China Tawarkan Diri Menjadi Penengah Antara Rusia dan Ukraina

Binsar

Monday, 07-03-2022 | 17:24 pm

MDN
Menteri Luar Negeri China, Wang Yi [ist]

 

 

 

Jakarta, Inako

China bersedia bekerja dengan komunitas internasional kapan pun diperlukan untuk menengahi krisis Ukraina. Tawaran tersebut diutarakan Menteri Luar Negeri China, Wang Yi, Senin di tengah semakin intensifnya perang antara Rusia dan Ukraina.

Dalam konferensi pers di sela-sela sesi Kongres Rakyat Nasional tahun ini, Wang mengatakan bahwa Beijing akan mempertahankan "kemitraan strategis" dengan Moskow, tetapi dia tidak mengatakan apakah China mendukung Rusia atas serangannya terhadap Ukraina.

China, kata Wang akan memperjelas posisinya dengan cara yang "objektif dan adil". Saat ini, China tengah mempertimbangkan untuk memberikan bantuan kemanusiaan darurat ke Ukraina melalui Palang Merah China.

 

 

 

Wang mendesak negara-negara lain termasuk Amerika Serikat dan sekutunya untuk tidak "menambah api" dalam masalah ini, dengan mengatakan bahwa masalahnya kompleks dan harus diselesaikan melalui dialog.

Pada hari Minggu, pasukan Rusia menembaki sebuah lembaga penelitian nuklir di Kharkiv di Ukraina timur, merusak beberapa bangunan, meskipun tidak jelas apakah ada bahan nuklir yang dilepaskan di fasilitas itu sebagai akibat dari penembakan itu, kata pemerintah Ukraina.

Insiden itu terjadi dua hari setelah Rusia menyerang Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir Zaporizhzhya, pembangkit listrik tenaga nuklir terbesar Eropa di Ukraina selatan, setelah merebut kompleks tenaga nuklir Chernobyl di utara.

Dengan meningkatnya ketegangan antara Rusia dan Ukraina, China telah diminta oleh komunitas internasional untuk berperan dalam menengahi gencatan senjata, tetapi kekuatan Asia telah menahan diri untuk tidak mengklarifikasi pendiriannya terhadap konflik tersebut.

Adapun Jepang, Wang mengatakan China meminta tetangganya untuk tidak melukai hubungan bilateral dengan kata-kata dan perbuatan tentang Taiwan yang memerintah sendiri, yang dianggap Beijing sebagai provinsi pemberontak untuk dipersatukan kembali dengan daratan, dengan paksa jika perlu.

 

 

 

"Isu sensitif utama seperti sejarah dan Taiwan adalah dasar untuk saling percaya antara kedua negara kita," kata Wang.

"Kami berharap Jepang akan menghormati serangkaian komitmen serius yang telah dibuatnya mengenai masalah ini untuk menghindari gangguan serius pada hubungan bilateral kami."

Hubungan Tiongkok-Jepang baru-baru ini terganggu oleh pernyataan mantan Perdana Menteri Shinzo Abe mengenai Taiwan, yang masih memimpin faksi terbesar dalam Partai Demokrat Liberal yang berkuasa setelah mengundurkan diri sebagai perdana menteri dan pemimpin partai pada 2020.

KOMENTAR