Administrasi Kependudukan, Penting Nggak Sih?
Oleh: Eddy Setiawan Peneliti Senior IKI
JAKARTA, INAKORAN
Indonesia dengan hampir 300 juta penduduk, merupakan salah satu dari 5 besar negara berpenduduk terbesar di dunia, namun pengadministrasian penduduknya baru dimulai secara lebih serius setelah masa reformasi. Terbitnya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan adalah tonggak awal dimulainya tertib administrasi kependudukan.
Perhatian pemerintah era SBY ketika itu cukup besar terhadap upaya mewujudkan tertib administrasi kependudukan, diantaranya melalui penerapan Sistem Informasi Administrasi Kependudukan disingkat SIAK, KTP Elektronik dan Nomor Induk Kependudukan atau NIK yang bersifat tunggal.
Keseriusan pemerintah juga tampak ketika tahun 2013 dilakukan perubahan terhadap UU Adminduk, melalui UU Nomor 24 Tahun 2013 yang mengamanatkan stelsel aktif pada negara, diantaranya tampak pada Pasal 87 huruf A UU 24 tahun 2013 jo. UU 23 tahun 2006 tentang Adminduk, yang isinya menyatakan bahwa pendanaan penyelenggaraan program dan kegiatan Adminduk yang meliputi kegiatan fisik dan non fisik, baik di provinsi maupun kabupaten/kota, dianggarkan dalam APBN.
Hal ini dilakukan agar warganegara Indonesia dapat menikmati pelayanan publik di bidang kependudukan dan pencatatan sipil yang membahagiakan dan tanpa biaya alias gratis karena sudah ditanggung APBN. Namun pada perkembangan tahun anggaran terkini, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/BAPPENAS dan Kementerian Keuangan telah menghapus alokasi Dana Alokasi Khusus Non Fisik (DAK NF) terhadap pelaksanaan Adminduk di daerah.
Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Ditjen Dukcapil) sebelumnya telah menyatakan bahwa Kementerian Dalam Negeri tetap berpandangan bahwa pelaksanaan pelayanaan Administrasi Kependudukan (Adminduk) di daerah sebaiknya tetap disokong Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Direktur Jenderal Dukcapil, Prof. Zudan Arif Fakrulloh, dalam pengarahan Rapat Koordinasi Nasional Kependudukan dan Pencatatan Sipil pada Rabu (22 September 2021) terkait Skema Pembiayaan Pelayanan Adminduk Berbasis APBN, menyatakan “Bila dana dari APBN seperti DAK NF ini tidak ada, saya memiliki kekhawatiran yang tinggi bahwa pelayanan Adminduk di berbagai daerah akan berhenti total dalam rentang waktu tertentu karena keterbatasan anggaran di daerah,”
Dampak lain dari ditiadakannya dukungan DAK bagi Dinas Dukcapil Kabupaten/Kota dari APBN adalah terhambatnya kelangsungan pembangunan politik hukum tata kelola Adminduk di Indonesia, khususnya terkait pengangkatan/pemberhentian pejabat Dinas Dukcapil di daerah sebagaimana diatur Pasal 83A dan pelayanan Adminduk tanpa biaya sebagaimana disebut Pasal 79A. Layanan Dinas Dukcapil daerah untuk menjangkau masyarakat di daerah yang jauh dari pusat layanan atau lazim disebut pelayanan keliling, juga bisa terhenti tanpa dukungan pembiayaan.
Administrasi kependudukan yang tertib, valid dan terkini sesungguhnya sesuatu yang sangat vital untuk perencanaan pembangunan, pelayanan publik, hingga pembangunan demokrasi. Apalagi tak lama lagi berbagai ajang pemilihan kepala daerah serentak hingga Pemilu 2024 akan dilaksanakan, tanpa data yang baik kita hanya akan mengulang kekisruhan terkait data pemilih. Dengan DAK 0 Rupiah untuk bidang kependudukan dan pencatatan sipil, apakah pemerintah masih serius atau tidak mewujudkan tertib administrasi kependudukan dan membangun statistik hayati? @esa
*Eddy Setiawan Peneliti Senior Institut Kewarganegaraan Indonesia (IKI)
TAG#AMINDUK, #IKI, #INAKORANCOM
188685326
KOMENTAR