Gus Yahya dan Visinya Menghidupkan GusDur

Hila Bame

Saturday, 25-12-2021 | 18:07 pm

MDN

 

 


Oleh. : Adlan Daie.
Pemerhati sosial politik dan keagamaan.
Tinggal di Indaramayu Jawa Barat.

JAKARTA, INAKORAN 


Terpilihnya Gus Yahya sebagai Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) masa khidmat 2021-2026  telah mengakhiri "hiruk pikuk", drama dan serba serbi Muktamar NU ke 34 di provinsi Lampung. Visinya memimpin NU ke depan dengan tagline "Menghidupkan Gusdur" dalam konteks tema besar Muktamar NU ke 34 yakni "Menuju 100 tahun khidmat NU : Kemandirian untuk Perdamaian Dunia" masih terlalu samar ditangkap publik, bahkan oleh sebagian.pengurus NU sendiri.


Inilah barangkali tugas pertama Gus Yahya untuk menyambungkan ide besarnya di atas dalam konteks merubah minset dan "gestur" NU ke level struktural NU di bawahnya yang terus terang selama ini secara umum cenderung meletakkan dan bahkan menghayati NU sebagai substitusi politik. Gemar bikin "panggung politik" untuk  sesuatu yang tidak relevan dengan tanggung jawab NU sebagai  "jam iyah diniyah wal ijtimaiyah", ormas Islam dan sosial kemasyarakatan kecuali sekedar "show of force" untuk "godaan godaan" politik artifisial.


Dalam buku "Pekerjaan Besar Nahdlatul Ulama", yang ditulis Gus Yahya, sebuah buku "babon" sebagaimana diakui sendiri oleh Gus Yahya sebagai hasil pergulatan mental spritualnya selama bertahun tahun memahami apa itu NU dalam konteks dinamika perubahan peradaban dunia dan spiritnya memasuki abad ke dua NU sedikit dapat membantu kita memahami ide besar Gus Yahya tentang visinya "Menghidupkan Gusdur" dalam konteks memimpin NU minimal dalam masa khidmatnya hingga lima.tahun ke depan.


Dalam perspektif Gus Yahya (tentu lewat bukunya di atas) memahami NU semata mata hanya sebagai "jam'iyah" atau ormas Islam pada level pembeda identitas atribut lahiriyahnya, apalagi jika hanya dihayati sebagai kekuatan politik "vis a vis" dengan kelompok lain NU akan mudah jatuh pada apa yang diisyaratkan Al qur an "mereka termasuk pemecah belah agama, menjadi kelompok. Masing masing kelompok hanya sibuk membanggakan kelompoknya sendiri dan mendistorsi kelompok lain" (Q.S. Ar Rum, 32). Tidak kontribuif pada peradaban kemanusian dan perdamaian dunia.


Itulah sebabnya dalam pandangan Gus Yahya NU harus dipahami ebih dari sekedar ormas Islam yang terstruktur sebagai "jam'iyah" tetapi juga sebagai sebuah "manhaj" pandangan keagamaan berbaris lnilai "Aswaja An najdliyah" untuk menjaga posisi NU tidak menjadi bagian dari konflik melainkan solusi atas konflik peradaban yang diandaikan Samuel Huntington dalam paper nya "The Clash Off Civilizations" akan meningkat tajam di masa depan baik di level global maupun dalam konteks makin tajamnya polarisasi politik di Indomesia yang membelah secara sosial akibat intensi maraknya hoax, ujaran kebencian dan politik identitas.


Dalam kerangka di atas kita dapat memahami.konteks "kampanye" Gus Yahya jelang Muktamar NU  ke 34 di Lampung yang menghendaki PBNU tidak menjadi bagian dari "pihak" yang ikut berkontestasi dalam pilpres 2024. NU menurutnya harus lah selalu hadir dan dihadirkan tidak di level pragmatisme dan kontestasi politik praktis melainkan sebagai arah penuntun "kiblat bangsa" yang mempertautkan kepentingan kelompok dan golongan pada tali simpul penguatan  politik kebangsaan dengan mencegah agama menjadi alat politik identitas yang merusak.


Demikianlah sedikit tafsir elaboratif penulis atas taglne Gus Yahya untuk "Memghidupkan Gusdur" dalam memimpin jam iyah Nahdlatul Ulama. Yakni mentransformasikan konstruksi NU dengan kekayaan khazanah kultural dan kebesaran jamaahnya sebagai solusi titik simpul penguatan jati diri kebangsaan dan sumbangsih bagi perdamaian peradaban dunia sambil secara simultan membangun ikhtiar ikhtiar kreatif baru dalam kerangka memperkuat kemandirian 'jam iyah" dan "jamaah" NU yang adaptif terhadap tantangan jaman nya.


Selamat dan sukses. !

 

 

TAG#ADLAN, #GUSDUR, #YAHYA, #PBNU

188681252

KOMENTAR