Aktivis Myanmar menemukan cara baru untuk memprotes ketika UE menyetujui sanksi terhadap junta

Hila Bame

Tuesday, 23-03-2021 | 10:42 am

MDN
Seorang ahli senior PBB telah memperingatkan bahwa militer Myanmar kemungkinan besar melakukan

 

YANGON, INAKORAN

 

Para pengunjuk rasa membunyikan klakson mobil di Myanmar pada Senin (22 Maret) dan memasang poster di lapangan kosong untuk menghindari penangkapan, cedera, atau kematian ketika Uni Eropa menyetujui sanksi terhadap 11 orang yang terkait dengan kudeta bulan lalu dan tindakan keras berikutnya sperti dilansir dari Agencies Selasa (23/3)

Myanmar diguncang oleh protes besar-besaran terhadap kudeta Februari yang
menggulingkan pemerintah Aung San Suu Kyi. (Foto: AFP)
 

Setidaknya 250 orang telah terbunuh sejauh ini dalam protes anti-junta yang coba dibasmi oleh pasukan keamanan, menurut angka dari kelompok aktivis Asosiasi Bantuan untuk Narapidana Politik.


BACA:  

Pengunjuk rasa Myanmar menyuarakan penolakan saat junta mengingatkan 'ancaman eksternal'

 


"Jumlah pembunuhan telah mencapai tingkat yang tak tertahankan, itulah sebabnya kami tidak akan dapat menghindari pemberian sanksi," kata Menteri Luar Negeri Jerman Heiko Maas kepada wartawan saat ia tiba di Brussel untuk bertemu dengan rekan-rekannya di Uni Eropa.

Maas kemudian mengatakan "ekses kekerasan" di Myanmar "sama sekali tidak bisa diterima".

Pengunjuk rasa anti-kudeta memegang balon merah, menyerukan intervensi asing untuk membantu mereka di pusat kota Yangon, Myanmar pada 22 Maret 2021. (Foto: AP)
 

Uni Eropa menempatkan kepala junta Myanmar Min Aung Hlaing pada pembekuan aset dan daftar hitam larangan visa.

 

Min Aung Hlaing "bertanggung jawab untuk merusak demokrasi dan supremasi hukum di Myanmar", kata jurnal resmi blok itu.

Blok itu juga menghantam sembilan perwira militer senior lainnya dan kepala komisi pemilihan Myanmar dengan sanksi berupa larangan perjalanan dan pembekuan aset.

 

Menurut para diplomat dan dua dokumen internal yang dilihat Reuters pekan lalu, Uni Eropa juga berencana menargetkan perusahaan-perusahaan yang "menghasilkan pendapatan untuk, atau memberikan dukungan keuangan kepada, Angkatan Bersenjata Myanmar".

 

"Kami tidak bermaksud untuk menghukum rakyat Myanmar tapi mereka yang terang-terangan melanggar hak asasi manusia," kata Maas.

Seorang juru bicara junta tidak menanggapi panggilan untuk meminta komentar. Dia sebelumnya mengatakan pasukan keamanan telah menggunakan kekuatan hanya jika diperlukan.

Negara Asia Tenggara itu telah terkunci dalam krisis sejak pemerintah terpilih yang dipimpin oleh peraih Nobel perdamaian Aung San Suu Kyi digulingkan oleh militer pada 1 Februari.

Kekerasan telah memaksa banyak warga untuk memikirkan cara-cara baru untuk mengekspresikan penolakan mereka kembali ke pemerintahan militer.

 

KOMENTAR