai Padar. Begitu tiba saya diam. Kami seakan disapa oleh pesona alam Padar yang sungguh eksotik. Posisi kanan menjulang tinggi gunung gemunung yang tampak sunyi dan angker.

Tangga kayu menuju puncak bukit pulau Padar

 

Lalu kami mulai menapak tangga satu dan seterusnya yang bahan tangganya dari kayu. Dari tangga awal, kami menengok ke atas dan betapa terkejut alang kepalang ketika menyaksikan sekelompok orang yang sudah berada di puncak.

Tampak sekali, seakan mereka berdiri di bibir curam paling dalam dan seakan mereka berada di atas awan  dan puncak dunia. Aku benar-benar menyaksikan pesona yang luar biasa. Makin ke atas makin nafas berpacu dan merasakan betapa alur nafas hidup menyatu dengan alam semesta.

Pulau Padar

 

Pada perhentian pertama, istirahat dan menghela nafas. Kemudian lanjut mendaki lagi dan nafas pun berpacu lagi. Perjalanan makin naik makin tinggi.

Ketika sampai pada perhentian ketiga, saya diam lagi dan seakan saya berada di tengah alam yang sungguh memesona. Eksotik, mistik, dan wonderful.

Pemandangan dari Puncak Pulau Padar

 

Saya pernah mengunjungi air terjun Niagara baik dari sisi Amerika Serikat maupun Kanada, tapi tidak sehebat Padar. Perjalanan Padar adalah ziarah alam. Ketika manusia akhir hayat maka nafasnya pergi, ketika mendaki Padar, nafas kita berpacu.

Sepulang dari Padar, saya baru sadar mengapa pejabat dan selebritis dunia mengunjungi tempat ini. (Save Dagun)

 

 

 

KOMENTAR