Institut Hijau Indonesia Gelar Simposium Pemuda Indonesia
Institut Hijau Indonesia bersama alumni program pendidikan Green Leadership Indonesia, bekerja sama dengan sejumlah lembaga seperti WALHI, HUMA, ICEL dan KNTI menggelar Simposium Pemuda Indonesia, di Jakarta, Sabtu (4/11). Simposium ini dilaksanakan secara luring di Ruang Vanda, Gedung Serbaguna Senayan, dan juga secara Hybrid yang diikuti oleh pemuda/pemudi di 34 provinsi di seluruh Indonesia, di sejumlah lokasi yang telah ditentukan sebelumnya.
Dalam simposium yang mengambil tema “Reclaim Our Common Future” ini, dipaparkan hasil jajak pendapat tentang persepsi orang muda terhadap situasi Indonesia dan dunia saat ini serta harapan mereka untuk masa depan masyarakat dunia. Jajak pendapat tersebut melibatkan 5.283 orang muda yang berusia 16-35 tahun di 35 provinsi di Indonesia, sejak Juni hingga Oktober 2023.
Dalam rilis yang diterima Inakoran.com, Jumat (3/11), disebutkan bahwa simposium yang dibuat dalam rangka memperingati Sumpah Pemuda yang ke-95 ini, dimaksudkan untuk mendorong para pemuda Indonesia untuk terlibat dalam sejumlah aktivitas untuk menyelamatkan bumi dari keruskan lingkungan akibat perubahan iklim.
Sejak Juni hingga Oktober 2023, Institut Hijau Indonesia (IHI) bersama sejumlah komunitas telah melakukan berbagai aksi dengan melibatkan ribuan anak muda dari seluruh Indonesia dari berbagai latar belakang. Dari aktivitas tersebut, dihasilkan sebuah data informasi berupa kompilasi harapan yang berfokus pada isu anak muda serta rekomendasi untuk para pemangku kepentingan di tingkat lokal, nasional, dan internasional. Harapan tersebut dituangkan dalam sembilan kategori isu sebagai berikut.
Simposium ini menghadirkan sejumlah narasumber sebagai pemakna, seperti Ray Rangkuti (Direktur Lingkar Madani), Dani Setiawan (Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia), Bivitri Susanti (Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Jentera), Nora Hidayati (Perkumpulan Huma), Raynaldo Sembiring (Indonesian Center for Enviromental Law) dan Athiya R.K (Institut Hijau Indonesia).
Ray Rangkuti, Direktur Lingkar Madani mengatakan saat ini saat ini praktek dinasti politik tumbuh subur di lebih dari 100 daerah di Indonesia. Dinasti politik, kata Ray, akan menutup pintu bagi kaum muda untuk menduduki jabatan publik, sebab yang mempunyai peluang untuk itu hanya mereka yang masih memiliki pertalian saudara dengan para penguasa, baik di tingkat pusat maupun daerah.
“Jika Anda tidak memiliki hubungan keluarga dengan para penguasa, Anda tidak akan bisa menduduki jabatan publik tertentu, karena semua posisi politik yang hanya bisa diisi oleh mereka yang masih memiliki hubungan keluarga dengan pejabat yang sedang berkuasa”, tegas Ray saat diwawancarai Inakoran.com, usai menjadi pemakna dalam simposium, Sabtu.
Untuk itu Ray mengajak anak muda untuk melawan praktek dinasti politik, yang saat ini sedang merajalela mulai dari tingkat pusat hingga daerah.
“Jika Anda tidak mengingingkan dinasti politik menguasai sistem perpolitikan di negara ini, maka Anda harus bangkit dan lawan praktek itu”, tegas Ray, yang disambut tepuk tangan para peserta simposium.
Sementara itu, Bivitri Susanti dari Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Jentera mengatakan bahwa selama ini anak muda cenderung diposisikan sebagai objek dalam praktek politik.
“Anak muda sering didekati dan diperhatian hanya pada momen-momem politik seperti pilpres, pileg atau pilkada. Akibatnya, lanjut Bivitri, anak muda di Indonesia kurang berkembang. Agar berkembang, anak muda, sambung dosen STIH Jentera ini, harus diposisikan sebagai subjek dan diberi ruang untuk mengmabil bagian dalam pembangunan, baik dalam pembangunan ekonomi, sosial maupun politik”, tandanya.
Selain menyoroti masalah dalam negeri, anak muda juga memberi perhatian khusus pada masalah global saat ini. Menurut mereka, dunia saat ini juga sedang mengalami krisis multidimensi, sebagaimana mereka paparkan dalam diagram di bawah ini.
TAG#simposium, #pemuda, #indonesia, #insitut hijau indonesia, #politik, #dinasti
188635812
KOMENTAR