Gus Muhaimin, Politik dan Arti Sebuah Nama

Hila Bame

Sunday, 20-06-2021 | 12:27 pm

MDN

 


Oleh. : Adlan Daie
Wakil Sekretaris PWNU Jawa Barat

JAKARTA, INAKORAN


Dengan sedikit mengadaptasi ungkapan populer Williem Shakespeare, Sastrawan kenamaan Inggris abad ke-16, "What's in a name of Gus Muhaimin" atau apa arti sesungguhnya dibalik sebuah nama "Gus Muhaimin?" Inilah sapaan baru untuk H. Abdul Muhaimin Iskandar, Ketua Umum PKB, beredar luas di beragam platform media sosial mengganti sapaan 'Cak Imin" yang  populer sebelumnya di ruang publik dan sepintas bertransformasi ke sapaan lain "Gus Ami".  


BACA:  

Membaca PKB, PDIP dan Golkar Indramayu 2024


Dalam peta sosial politik di Indonesia setidaknya menurut kategori Cliffrd Gerzt dalam bukunya "The Religion Of Java"(1956) Gus Muhaimin adalah representasi politik  "santri", termasuk "santri" dalam  pengertian kultural Dr. Zamaskhsyari Dhohir dalam bukunya "Tradisi Pesantren". 
Gus Muhaimin lahir dari keluarga inti pengasuh pesantren di Denanyar, Jombang. Mbah putri   (nenek) dari pihak ibundanya kakak beradik dengan ibunda Gusdur,  putri dari salah satu pendiri Nahdatul Ulama (NU) dan Rois 'Am PBNU, KH. Bisri Samsuri, 


Dengan demikian, predikat "gus" lebih dari sekedar pantas bagi Gus Muhaimin. Sebuah sapaan kehormatan bagi putera dari "trah" seorang kiai dan pengasuh pesantren Nahdlatul Ulama (NU) berpengaruh di Jatim dan Jateng. Panggilan akrab Gusdur untuk KH. Abdurahman Wahid di era tahun1980 an mengangkat label "gus" di ruang publik dan berbobot makna politis hingga dalam derajat tertentu sapaan "gus" mengalami proses "inflasi" maknanya, disandangkan pada seorang tokoh non "trah" kiai pesantren.dan di luar konteks otoritas basis kulturalnya.


Itulah arti "gus" pada sebuah nama, yakni Gus Muhaimin. Repsentatif pada level makna politiknya sebagai pemimpin politik dari rumpun  "santri" dan absah dari sisi basis kulturalnya sebagai bagian dari "trah" keturunan kiai dan pengasuh pesantren berpengaruh di Jombang, Jatim, pusat bertumbuh dan berkembangnya "jam'iyah" Nahdlatul Ulama ( NU), ormas Islam terbesar di Indonesia, pilar penyangga utama toleransi dan kebhinnekaan di Indonesia dan kokoh basis sosial kultural nya di akar rumput.


Dalam konteks pergeseran panggilan dari 'Cak Imin" menjadi "Gus Ami" dan bertransformasi pada branding sapaan baru "Gus Muhaimin" terus terang penulis tidak memiliki kapasitas jawaban otoritatif untuk menjawabnya kecuali sekedar dalam perspektif  tafsir politik penulis  bahwa sapaan 'Cak Imin" meskipun egaliter tapi tidak kuat "ruh" kulturalnya tanpa "gus" di satu sisi dan sapaan "Gus Ami"di sisi lain, tidak asosiatif secara langsung pada ketokohan politik Gus Muhaimin dalam persepsi publik.


'Ala kulli hal,  pendek kata,  sapaan baru "Gus Muhaimin" bukan sekedar "What is in a name" seperti ungkapan Williem Shakespeare di atas melainkan panggilan "meaning full",  bertenaga magnitik dalam konteks branding politik yang asosiatif kuat secara langsung pada figur ketokohan Gus Muhaimin di.mana secara kultural sapaan "gus" lebih dari sekedar pantas untuk disandang nya oleh seorang tokoh politik  dari "trah"ulama berpengaruh secara politik dan sosial di jamannya, Kh. Bisri.Samsuri.


Semoga sukses dan berkah.

Wassalam.

KOMENTAR