Cara Meredam Aksi: Kasih Kursi !!!

Hila Bame

Saturday, 19-09-2020 | 09:17 am

MDN

Oleh:
Rudi S Kamri, Pengamat Masalah Sosial Politik dan Ekonomi

 

Jakarta, Inako

 

Kursi kekuasaan tetap menjadi incaran beberapa orang yang haus kekuasaan. Entah menjadi pejabat Pemerintah atau pejabat di instansi BUMN. Berbagai cara dilakukan oleh para penghamba kekuasaan. Bermacam cara, diantaranya ada yang menggunakan jalur endorsment, perkoncoan, merasa berjasa karena mendukung X atau Y dan ada juga yang pakai jalur jampi-jampi.


BACA JUGA: 

Ahok bertemu Erick Thohir, Setelah Videonya Viral


Nah, gaya baru yang sekarang mulai nge-tren adalah dengan menggunakan strategi memutar. Lawan dulu sekuat-kuatnya, teriak dulu sekeras-kerasnya, lalu minta kompensasi. Caranya ? Pertama kumpulkan massa, lalu membuat isu, buat spanduk, hubungi media online daerah, terus bergerak mendemo si menteri. Tujuannya jelas menarik perhatian si Pak Pejabat.

Ada contoh nyata menarik, sekelompok orang di suatu daerah dipimpin oleh seorang aktivis. Hanya dengan bekal beberapa gelintir orang, mereka berteriak sampai serak: #ErictOut. Dengan segala bunga-bunga dan aneka spanduk. Biar gemanya lebih kuat, aksi ini harus diamplifikasi melalui media massa. Perlu sedikit modal untuk membayar uang kopi redaksi media online. Syukur-syukur mendapat perhatian media mainstraim. Seriuskah aksi dan niatnya? Hanya dia dan Tuhan yang tahu.

Hanya dalam hitungan hari si aktivis itu nampak dalam suatu postingan media sosial, dia nampak berbeda, wajahnya menjadi klimis, bajunya rapi jali. Rupanya beliau sudah menjadi Komisaris di suatu BUMN. Dia telah berubah dan bermetamorfosis menjadi anak manis pendukung Erick Thohir, orang yang dulu didemo untuk dipecat jadi Menteri BUMN. Waktu berubah begitu cepat, termasuk merubah arah narasi dalam 180°. 

Salahkah dia? 

Tidak ada yang salah.

Bagi kelompok pragmatisme kekuasaan apapun terasa sah untuk dilakukan dan bisa dicari dalil-dalil pembenaran. Termasuk beralih rupa "hari ini berperan jadi musang, besok menjadi ayam sayur". "Esuk kedele, sore tempe". Mereka bukan penipu. Mereka hanya sedang main drama realisme. Seorang realis sejati harus berani dengan gagah berani membuang idealisme dan mematikan rasa malu yang tersisa. Demi sebuah kursi jabatan dan sederet fasilitas dan kemewahan yang mengikutinya.

Jadi modus seperti ini bisa jadi ke depan akan menjadi trend. Tapi si pejabat negara juga sudah punya kunci jawabannya yang jitu: MEREKA BERAKSI, SEGERA SIAPKAN KURSI. Beres urusan. Sangat sederhana. Itulah drama dalam bernegara yang dilakukan oleh kelompok penghamba kekuasaan. Demokrasi ala Indonesia saat ini bisa dirupakan dalam bentuk apa saja. Demokrasi menjadi komoditas yang diperdagangkan begitu murah dan jelantah. Jangan bicara hati nurani atau akal sehat. Karena untuk para pemberhala kekuasaan jauh lebih penting adalah pencitraan dan kemasan. Bukan esensi atau isi.

So, besok saya akan coba kerahkan massa untuk mendemo Ibu Gusti Ayu Bintang Darmavati, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), siapa tahu mendapat perhatian dan kemudian saya akan dijadikan deputi Menteri urusan perempuan keceeh badai melambai- lambai. Siapa tahu....

Nurani, idealisme, rasa malu dan logika? Lupakan saja asal dapat kursi, bukan? Duuuh...... negeriku 

Salam SATU Indonesia
19092020


Simak juga: Kanal Anak Bangsa Seragam Satpam rasa Polisi

KOMENTAR