Implikasi Buruk Gagalnya APBD Indramayu 2023

Hila Bame

Thursday, 26-01-2023 | 09:37 am

MDN

 


Oleh : H. Adlan Daie.
Pemerhati politik dan sosial keagamaan.

 

JAKARTA, INAKORAN

Media "intijaya" ( rabu, 24/1/2023) menurunkan berita dengan judul "Presiden diminta jatuhkan sanksi terhadap bupati Indramayu terkait Perkada APBD 2023". 


Uraiannya panjang tentang kronologi detil gagalnya APBD 2023 termasuk "kisah sedih" DPRD sebagai institusi politik formal dalam konstruksi bernegara tiba tiba seperti LSM, biaya makan minum "patungan" dari kantong pribadi mereka. Sangat menyedihkan, sungguh "terlalu", mengutip diksi Rhoma Irama..


 

BACA: 

ERP dan Komersialisasi Jalan Raya di Jakarta


 


Kegagalan pengesahan APBD memang secara regulatif bisa diganti lewat "pintu darurat",  yakni bupati menerbitkan "PERKADA" (Peraturan Kepala Daerah) tentang APBD 2023 untuk menjamin jalannya pemerintahan dan layanan publik .


Akan tetapi implikasinya buruk dalam konstruksi bernegara dan pemerintahan dalam sistem demokrasi, yakni runtuhnya representasi keterwakilan beragam kelompok politik yang diwakili DPRD dalam institusi formal politik bernegara.

Dulu pada bulan Juni 1945  jelang Indonesia merdeka dalam sidang Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia( BPUPKI) bung Hatta "ngotot" Indonesia harus didirikan atas dasar "rechtsstaat" (negara hukum) bukan "machsstaat" (negara kekuasaan) dengan sistem demokrasi keterwakilan beragam kelompok politik (Hatta dalam buku "Demokrasi kita").


Dalam rumusan final Pancasila (18 Agustus 1945) berdasarkan bacaan penulis atas buku "Negara Paripurna", karya Dr. Yudi lLatief konstruksi urutan sila ketiga Pancasila, yaitu "Persatuan Indonesia" di titik urutan "paling tengah" justru kokoh dan kuat  karena diapit prinsip "keadilan" di sila kedua dan prinsip "keadilan" dj sila kelima Pancasila.


Di sini prinsip keadilan representasi politik harus diletakkan dalam konteks relasi politik bupati dan DPRD dalam konstruksi pengesahan bersama APBD. Itulah prinsip bernegara yang dikehendaki para "founding fathers", para pendiri negara meskipun dalam perjalanan berbangsa dan bernegara mengalami pasang surut. 


Dengan kata lain prinsip negara hukum dalam sistem demokrasi untuk menghindarkan kekuasaan dikelola secara otoriter mengikuti selera politik penguasa.  dan abai pada fungsi "chek and balance" dalam representasi keterwalikan beragam kelompok politik.


Di era reformasi saat ini prinsip bernegara di atas dalam sistem pemerintahan demokratis dalam kerangka yuridis dituangkan dalam Undang Undang tentang Pemerintahan Daerah di mana posisi politik bupati dan DPRD sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah diletakkan dalam kedudukan bersifat setara dan kemitraan.


Karena itu, relasi politik antara bupati dan DPRD bukan relasi "adu kuat" secara politik dan bukan soal siapa memiliki jaringan back up politik di level pemerintahan di atas melainkan bagaimana bupati dan DPRD sebagai pejabat politik yang dipilih langsung oleh rakyat menjadi cerminan dari kehendak rakyat yang beragam.


Maka dalam konteks ini penting baik bupati maupun DPRD sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah untuk mengakhiri dampak "buruk" dari implikasi gagalnya APBD 2023 dengan prinsip musyawarah dialogis dan berkeadilan dalam representasi keterwakilan politik yang beragam.

"A government of laws and not men", kata John Adam Presiden kedua AS. Artinya pemerintahan yang baik dalam institusi demokrasi adalah pemerintahan yang dibangun di atas landasan "aturan main" dan institusi yang kuat bukan malah memperkuat posisi politik "figur personal" yang bisa datang dan pergi begitu cepat. 


Itulah sejatinya pemerintahan modern dihadirkan untuk menghindari "selera politik sepihak",  yakni runtuhnya representasi keragaman kelompok politik dalam konteks anggaran publik tercermin dalam resonansi desain APBD.


APBD tidak perlu didesain dalam konteks "sepihak" hendak "menaklukkan" elektoral politik untuk meraih suara pileg dan pilkada 2024 karena suasana kebatinan publik memiliki ambang batas seleksi dalam menentukan pilihan politiknya sendiri.


Dalam sejarah peradaban politik sistem demokrasi adalah jalan politik mulia dan beradab untuk menghadirkan "keadilan sosial". Jika tidak, mengutip "penyair Pakistan Moh Iqbal,"peradaban politik yang manalagi yang hendak kita wariskan pada anak cucu kita selain kejahiliahan politik?".
 

 

 

 

TAG#ADLAN, #INDRAMAYU

163549432

KOMENTAR