Effect Kontroversi Gus Yaqut

Hila Bame

Saturday, 26-02-2022 | 12:02 pm

MDN

 

 


Oleh.   : H. Adlan Daie
Pemerhati politik dan sosial keagamaan

JAKARTA, INAKORAN

Ibarat peribahasa lama secara hiperbolik ""Gus Yaqut menabur angin, Gus Yaqut menuai badai". Kritik dan kecaman terhadap Gus Yaqut datang bertubi tubi mulai dari MUI, para pemuka agama, partai Golkar, PDIP, Demokrat, PKS dan bahkan dari PKB sendiri, partai dimana Gus Yaqut representasi PKB dalam kabinet Indonesia Maju. Kontrovesi Gus Yaqut dipicu penjelasannya di tengah kunjungan kerja di Provinsi Riau terkait Surat Edaran (SE) Menteri Agama no. 05 tahun 2022 tentang pedoman pengaturan volume suara adzan "diduga"  dianalogiikan dengan "kebisingan" gonggongan anjing.


Kritik Jazilul Fawaid (sindonewscom, 24/2/2022) dan kH. Maman Imanul Haq (cnnindonesia, 24/2/2022), dua anggota DPR.RI terhadap Gus Yaqut meskipun dari representasi politik yang sama dengan Gus Yaqut, yakni PKB tepat dilakukan agar Gus Yaqut fokus membantu Presiden untuk kerja kerja substansial dan tentu secara politik dalam kerangka mencegah effect negatif trend elektoral  PKB. Suara keras Kapitra, kader PDIP meminta Gus Yaqut dari jabatan menteri agama harus direspon pendukung Gus Yaqut secara terukur untuk menghindari timbulnya eskalasi politik yang "liar" dan tak terkendali.


Karena itu, perdebatan apakah Gus Yaqut membandingkan suara adzan dengan "kebisingan" gonggongan anjing atau sekedar mis-persepsi publik  sudah tidak relevan lagi. Kontroversi sudah terlanjur eskalatif di ruang publik. Hal penting secara substansial  bagaimana meletakkan Surat Edaran (SE) Menteri Agama no 05 tahun 2022 tentang pedoman pengaturan volume azdan yang menjadi sumber "kontroversi" Gus Yaqut kali ini. Nusron Wahid, anggita DPR.RI dari partai Golkar - juga kolega Gus Yaqut di Ansor  - menyebutnya kebijakan "menteri kurang kerjaan", ujarnya sebagaimana dikutip media detik com.(21/2/2022).


Minimal dua hal problematik dari surat edaran menteri agama di atas. Pertama, semangatnya terlalu berlebihan hendak mengatur ruang publiik melampaui kewenangan menteri agama. Menteri agama tidak memiliki intrument sanksi apapun untuk effektivitas  penerapan surat edaran di atas. Itulah yang disebut Nusron Wahid kebijakan "menteri kurang kerjaan". Dalam perspektif penulis seharusnya menteri agama lebih berperan dalam konteks ini bersifat fasilitatif, yakni mengajak MUI, FKUB, DMI, ormas islam dan ormas agama lain bermusyawarah terkait pedoman pengaturan suara adzan dalam rangka  membangun toleransi bersama.


Kedua, semangat moderasi beragama yang hendak diterapkan Gus Yaqut dalam transformasi kebijakan kementerian agama yang dipimpinnya cenderung illutif dihantui  perasaan ancaman "mayoritas" terhadap "minoritas" sehingga acapkali menimbulkan effect perasaan "mayoritas" tersudutkan di ruang ruang negara. Gus Yaqut sebagai Menteri Agama  penting  mengkonstruksikan Pancasila sebagai dasar falsafah negara  dalam keseimbangan moderasi pandangan keagamaan NU.secara proporsional sebagaimana telah diletakkan fondasinya dalam muktamar NU ke 27 tahun 1984 tentang penerimaan asas tunggal Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.


Inilah "ujian" bagi Gus Yaqut sebagai menteri agama RI dari representasi NU untuk merespon secara artikulatif, terukur dan bijak terkait kontroversi surat edaran menteri agama dan penjelasannya yang telah menimbulkan eskalasi di ruang publik. Respons "adu kuat" dan mobilisasi massa masing masing pendukung hanya  akan melahirkan tindakan tindakan destruktif jelas effectya akan merugikan NU dan PKB tempat dimana Gus Yaqut menyandarkan legitimasi politiknya. Tuduhan "kadrun" anti "NKRI" dan stigma stigma lain nir adab hanya makin melemahkan bahkan meretakkan tenun kebangsaan kita.

 

 

KOMENTAR