Angka Kelahiran Rendah, Jepang Terancam Alami Krisis Tenaga Produktif Dalam Beberapa Tahun Ke Depan

Binsar

Monday, 17-06-2019 | 17:46 pm

MDN
Manusia lanjut usia makin banyak, Jepang cari tenaga kerja dari Indonesia [ist]

Tokyo, Inako –

Deputi Perdana Menteri (PM) Jepang Taro Asoa (78), mengatakan, Jepang bakal mengalami krisis tenaga kerja muda sebagai dampak rendahnya angka kelahiran di negara itu.

Menurut Taro, rendahnya tingkat kelahiran berdampak pada stagnasi ekonomi dan kekhawatiran peningkatan biaya kesehatan para manula yang bertambah banyak. Selain itu, kondisi itu juga akan berdampak banyak orang tua harus bekerja untuk mengisi kekosongan posisi di banyak perusahaan.

Terkait rendahnya angka kelahiran, Taro menilai hal itu dipicu oleh perilaku perempuan Jepang yang enggan menikah dan mempunyai anak.

“Banyak orang aneh yang mengatakan manula adalah kesalahan, tapi tidak benar,” kata Taro Aso, dilansir BBC. “Yang disalahkan adalah mereka yang tidak memiliki anak,” tudingnya.

Populasi yang menua, kata dia, berkaitan dengan jumlah kelahiran yang menurun dan itu merupakan isu yang menjadi perhatian bersama. Aso mengungkapkan pernyataan kontroversial tersebut di Fukuoka, Jepang.

Namun, pada Senin (4/2), Aso menarik kembali pernyataannya karena mendapatkan kritikan pedas dari anggota parlemen oposisi. Pernyataan Aso dinilai menyakiti pasangan yang tidak memiliki anak.

“Saya menarik komentar saya dan akan berhati-hati dengan pernyataan saya kelak,” ujarnya.

Dia juga mengungkapkan bahwa pernyataan tersebut terlalu keluar konteks dalam topik pembicaraan.

“Jika pernyataan itu membuat tidak nyaman, saya meminta maaf,” kata Aso. Melansir harian Asahi Shimbun, Aso mengungkapkan bahwa meningkatkan daya tahan hidup merupakan hal “menakjubkan”. Dia menyebut Jepang perlu menerapkan sistem keamanan sosial yang mendukung semua generasi.

Aso bukan politikus Jepang yang dituduh memainkan isu seksisme dalam beberapa tahun terakhir. Pada Mei 2018 lalu, seorang anggota parlemen Kanji Kato mengungkapkan perempuan Jepang seharusnya memiliki banyak anak atau menanggung beban negara.

“Jika saya bertemu perempuan yang enggan menikah, saya akan menghentikan dana bantuan dari pajak dan dialihkan ke orang lain,” katanya.

Kemudian, politikus Partai Demokrat Liberal, Toshihiro Nikai, juga pernah dikecam ketika menyinggung perempuan yang tidak mau hamil pada Juni 2018.

"Kini banyak orang egois bahwa lebih baik tidak melahirkan anak," tuding Nikai.

Tingkat kelahiran di Jepang memang menurun dan paling buruk pada 2018. Populasi mengalami penyusutan hingga 448.000 orang. Kepala Sekretaris Kabinet Jepang Yoshihide Suga menegaskan bahwa pemerintah terus berusaha mengatasi masalah yang menjadi dilema bagi bangsa Jepang tersebut.

KOMENTAR